Jumat, 09 September 2022

Modul 3 PGP Angkatan 4 Karangasem

 

MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN


1. MULAI DARI DIRI 

1.    Studi Kasus: Anda adalah Kepala Sekolah yang baru diangkat di SMP X. Wakil Kepala Sekolah Kurikulum mengatakan bahwa sekolah memerlukan buku-buku pelajaran baru yang perlu didistribusikan dengan segera kepada murid-murid. Hari itu, Anda diberitahu bahwa penerbit Y akan hadir untuk presentasi buku-buku pelajaran untuk tahun ajaran baru. Wakasek Kurikulum Anda mengatakan bahwa ini adalah kegiatan rutin sekolah untuk menyeleksi buku-buku pelajaran murid kelas 1-6 menjelang tahun ajaran baru dimulai, dan para orang tua pun sudah menunggu daftar buku-buku yang harus dibeli. Anda pun bertemu dengan penerbit Y. Di akhir rapat, penerbit Y memberitahu Anda bahwa jika Anda memutuskan memesan dari penerbitan mereka, maka seperti kepala sekolah sebelumnya, Anda akan mendapatkan 'komisi'. Penerbit memberitahu Anda bahwa kegiatan seperti ini sudah dilakukan setiap tahun oleh pimpinan sekolah Anda terdahulu. Penerbit Y juga mengatakan bahwa kerja sama ini sudah lama terbina, dan mereka senantiasa tepat waktu memberikan buku-buku pelajaran yang dibutuhkan sekolah. Apa yang akan Anda lakukan sebagai Kepala Sekolah? Suatu saat, pihak Yayasan/Manajemen Sekolah memanggil Anda untuk mengetahui prosedur dan praktik pemesanan buku-buku tahun ajaran baru di sekolah selama ini. Apa yang Anda katakan?

Tanggapan:

Saya selaku kepala sekolah tentunya akan meminta wakil kepala sekolah terlebih dahulu untuk menemukan dan mengundang penerbit yang berbeda sebagai perbandingan. Saya dan tim manajemen sekolah tentunya akan mempertimbangkan hal-hal terkait kesesuaian buku dengan kompetensi dasar yang diajarkan, rekam jejak penerbit dan harga yang kompetitif. Penerbit yang terpilih berarti buku-buku yang akan diberikan sudah memiliki kesesuaian dengan KD dengan harga yang kompetitif serta ketepatan waktu. Kalau pun mendapatkan komisi dari penerbit, saya akan menyerahkan langsung kepada yayasan untuk melewati prosedur tertentu.

2.       Bagaimana situasi di lingkungan Anda sendiri, adakah nilai-nilai kebajikan yang dijunjung tinggi di tempat Anda bekerja, atau tinggal? Ceritakan pengalaman Anda Anda bagaimana nilai-nilai kebajikan tersebut telah membentuk diri Anda terutama dalam mengambil suatu keputusan?

Tanggapan:

Nilai-nilai kebajikan yang dijunjung tinggi di tempat saya bekerja adalah tanggung jawab dan kerjasama. Tanggung jawab di sini bermakna bahwa setiap orang atau semua warga sekolah memiliki kesadaran untuk melakukan tugas atau kewajiban dan siap menanggung resiko atas apa yang telah dilakukan. Penanaman sikap tanggung jawab terhadap semua warga sekolah telah mampu membentuk saya menjadi pribadi yang bisa mengambil keputusan dan sanggup untuk bertindak tanpa adanya suatu tekanan dari berbagai pihak. Apabila seseorang memiliki sifat tanggung jawab, maka dirinya tergolong menjadi pribadi yang memiliki kejujuran serta kepedulian yang tinggi. Sementara itu, sikap kerjasama telah menjadi budaya positif di sekolah saya. Misalnya, dalam acara-acara tertentu, semua warga sekolah di tempat saya bahu membahu mengambil pekerjaan secara bersama-sama. 

3.        Apakah Anda pernah mengalami atau melihat suatu pengambilan keputusan serupa studi kasus yang ditanyakan di atas, di mana ada dua kepentingan saling berbenturan? Ceritakan bagaimana pengalaman Anda sendiri di sekolah asal Anda. Apa yang Anda lakukan pada waktu itu, mengapa?

Tanggapan:

Ya, pernah. Saya seorang guru bahasa Inggris yang menjunjung tinggi objektivitas dalam memberikan penilaian atau hasil evaluasi. Nilai yang saya cantumkan di raport siswa adalah nilai-nilai murni berdasarkan hasil pembelajaran mereka. Suatu ketika, ada beberapa siswa kelas XII yang ingin nilainya dibantu untuk dinaikkan agar bisa memenuhi persyaratan dalam melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi ataupun mencari polisi/TNI. Nah, dalam hal ini saya dituntut untuk bisa mengambil keputusan yang tepat antara keadilan  dan konsistensi dalam pembeerian nilai yang objektif. Dengan berbagai pertimbangan tertentu, saya akhirnya membantu siswa-siswa tersebut karena bagaimanana pun juga mereka adalah anak-anak saya yang nantinya bisa meraih kesuksesan di kemudian hari. 

4.       Pernahkah Anda setelah mengambil suatu keputusan, bertanya pada diri sendiri, "Apakah keputusan yang Anda ambil adalah keputusan yang tepat?" "Apakah seharusnya saya mengambil keputusan yang lain?" Kira-kira apa yang membuat Anda mempunyai pemikiran seperti itu?

Tanggapan:

Ya, pernah. Cukup sering ketika keputusan diambil, saya bertanya pada diri sendiri apakah keputusan yang diambil itu sudah tepat. Hal ini biasanya terjadi ketika ada beberapa kepentingan yang saling bertentangan dalam pengambilan keputusan tersebut. Terkadang, saya mengambil keputusan dengan lebih mempertimbangkan nilai kebaikan daripada nilai kebenaran dan juga  asas kebermanfaatan atau demi kepentingan orang banyak. 

5.    Pertanyaan-pertanyaan apa yang ingin Anda tanyakan pada sesi Pengambilan Keputusan berbasis Pemimpin Pembelajaran ini? Apa yang selama ini menjadi tantangan bagi Anda dalam mengambil suatu keputusan sebagai pemimpin pembelajaran?

Tanggapan:

Pertanyaan-pertanyaan yang saya tanyakan pada sesi Pengambilan Keputusan berbasis Pemimpin Pembelajaran adalah tentang bagaimana cara mengambil keputusan yang tepat dengan tidak mengorbankan orang lain serta adakah trik khusus untuk kita sebagai guru dalam hal mengambil keputusan yang bertanggung jawab. Tantangan saya dalam mengambil suatu keputusan sebagai pemimpin pembelajaran adalah dalam hal mempertimbangkan keputusan yang  akhirnya mengarah pada nilai kebaikan daripada nilai kebenaran. 

6.     Harapan-harapan apa saja yang Anda inginkan dengan mengikuti modul 3. 1-Pengambilan Keputusan berbasis Pemimpin Pembelajaran? Apa yang ingin Anda capai setelah belajar tentang modul 3. 1 ini?

Tanggapan:

Harapan yang saya inginkan dengan mempelajari modul ini yakni saya bisa menjadi pengambil keputusan berbasis pemimpin pembelajaran. Karena saya lebih tertarik pada perbedaan antara dilema etika dan bujukan moral, saya ingin memiliki pemahaman yang kuat tentang bagaimana menambil keputusan yang bertanggung jawab dengan mengetahui perbedaan antara dilema etikan dan bujukan moral. 


2. EKSPLORASI KONSEP

Dalam pengambilan suatu keputusan, seringkali kita bersinggungan dengan prinsip-prinsip etika. Etika di sini tidak berkaitan dengan preferensi pribadi seseorang, namun merupakan sesuatu yang berlaku secara universal. Seseorang yang memiliki penalaran yang baik, sepantasnya menghargai konsep-konsep dan prinsip-prinsip etika yang pasti.  Prinsip-prinsip etika sendiri berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati dan disetujui bersama, lepas dari latar belakang sosial, bahasa, suku bangsa, maupun agama seseorang. Nilai-nilai kebajikan universal meliputi hal-hal seperti Keadilan, Tanggung Jawab, Kejujuran, Bersyukur, Lurus Hati, Berprinsip, Integritas, Kasih Sayang, Rajin, Komitmen, Percaya Diri, Kesabaran, dan masih banyak lagi. 

Pertanyaan Pemantik:

Anda mengetahui bahwa salah satu rekan guru Anda memberikan les privat kepada beberapa murid pada suatu pelajaran tertentu. Murid-murid yang mengikuti les privat telah mendapatkan soal-soal yang akan dijadikan bahan tes, dan tentunya hasil tes mereka menjadi sangat baik dibandingkan dengan hasil murid-murid yang lain. Apa yang harus Anda lakukan?

Dari permasalahan tersebut di atas Anda diminta untuk membuat suatu pertimbangan yang menyangkut dua nilai kebajikan yang sama-sama Anda junjung tinggi. Di satu sisi, Anda berhadapan dengan kebenaran, berbuat yang benar berarti melaporkan sesuatu yang melanggar peraturan sekolah, di sisi yang lain, rekan guru tersebut adalah sahabat Anda, di mana nilai kesetiaan Anda sebagai seorang teman? Bila dua nilai kebajikan saling bersinggungan apa yang harus Anda lakukan? Langkah mana yang harus Anda ambil, keputusan apa yang dibuat?

Seperti yang telah kita pelajari di modul 1.4 tentang Budaya Positif,  mengajarkan nilai-nilai kebajikan merupakan hal kunci yang perlu diajarkan kepada murid-murid kita. Diane Gossen (1998) berpendapat bahwa bila kita ingin menumbuhkan motivasi instrinsik dari dalam diri seseorang maka tumbuhkan pemahaman terhadap nilai-nilai kebajikan universal.

 

Nilai-nilai kebajikan universal

Di bawah ini ada beberapa contoh nilai-nilai kebajikan universal yang telah disepakati beberapa institusi:

1. IBO Primary Years Program (PYP)

Sikap Murid:

o   Toleransi

o   Rasa Hormat

o   Integritas

o   Mandiri

o   Menghargai

o   Antusias

o   Empati

o   Keingintahuan

o   Kreativitas

o   Kerja sama

o   Percaya Diri

o   Komitmen


2. Sembilan Pilar Karakter Indonesian Heritage Foundation (IHF):

o   Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNYA

o   Kemandirian dan Tanggung jawab

o   Kejujuran (Amanah), Diplomatis

o   Hormat dan Santun

o   Dermawan, Suka Menolong dan Gotong Royong

o   Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja Keras

o   Kepemimpinan dan Keadilan

o   Baik dan Rendah Hati

o   Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan


3. Petunjuk Seumur Hidup dan Keterampilan Hidup (LIfelong Guidelines and Life Skills)

Keterampilan Hidup

o   Dapat dipercaya

o   Lurus Hati

o   Pendengar yang Aktif

o   Tidak Merendahkan Orang Lain

o   Memberikan yang Terbaik dari Diri

Petunjuk Hidup

o   Peduli

o   Penalaran

o   Bekerja sama

o   Keberanian

o   Keingintahuan

o   Usaha

o   Keluwesan/Fleksibilitas

o   Berorganisasi

o   Kesabaran

o   Keteguhan hati

o   Kehormatan

o   Memiliki Rasa humor

o   Berinisiatif

o   Integritas

o   Pemecahan Masalah

o   Sumber pengetahuan

o   Tanggung jawab

o   Persahabatan


4. The Seven Essential Virtues (dari Building Moral Intelligence, Michele Borba):

o   Empati

o   Suara Hati

o   Kontrol Diri

o   Rasa Hormat

o   Kebaikan

o   Toleransi

o   Keadilan

Setelah Anda membaca nilai-nilai kebajikan dari keempat institusi tadi, sekarang pilihlah salah satu yang menurut Anda paling menarikbandingkan dengan nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip yang Anda miliki di sekolah Anda. Adakah suatu perbedaan atau persamaan? Kemudian pikirkan bagaimana nilai-nilai kebajikan yang Anda pilih dapat disampaikan dalam pengajaran atau kira-kira bagaimana program pendalaman terhadap nilai-nilai kebajikan tersebut dapat disampaikan kepada murid-murid di sekolah Anda?

Tanggapan:

Menurut saya nilai-nilai universal yang paling menarik adalah nilai kebajikan IBO Primary Years Program (PYP) yang terdiri dari Toleransi, Rasa Hormat, Integritas, Mandiri, Menghargai, Antusias, Empati Keingintahuan, Kreativitas, Kerja sama, Percaya Diri, Komitmen. Nilai-nilai tersebut merupakan nilai-nilai yang biasa diterapkan dalam pembelajaran sehari-hari di sekolah saya baik di kelas maupun di luar kelas.

Simaklah video tentang perbedaan antara dilema etika (ethical dilemma) dengan bujukan moral (moral temptation) berikut ini.



Klik Empat Paradigma Dilema Etika. 

Tigas Prinsip Pengambilan Keputusan


Pertanyaan Pemantik:

Etika terkait dengan karsa karena manusia memiliki kesadaran moral. Akal dan moral dua dimensi manusia yang saling berkaitan. Etika terkait dengan karsa karena manusia memiliki kesadaran moral.
(Rukiyanti, L. Andriyani, Haryatmoko, Etika Pendidikan, hal. 43).   

Dari kutipan di atas kita bisa menarik kesimpulan bahwa karsa merupakan suatu unsur yang tidak terpisahkan dari perilaku manusia.  Karsa ini pun berhubungan dengan nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang dianut oleh seseorang, disadari atau pun tidak. Nilai-nilai atau prinsip-prinsip inilah yang mendasari pemikiran seseorang dalam mengambil suatu keputusan yang mengandung unsur dilema etika. 

Silakan Anda membaca 3 (tiga) pernyataan di bawah ini: 

1.      Melakukan, demi kebaikan orang banyak.

2.      Menjunjung tinggi prinsip-prinsip/nilai-nilai dalam diri Anda.

3.      Melakukan apa yang Anda harapkan orang lain akan lakukan kepada diri Anda. 

Selama ini pada saat mengambil keputusan, landasan pemikiran Anda memiliki kecenderungan pada prinsip nomor 1, 2, atau 3? Silakan tanpa berpikir panjang, Anda langsung menuliskan jawaban Anda di secarik kertas.

Etika tentunya bersifat relatif dan bergantung pada kondisi dan situasi, dan tidak ada aturan baku yang berlaku. Tentunya ada prinsip-prinsip yang lain, namun ketiga prinsip di sini adalah yang paling sering dikenali dan digunakan. Dalam seminar-seminar, ketiga prinsip ini yang seringkali membantu  dalam menghadapi pilihan-pilihan yang penuh tantangan, yang harus dihadapi pada dunia saat ini. (Kidder, 2009, hal 144). Ketiga prinsip tersebut adalah:

1.      Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

2.      Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

3.      Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

Perlu diingat bahwa setiap keputusan yang kita ambil akan ada konsekuensi yang mengikutinya, dan oleh sebab itu setiap keputusan perlu berdasarkan pada rasa tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan universal dan berpihak pada murid. 

Klik KonsepPengambilan dan Pengujian Keputusan. 

Berikut adalah hasil analisis studi kasus 6 tentang Keuangan OSIS: 

1. Keputusan yang akan saya ambil yakni saya berupaya untuk melindungi teman saya dan memutuskan untuk tidak melaporkannya ke Kepala sekolah. Saya bertindak demikian karena saya merasa kasihan dengan keadaannya dan timbul rasa empati terhadapnya. 

2. Prinsip yang akan saya gunakan yaitu Care-based Thinking (pemikiran berbasis rasa peduli) karena saya juga ingin diperlakukan dengan perasaan peduli jika saya berada di posisi tersebut. 

3. a. Nilai-nilai yang saling bertentangan dalam kasus tersebut adalah rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy). Hasan sebagai ketua OSIS harus bia bersikap adil terhadap anggota OSIS yang terlibat kasus. Namun, setelah mengetahui kondisi ibunya Adi, Hasan merasa kasihan dan mmeutuskan untuk tidak menceritakan kasus tersebut kepada kepala sekolah. 

b. Yang terlibat dalam kasus tersebut adalah Hasan sebagai ketua OSIS dan Adi sebagai bendahara OSIS. 

c. Fakta-fakta yang relevan terhadap kasus tersebut yaitu 1) sekolah akan mengadakan lomba tari dan tentunya memerlukan dana, 2) SEksi seni mempertanyakan masalah pendanaan untuk acara tersebut, 3). Ketua OSIS menemukan kejanggalan pada laporan keuangan, 3) Adi mengaku bahwa dia telah menggunakan uang tersebut untuk membiayai operasi ibunya, 4) Adi berjanji akan mengembalikan uang tersebut dalam waktu 2 bulan. 

d. Pengujian benar atau salah. 1). Dalam kasus tersebut ada pelanggaran peraturan/kode etik profesi dalam kasus tersebut. (uji legal). 2). Dalam kasus tersebut, ada juga pelanggran  peraturan/kode etik profesi  (uji regulasi) 3). Berdasarkan perasaan dan intuisi saya, ada yang salah dalam situasi ini (uji intuisi). 4). JIka hal tersebut dipublkasikan di halaman koran, tentunya akan merasa sedih, malu dan takut serta tentu merasa tidak nyaman. 5). Keputusan yang akan diambil oleh panutan/idola mungkin akan melaporkan Adi ke Kepala sekolah. 

e. Situasi tersebut adalah dilema etika dan paradigma yang terjadi adalah paradigma rasa keadilan lawan rasa kasihan karena kasus tersebut menyuguhkan dua pilihan antara mengikuti aturan atu tidak mengikuti aturan sepenuhnya. Di satu sisi, ada pilihan antara keadilan dan perlakuan yang sama bagi semua orang, tapi di sisi lain timbul kemurahan hati/kasih sayang dan hal ini merupakan pengecualian. 

f. Prinsip dilema yang digunakan adalah Care-Based Thinking karena tentunya setiap orang memiliki perasaan peduli terhadap suatu permasalahn. 

g. Saya menilai bahwa tidak ada lagi penyelesaikan yang kreatif untu menyelesaiakan masalah ini. 

h. Setelah mempertimbangkan kasus tersebut melalui 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan, saya tetap memutuskan bahwa saya akan melindungi teman saya dan tidak menceritakan kasus tersebut kepada kepala sekolah. 

i. Melalui keputusan saya tersebut, saya menjadi merasa tenang dan tidak terbebani dengan perasaan bersalah kepada Adi jika sesuatu terjadi pada ibunya.  


3. RUANG KOLABORASI 



4. REFLEKSI TERBIMBING 



5. DEMONSTRASI KONTEKSTUAL 



6. ELABORASI PEMAHAMAN 



7. KONEKSI ANTAR MATERI 








MODUL 3.2 PEMIMPIN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA 


1. MULAI DARI DIRI 

1.  Ingatlah kembali sosok pemimpin yang pernah Anda tahu selama berprofesi sebagai guru, seperti apakah sosok pemimpin yang Anda ingat itu? Hal apa yang paling Anda ingat dari sosok pemimpin tersebut?

Tanggapan:

Ada dua Sosok pemimpin yang pernah saya ketahui selama berprofesi sebagai guru dengan masing-masing karakter dan gaya kepemimpinannya yakni: 

1.  Pemimpin/kepala sekolah yang disiplin, taat, ramah  dan juga bertanggung jawab. Beliau disiplin dalam berpakain, administrasi maupun menegakkan aturan sekolah. Beliau pemimpin yang cukup peka terhadap permasalahan yang terjadi dengan anak buahnya. Permasalahan atau hal sekecil apapun akan menjadi perhatian yang harus diselesaikan. Hal yang paling saya ingat dari sosok pemimpin/kepala sekolah tersebut adalah beliau ramah dan begitu perhatian terhadap keadaan/kondisi anak buahnya. Beliau selalu menanyakan kondisi fisik maupun kesiapan mental anak buahnya dalam hal pelaksanaan tugas. 

2. Pemimpin/kepala sekolah selanjutnya yang saya temui memiliki karakter yang cukup berbeda dari kepala sekolah sebelumnya. Beliau juga pemimpin yang disiplin dalam menerapkan aturan sekolah untuk dipatuhi baik oleh peserta didik maupun guru atau anak buahnya. Beliau pemimpin yang berwibawa, bijaksana dan tegas terhadap anak buahnya. Beliau adalah sosok pemimpin yang memiliki visi atau tujuan yang jelas dan harus tercapai. Beliau selalu berupaya melibatkan banyak pihak dalam melakukan segala program demi kemajuan sekolah. Hal yang paling saya ingat dari sosok pemimpin seperti itu adalah beliau bersifat terbuka dan luwes terhadap segala tanggapan dan masukan dari anak buahnya. Beliau senantiasa mendorong anak buahnya untuk memberikan sumbangsih berupa ide/pemikiran demi peningkatan kualitas pembelajaran. 

2.  Setelah mengingat sosok pemimpin yang Anda tahu, menurut Anda pribadi seperti apakah sosok pemimpin yang ideal? Apa saja sebetulnya tugas seorang pemimpin?

Tanggapan:

Menurut saya sosok pemimpin yang ideal bagi saya adalah: 

1. Memiliki kepribadian/karakter yang kuat untuk bisa mengelola diri dan orang lain. 

2. Mampu menjadi teladan dan memberikan contoh yang baik serta mampu menggerakkan diri sebelum menggerakkan orang lain. 

3. Cerdas intelektual dan cerdas emosional. Cerdas intelektual berarti mampu berpikir luwes dan memiliki ide-ide kreatif untuk keberlangsungan dan kemajuan organisasi yang dipimpinnya.  Cerdas emosional berarti seorang pemimpin harus bisa mengelola emosinya dan menunjukkan sikap tenang ketika menghadapi situasi darurat. 

4. Memiliki daya kreativitas dan inovasi. Pemimpin harus mampu berpikir kreatif dan inovatif yang memberikan pemikiran/ide-ide baru yang bisa dijalankan dalam sebuah program. 

5. Memiliki integritas yang tinggi  yakni memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran. 

Tugas seorang pemimpin adalah: 

1. Mengarahkan dan memberikan bimbingan terhadap bawahan. 

2. Membuat perencanaan dan mengkomunikasikan segala rencana/program yang akan dijalankan. 

3. Menggerakkan bawahan untuk bersama-sama bekerja demi mewujudkan visi organisasi. 

3.   Masih ingatkah kita apa yang dimaksud dengan ekosistem saat belajar Biologi dulu?  Apabila kita menganggap sebuah sekolah adalah sebuah ekosistem, apa sajakah faktor-faktor yang memengaruhi ekosistem sekolah? Tuliskan pada kolom di bawah ini.

Tanggapan:

Ekosistem sebagai suatu tatanan kesatuan yang secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup dan saling mempengaruhi. Suatu kehidupan tidak akan bisa terlepas dari adanya interaksi dengan lingkungan yang mendukung adanya keseimbangan dalam hidup. Suatu ekosistem memiliki dua komponen yaitu komponen biotik (komponen hidup) dan komponen abiotik (komponen tak hidup). Sekolah adalah sebuah ekosistem karena semua unsur yang ada saling mendukung dan saling melengkapi. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekosistem sekolah adalah SDM (lingkungan biotik/hidup) yang meliputi kepala sekolah,guru, tenaga kependidikan, penjaga sekolah,peserta didik dan orang tua siswa serta masyarakat sekitar. Faktor yang kedua yaitu alam/lingkungan sekitar (lingkungan abiotik/tak hidup) yang meliputi infrastrukturseperti gedung sekolah, ruang kelas, sarana dan prasarana sekolah, alam sekitar sekolah dan kondisi geografis sekitar sekolah.

4. Apa yang Anda ketahui tentang peran seorang pemimpin dalam pengelolaan sumber daya di sekolah?  Apa saja sumber daya yang dimiliki oleh sekolah?

Tanggapan:

Peran seorang pemimpin dalam pengelolaan sumber daya di sekolah adalah memiliki fungsi atau kapasitas mengendalikan dan memperdayakan segala aset yang ada di sekolah. Beragam sumber daya yang merupakan aset/modal di sekolah bisa dioptimalkan mulai dari aset manusia, fisik, lingkungan alam/kondisi geografis, sosial, adat ataupun budaya. Seorang pemimpin dalam pengelolaan sumber daya di sekolah haruslah tanggap dan cermat dalam melihat dan menganalisis sejauh mana modal/aset sekolah bisa dimanfaatkan. Pemimpin yang baik harus mampu menggali modal/aset tersebut melalui pemikiran yang berbasis pada pengembangan aset, memandang hal positif yang ada dalam modal/aset tersebut untuk bisa dikembangkan potensinya demi peningkatan kualitas sekolah pada umumnya dan kualitas pembelajaran pada khususnya. 

Sumber daya yang dimiliki sekolah yaitu SDM (kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, peserta didik, penjaga sekolah, petugas keamanan dan kebersihan), sarana dan prasarana (ruang belajar, lab, perpustakaan, perlengkapan olahraga, dll), lingkungan alam/kondisi geografis, orang tua siswa dan lingkungan masyarakat sekitar serta lingkungan sosial dan budaya. 

5.   Bagaimana Anda menggambarkan posisi diri Anda dalam ekosistem sekolah? Berikanlah gambaran diri Anda dengan menyebutkan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dalam pengelolaan sumber daya sekolah.

Tanggapan:

Saya adalah guru mata pelajaran bahasa Inggris di SMA. Posisi saya dalam ekosistem sekolah adalah sebagai guru mata pelajaran yang melakukan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran. Di samping itu, saya juga menjalankan peran saya sebagai pendidik, mentor, coach, konselor bagi peserta didik maupun rekan-rekan guru lain.  Saya juga diberikan tugas tambahan oleh kepala sekolah sebagai asisten wakasek kurikulum yang membantu pelaksanaan administrasi pembelajaran. Selain itu, saya dipercayakan sebagai koordinator PKB (Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan) yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan pelatihan/workshop yang diselenggarakan di sekolah. Setiap tahun di sekolah saya rutin mengadakan workshop sebanyak dua kali yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi profesionalisme guru dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran. Cukup sering juga saya dipercayakan sebagai pemateri workshop yang memberikan materi dan arahan untuk menggerakkan dan mengajak para guru menerapkan inovasi pembelajaran yang bermanfaat untuk pembelajaran terutama saat pembelajaran daring. 

Dalam pengelolaan sumber daya sekolah, adapun kekuatan yang bisa saya tampilkan adalah  saya seorang guru yang memiliki semangat dan etos kerja yang tinggi, memiliki kemauan untuk memajukan sekolah serta selalu aktif dalam kegiatan di sekolah. Kelemahan saya yakni belum mampu mengajak dan menggerakkan komponen sekolah yang lain seperti orang tua siswa dan masyarakat sekitar sekolah karena masih belum terbiasa untuk bersosialisasi. 

6.  Apa saja harapan pada diri Anda sebagai seorang pendidik, pemimpin, dan pada murid setelah mempelajari modul ini?

Tanggapan:

Harapan terhadap diri sendiri yaitu memiliki kemampuan mengelola dan memperdayakan sumber daya yang ada di sekolah, mampu memetakan, menganalisis dan akhirnya membuat strategi pengelolaan sumber daya sekolah secara maksimal.  

Harapan terhadap murid yakni mampu mengoptimalkan segala kekuatan sumber daya yang ada di sekolah sebagai sarana penunjang dalam pembelajaran di kelas maupun di luar kelas  yang berpihak kepada murid.

Harapan terhadap sekolah yakni Sekolah mampu mengelola, memperdayakan dan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki sekolah dalam rangka mewujudkan sebuah visi dan misi sekolah.

7.    Apa saja kegiatan. Materi, manfaat, yang Anda harapkan ada dalam modul ini?

Tanggapan:

Materi yang saya harapkan dalam modul ini yakni tentang strategi pengelolaan sumber daya beserta metode pemetaan dan analisis sumber daya yang ada di sekolah. Selanjutnya, manfaat yang saya harapkan yakni  dengan kemampuan pengelolaan sumber daya atau potensi yang ada di sekolah, saya berharap hal itu semua bisa digunakan untuk mampu meningkatkan kualitas pembelajaran yang pada akhirnya mampu mewujudkan visi dan misi sekolah. 


2. EKSPLORASI KONSEP

  • Apakah kita bisa menggunakan Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset untuk mengelola sumber daya sekolah kita? Bisakah kita mengganti kata komunitas menjadi sekolah,  Pendekatan Pengembangan Sekolah Berbasis Aset? Mengapa? 

Tanggapan:

Kita bisa menggunakan Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset untuk mengelola sumber daya sekolah karena pendekatan tersebut merupakan strategi untuk mendayagunakan segala aset/sumber daya yang ada di sekolah. Pendekatan PKBA berfokus pada kekuatan/potensi aset yang dimiliki sekolah. 

Tentu saja bisa karena sekolah merupakan organisasi/lembaga yang memiliki unsur-unsur pendukung yang saling berinteraksi dan saling melengkapi. Pendekatan PKBA mengedepankan kemandirian dan keleluasaan sebuah sekolah untuk dapat mengatasi segala tantangan dan permasalahan yang dihadapinya dengan mengandalkan kekuatan dan potensi yang dimiliki sekolah. Dengan demikian, hasil yang diharapkan akan bisa tumbuh dan berkembang secara kontinyu. 

  • Apa contoh pengelolaan sumber daya sekolah kita dengan Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset? 

Tanggapan:

Contohnya ketika sekolah akan menjalankan sebuah program. Sekolah tentunya akan memetakan dan menganalisis segala aset yang dimiliki sebelumnya. Kemudian berupaya menggunakan dan mengelolanya dengan melibatkan semua komponen yang ada di sekolah demi keberhasilan pelaksanaan program tersebut. Komitmen, tanggung jawab dan kolaborasi semua warga sekolah dan pemangku kepentingan perlu dibangun agar program tersebut terselenggara dengan baik dan lancar.

  •  Bagaimanakah selama ini kita mengelola sumber daya? Apakah sudah menggunakan Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset? 

Tanggapan:

Selama ini, kita sudah mengelola sumber daya menggunakan Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset walaupun belum semuanya bisa dioptimalkan, artinya masih ada beberapa pihak yang belum dilibatkan secara optimal. Di sekolah saya, aset manusia yakni orang tua siswa dan masyarakat sekitar masih perlu diberdayakan lagi agar bisa mendukung dan memperlancar proses pelaksanaan pembelajaran. Pada intinya, pendekatan PKBA yang berfokus pada kekuatan aset/sumber daya yang dimiliki suatu sekolah seharusnya bisa diimplementasikan  pada komunitas sekolah demi tercapainya visi dan misi sekolah. 

  • Jika belum, bagaimana caranya kita mengelola dengan Pendekatan Pengembangan Sekolah Berbasis Aset? 

Tanggapan:

Pengelolaan sumber daya dengan pendekatan Pengembangan Sekolah Berbasis Aset harus didukung dengan pemenuhan tujuh aset utama dalam lingkungan sekolah.  Ke tujuh aset/modal tersebut meliputi modal manusia, sosial, fisik, lingkungan/alam, finansial, politik, agama dan budaya. Setiap modal tersebut harus saling mendukung dan melengkapi satu sama lain agar agar berdaya guna dan berdaya hasil. 

 

Studi Kasus 1

Ibu Lilin adalah salah satu guru di SMP favorit yang selalu diincar oleh para orang tua.  Sekolah tersebut juga selalu menduduki peringkat I rerata perolehan nilai UN. Murid-murid begitu kompetitif memperoleh nilai ulangan dan prestasi lainnya, dan dalam keseharian proses belajar mengajar, murid terlihat sangat patuh dan tertib. Bahkan, ada yang bergurau bahwa murid di sekolah favorit tersebut tetap antusias belajar meskipun jam kosong. 

Keadaan berubah semenjak regulasi PPDB Zonasi digulirkan.  Ibu Lilin mulai sering marah-marah di kelas karena karakter dan tingkat kepandaian murid-muridnya yang heterogen.  Sering terdengar, meja guru digebrak oleh Ibu Lilin karena kondisi kelas yang susah dikendalikan. Apalagi, jika murid-murid tidak kunjung paham terhadap materi pelajaran yang Ibu Lilin jelaskan.  Seringkali, begitu keluar dari kelas, raut muka Ibu Lilin merah padam dan kelelahan.  Suatu hari, ada laporan berupa foto dari layar telepon genggam yang menunjukkan tulisan tentang Ibu Lilin menjadi bulan-bulanan murid-murid di grup WhatsApp

Beberapa murid dipanggil oleh Guru BK.  Ibu Lilin juga berada di ruang konseling saat itu, beliau marah besar dan tidak terima penghinaan yang dilontarkan lewat pesan WA murid-muridnya. Bahkan, beliau memboikot, tidak akan mengajar jika murid-murid yang terlibat pembicaraan tersebut tidak dikeluarkan dari sekolah. Kasus tersebut terdengar pula oleh guru-guru sekolah non favorit. “Saya mah sudah biasa menghadapi murid nakal dan bebal.” Kata Bu Siti, yang mengajar di sekolah non favorit. 


Pertanyaan
Bagaimana Anda melihat kasus Ibu Lilin ini?
Hubungkan dengan segala aspek yang bisa didiskusikan dari materi modul ini, apa yang akan Anda lakukan apabila Anda sebagai Kepala Sekolah.

Tanggapan:

Jawaban Studi Kasus 1

Saya memandang kasus ini biasa dialami oleh guru yang tiba-tiba syok menemui perbedaan pada kondisi murid. Perbedaan tersebut yaitu ketika sebelumnya biasa menghadapi murid dengan daya kognitif, motivasi dan disiplin yang tinggi kemudian dengan adanya regulasi PPDB dengan jalur zonasi mendapatkan murid dari latar belakang yang beragam baik itu dari segi kognitif, motivasi maupun disiplin. Hal itu menyebabkan ibu Lilin menganggap semua itu merupakan kekurangan yang ada pada murid. Sebenarnya kondisi tersebut adalah sebuah tantangan bagi ibu Lilin untuk bisa menyelesaikan permasalahannya dengan mengoptimalkan kemampuannya sebagai pemimpin pembelajaran berbasis aset (aset SDM yang berupa murid). Di sini, ibu Lilin bisa menerapkan pembelajaran berdiferensiasi baik itu dengan diferensiasi konten, proses, maupun produk. Melalui pembelajaran berdiferensiasi, ibu Lilin dapat menggali kekuatan dan potensi yang ada pada murid yang bisa diberdayakan semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan pembelajaran. Jika ibu Lilin tidak bisa memanfaatkan kekuatan dan potensi siswa, tentunya akan muncul ketidaknyamanan secara emosional seperti mudah marah dan kelelahan sehingga memicu perasaan tidak suka dari pihak murid. 

Apabila saya sebagai kepala sekolah, saya akan menerapkan teknik coaching kepada Bu Lilin agar beliau bisa menggali dan mengembangkan kemampuannya dalam mengeksplorasi kekuatan dan potensi yang ada pada murid yang sekaligus sebagai aset kekuatan diri mereka agar mendapatkan kemerdekaan dalam belajar dan pada akhirnya tujuan pembelajaran bisa tercapai. 

Studi Kasus 2

Pak Pupur, guru yang dicintai para muridnya. Cara mengajarnya hebat, ramah, dan menyayangi murid layaknya anak sendiri.  Suatu ketika, Dinas Pendidikan daerah membuka lowongan pengawas sekolah. Kepala Sekolah merekomendasi Pak Pupur untuk mendaftar seleksi calon pengawas sekolah. Kepala sekolah memilih Pak Pupur untuk mengikuti seleksi karena selain berkualitas, dewan gurupun begitu antusias mendukung Pak Pupur  mengikuti seleksi calon pengawas sekolah. 

Secara portofolio, penghargaan kejuaraan perlombaan guru, karya alat peraga berbahan limbah yang Pak Pupur ikuti selalu bisa sampai mendapatkan penghargaan lomba tingkat nasional. Kecerdasannya pun juga luar biasa di mana nilai Uji Kompetensi Gurunya (UKG) bisa mencapai nilai 90, Namun, Pak Pupur justru merasa sedih direkomendasikan kepala sekolahnya mengikuti seleksi calon pengawas sekolah.


Pertanyaan
Bagaimana pendapat Anda mengenai sikap Pupur?
Apabila Anda sebagai Kepala Sekolah, apa yang bisa Anda lakukan?

Tanggapan:

Jawaban Studi Kasus 2 

Menurut saya, pak Pupur seharusnya bisa menerima rekomendasi tersebut dengan perasaan senang dan bersyukur atas kepercayaan, apresiasi dan dukungan yang diberikan oleh Kepala sekolah beserta segenap warga sekolah. Pak Pupur merupakan aset sumber daya yang bermutu karena memiliki banyak kekuatan dan kelebihan yang bisa menjadi modal utama untuk bisa lolos seleksi calon pengawas sekolah. Jika lolos seleksi dan menjadi pengawas sekolah, harapan dan impian untuk bisa mengubah ekosistem pendidikan ke arah yang lebih baik akan terpenuhi karena pak Pupur tidak hanya menggerakkan dan mengarahkan satu sekolah tetapi juga beberapa sekolah yang diampu sehingga peningkatan kualitas pendidikan bisa tercapai. 

Jika saya menjadi kepala sekolah, saya akan memberikan dukungan penuh terhadap pak Pupur dan mengimplementasikan teknik coaching untuk merangsang dan membangkitkan kepercayaan diri pak Pupur dan menyadarkannya akan kekuatan dan potensi yang ada pada dirinya sebagai modal menjadi seorang pengawas sekolah. 

 

3. RUANG KOLABORASI 




4. REFLEKSI TERBIMBING 

  • Apa yang menarik dari proses dan hasil pemetaan tentang sumber daya di daerah untuk sekolah Anda?

Tanggapan:

Hal yang menarik ketika memetakan sumber daya di daerah untuk mendukung pendidikan di sekolah saya yakni bahwa seorang pemimpin pembelajaran tentunya harus mampu memberdayakan segala kekuatan/aset dan potensi yang ada di sekolah untuk dikelola dan dikembangkan demi tercapaianya visi sekolah. Termasuk saya yang nantinya setelah lulus dari Pendidikan Guru Penggerak akan menjadi seorang pemimpin pembelajaran dan tentunya harus mampu juga menggali dan mengembangkan segala aset dan potensi di sekolah saya untuk memajukan pendidikan dan menciptakan iklim pembelajaran dan eksosistem pendidikan yang sesuai dengan visi dan misi pendidikan di sekolah saya pada khususnya dan secara nasional pada umumnya. 

  • Apakah pola pikir yang Anda pikirkan sebelum mempelajari modul ini? Apakah menggunakan pendekatan aset atau masalah?

Tanggapan:

Pola pikir saya sebelum mempelajari modul ini masih berfokus pada pendekatan berbasis masalah bukan pendekatan berbasis aset. Yang menjadi perhatian hanyalah permasalahan apa yang muncul atau apa kekurangan/kelemahan yang ada di sekolah dan kemudian dicarikan solusi/penyelesaian. Tentunya hal itu semua membutuhkan tenaga, waktu dan biaya yang tidak sedikit. Selain itu juga, terkait dengan pendekatan berbasis aset sebelum mempelajari modul ini, saya belum mampu mengoptimalkan segala aset/modal yang ada di sekolah karena saya belum memiliki pemahaman dan pengalaman yang cukup tentang cara pemanfaatan dan pengelolaannya. 

  • Jika ada perubahan? Sebutkan apa perbedaannya dan mengapa itu berubah?

Tanggapan:

Ya, tentunya ada perubahan. Setelah mempelajari modul 3.2 tentang pengelolaan sumber daya dengan menggunakan pendekatan aset (ABCD) Asset Based Community Development atau PKBA (Pengembangan Komunitas Berasis Aset), perbedaan jelas terlihat yang sebelumnya hanya berfokus pada masalah. PKBA memandu kita untuk memberdayakan aset yang ada bukan menyelesaikan masalah yang muncul. Saya juga memiliki pemahaman tentang pemanfaatn dan pengelolaan segala potensi, aset dan kekuatan yang dimiliki sekolah secara optimal yang nantinya bisa digunakan untuk menunjang pembelajaran di sekolah. Saya akhirnya bisa mengubah pola pikir dari cara menyelesaikan masalah menjadi upaya apa yang dilakukan untuk menggali dan memberdayakan segala potensi, aset dan kekuatan yang dimiliki sekolah. 

  • Apa yang perlu Anda lakukan jika Anda dapat terus berpikir dengan pendekatan berbasis aset?

Tanggapan:

Yang perlu saya lakukan dengan pendekatan berbasis aset adalah dengan senantiasa menjaga pola pikir positif menggunakan aset yang ada. Berpikir berbasis asset artinya kita berpikir berdasarkan apa yang kita miliki, berdasarkan kekuatan atau kekayaaan yang bisa dimanfaatkan demi kemajuan dan peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. Untuk mewujudkan hal tersebut, saya harus mampu membangun kolaborasi, kerjasama dan koordinasi dengan semua warga sekolah baik yang menjadi unsur biotik maupun abiotik untuk memberdayakan segala potensi/modal/aset secara optimal. 

  • Buatlah satu gambar/simbol/kata yang bisa menggambarkan apa yang Anda rasakan saat ini terkait pembelajaran. 




5. DEMONSTRASI KONTEKSTUAL 



6. ELABORASI PEMAHAMAN 




7. KONEKSI ANTAR MATERI 






MODUL 3.3 PENGELOLAAN PROGRAM BERDAMPAK PADA MURID


1. MULAI DARI DIRI 

Saat Bapak/Ibu bersekolah dulu, Bapak/Ibu tentu pernah mengikuti berbagai program/kegiatan di sekolah. Program/kegiatan itu dapat berupa program/kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler. 

Program/kegiatan intrakurikuler merupakan merupakan program/kegiatan utama sekolah yang dilakukan dengan menggunakan alokasi waktu yang telah ditentukan dalam struktur program sekolah. Program/Kegiatan ini dilakukan oleh guru dan murid dalam jam pelajaran setiap hari dan ditujukan untuk mencapai tujuan minimal dari setiap mata pelajaran dalam kurikulum. Sementara itu, program/kegiatan kokurikuler merupakan program/kegiatan yang dilaksanakan sebagai penguatan atau pendalaman kegiatan intrakurikuler. Program/kegiatan ini meliputi kegiatan pengayaan mata pelajaran, kegiatan ilmiah, pembimbingan seni dan budaya, dan/atau bentuk kegiatan lain yang dapat menguatkan karakter murid. Sedangkan program/kegiatan ekstrakurikuler adalah program/kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan sekolah, dan diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama, dan kemandirian murid. 

Nah, sekarang kami ingin Bapak/Ibu mengingat kembali dan melakukan refleksi terhadap pengalaman bapak/Ibu saat terlibat dalam berbagai program/kegiatan sekolah semasa menjadi murid tersebut.  Refleksi dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

1.    Apa kegiatan/programnya?

Tanggapan:

Ketika saya SMP, saya bersekolah di SMP Negeri 1 Singaraja dan ketika saya SMA, saya bersekolah di SMA Negeri 1 Singaraja kabupaten Buleleng, Bali. Saat masih SMP, saya terlibat aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler KIR (Kelompok Ilmiah Remaja) dan saat di SMA saya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler PMR selain masih juga mengikuti kegiatan ekstrakurikuler KIR. Saya kurang berminat mengikuti kegiatan ekstarkurikuler yang melibatkan olah fisik secara langsung seperti misalnya kegiatan olahraga. 

2.    Berperan sebagai apa Bapak/Ibu saat itu?

Tanggapan:

Dalam kegiatan ektrakurikuler KIR saya pernah berperan sebagai ketua maupun anggota kelompok penelitian. Saat itu, KIR di SMP saya berkembang pesat dan tidak jarang mengikuti berbagai kegiatan lomba baik tingkat kabupaten, provinsi bahkan nasional. Saya ikut berpartisipasi aktif dan bertanggung jawab penuh terhadap riset-riset yang kelompok saya lakukan saat itu. Sedangkan, ketika mengikuti kegiatan ekstrakurikuler PMR, sebagian besar peran saya sebagai peserta aktif yang terlibat dalam beragam kegiatan pada ekstrakurikuler tersebut. 

3.    Bagaimana perasaan Bapak/Ibu saat itu?

Tanggapan:

Saya sangat senang dan bangga bisa berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan tersebut karena saat itu ekstrakurikuler KIR baik di SMP maupun SMA merupakan kegiatan ekstrakurikuler favorit yang banyak peminatnya karena terbukti mampu mencetak remaja-remaja yang mandiri, bernalar kritis dan mampu memecahkan setiap permasalahan. Saya merasa bermanfaat dan mampu memberikan kontribusi baik terhadap diri sendiri, teman dan juga sekolah. 

4.    Mengapa pengalaman tersebut berkesan untuk Bapak/Ibu?

Tanggapan:

Pengalaman yang saya dapatkan baik di kegiatan KIR maupun PMR sangat berkesan, terutama dalam kegiatan ekstrakurikuler KIR karena saya sering mengikuti berbagai kegiatan study tour yang sangat bermanfaat dan menjadi bekal pengetahuan dan pengalaman hingga saat ini. Selain melakukan penelitian baik di sekolah maupun di masyarakat, saya juga melakukan penelitian di luar daerah melalui study tour. Banyak pengetahuan dan pengalaman yang bisa saya peroleh sebagai bekal seorang pelajar. Pengetahuan dan pengalaman juga saya dapatkan pada kegiatan ekstrakurikuler PMR melalui berbagai ajang lomba dan study banding.  

5.    Apa pembelajaran yang bapak/ibu ambil dari kegiatan/ program tersebut?

Tanggapan:

Banyak pembelajaran yang saya peroleh melalui kegiatan-kegiatan tersebut, diantaranya saya dilatih untuk menjadi murid yang mandiri, bertanggung jawab, bernalar kritis dan solutif serta menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran saya sendiri. 

6.    Bagaimana pengalaman tersebut berdampak pada Ibu/Bapak sekarang?

Tanggapan:

Dampak nyata pengalaman yang saya dapatkan melalui kegiatan ekstrakurikuler tersebut yakni saya memiliki bekal pengetahuan dan pengalaman yang bisa saya bagikan ke murid-murid saya sekarang sebagai pembentukan nilai-nilai karakter mandiri, bertanggung jawab, bernalar kritis, solutif, kolaboratif dan juga kerjasama yang nantinya berujung pada penguatan Profil Pelajar Pancasila. 


2. EKSPLORASI KONSEP

Kepemimpinan Murid

Apakah kepemimpinan murid?

Dari paket modul 1 dan 2 sebelumnya, Bapak/Ibu telah belajar bahwa murid harus menjadi dasar bagi semua pengambilan keputusan yang kita buat di sekolah. Melalui filosofi dan metafora “menumbuhkan padi”, Ki Hajar Dewantara mengingatkan kita bahwa dalam mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada murid,  kita harus secara sadar dan terencana membangun ekosistem yang mendukung pembelajaran murid sehingga mampu memekarkan mereka sesuai dengan kodratnya. Dengan demikian, saat kita merancang sebuah program/kegiatan pembelajaran di sekolah, baik itu intrakurikuler, ko-kurikuler, atau ekstrakurikuler, maka murid juga seharusnya menjadi pertimbangan utama. Pertanyaannya kemudian adalah sejauh mana kita dapat menempatkan murid dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan program/kegiatan pembelajaran tersebut?

 “Sesungguhnya alam-keluarga itu bukannya pusat pendidikan individual saja, akan tetapi juga suatu pusat untuk melakukan pendidikan sosial. Orangtua harus melakukan pendidikan bersama dengan pusat-pusat pendidikan, dan terhubung dengan kaum guru dan pengajar [Ki Hadjar Dewantara dalam Wasita, Tahun ke-1 No.3, Mei 1993]”

Kita semua tentu sepakat bahwa murid-murid kita dapat melakukan lebih dari sekedar menerima instruksi dari guru. Mereka secara natural adalah seorang pengamat, penjelajah, penanya, yang memiliki rasa ingin tahu atau minat terhadap berbagai hal. Lewat rasa ingin tahu serta interaksi dan pengalaman mereka dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya, mereka kemudian membangun sendiri pemahaman tentang diri mereka, orang lain, lingkungan sekitar, maupun dunia yang lebih luas. Dengan kata lain, murid-murid kita sebenarnya memiliki kemampuan atau kapasitas untuk mengambil bagian atau peranan dalam proses belajar mereka sendiri. Namun, terkadang guru atau orang dewasa memperlakukan murid-murid seolah-olah mereka tidak mampu membuat keputusan, pilihan atau memberikan pendapat terkait dengan proses belajar mereka. Kadang-kadang kita bahkan tanpa sadar membiarkan murid-murid kita secara sengaja menjadi tidak berdaya (learned helplessness), dengan secara sepihak memutuskan semua yang harus murid pelajari dan bagaimana mereka mempelajarinya, tanpa melibatkan peran serta mereka dalam proses pengambilan keputusan tersebut. 

Agar kita dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi proses pembelajarannya sendiri, maka kita perlu memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri, sehingga  potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik.  Peran kita adalah:

1.        Mendampingi murid agar pengembangan potensi kepemimpinan mereka tetap sesuai dengan kodrat,      konteks dan kebutuhannya.

2.      Mengurangi kontrol kita terhadap mereka

Saat murid memiliki kontrol atas apa yang terjadi, atau merasa bahwa mereka dapat mempengaruhi sebuah situasi inilah, maka murid akan memiliki apa yang disebut dengan “agency”.  Agency berasal dari bahasa inggris yang diartikan sebagai kapasitas seseorang untuk mempengaruhi fungsi dirinya dan arah jalannya peristiwa melalui  tindakan yang dibuatnya. Murid mendemonstrasikan “student agency”  ketika mereka mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan, menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar, mengkomunikasikan pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tindakan nyata sebagai hasil proses belajarnya.

Mengingat bahwa kata agency ini belum ada padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia, maka untuk kepentingan pembahasan di dalam modul ini, maka istilah student agency ini selanjutnya akan diterjemahkan sebagai “kepemimpinan murid”.

Jika kita mengacu pada OECD (2021), ‘kepemimpinan murid’ berkaitan dengan pengembangan identitas dan rasa memiliki. Ketika murid mengembangkan agency, mereka mengandalkan motivasi, harapan, efikasi diri, dan growth mindset (pemahaman bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat dikembangkan) untuk menavigasi diri mereka menuju kesejahteraan lahir batin (wellbeing). Hal inilah yang kemudian memungkinkan mereka untuk bertindak dengan memiliki tujuan, yang membimbing mereka untuk berkembang di masyarakat.

Konsep kepemimpinan murid  sebenarnya berakar pada prinsip bahwa murid memiliki kemampuan dan keinginan untuk secara positif mempengaruhi kehidupan mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka. Kepemimpinan murid dapat dilihat sebagai kapasitas untuk menetapkan tujuan, melakukan refleksi dan bertindak secara bertanggung jawab untuk menghasilkan perubahan. Kepemimpinan murid adalah tentang murid yang bertindak  secara aktif; dan membuat keputusan serta pilihan yang bertanggung jawab, daripada hanya sekedar menerima apa yang ditentukan oleh orang lain. Ketika murid menjadi agen dalam pembelajaran mereka sendiri, yaitu ketika mereka berperan aktif dalam memutuskan apa dan bagaimana mereka akan belajar, maka mereka cenderung menunjukkan motivasi yang lebih besar untuk belajar dan lebih mampu menentukan tujuan belajar mereka sendiri. Lewat proses yang seperti ini, murid-murid akan secara natural mempelajari keterampilan belajar (belajar bagaimana belajar). Keterampilan belajar ini adalah sebuah keterampilan yang sangat penting, yang dapat dan akan mereka gunakan sepanjang hidup mereka.

Saat murid menjadi pemimpin dan mengambil peran aktif dalam proses pembelajaran mereka sendiri, maka hubungan yang tercipta antara guru dengan murid akan mengalami perubahan, karena hubungannya akan menjadi bersifat kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat kemitraan ini, saat murid belajar mereka akan:

  • berusaha untuk memahami tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya
  •  menunjukkan keterlibatan dalam proses pembelajaran
  • menunjukkan tanggung jawab dalam proses pembelajaran mereka sendiri.
  • menunjukkan rasa ingin tahu
  •  menunjukkan inisiatif
  •  membuat pilihan-pilihan tindakan
  • memberikan umpan balik kepada satu sama lain.

 Di sisi lain, guru yang akan mengambil peranan sebagai mitra murid dalam belajar akan:

  • berusaha secara aktif mendengarkan, menghormati dan menanggapi ide-ide, pendapat, pertanyaan, aspirasi dan perspektif  murid-murid mereka.
  • memperhatikan kemampuan, kebutuhan, dan minat murid-murid mereka untuk memastikan  proses pembelajaran sesuai untuk mereka.
  • mendorong murid untuk mengeksplorasi minat mereka dengan memberi mereka tugas-tugas terbuka.
  • menawarkan kesempatan kepada murid untuk menunjukkan kreativitas dan mengambil risiko.
  • mempertimbangkan sejauh mana tingkat bantuan yang harus diberikan kepada murid berdasarkan informasi yang mereka miliki
  • menunjukkan minat dan keingintahuan untuk mendengarkan dan menanggapi setiap aktivitas murid untuk memperluas pemikiran mereka.


Kepemimpinan Murid dan Profil Pelajar Pancasila

Populasi manusia Indonesia usia sekolah di masa sekarang, dalam 10-15 tahun mendatang akan menjadi populasi terbanyak dan mendominasi usia produktif masyarakat Indonesia. Ini sering kita sebut sebagai bonus demografi jika saja kita dapat menumbuhkan manusia produktif Indonesia yang berkarakter baik. Namun sebaliknya, jika karakter yang bertumbuh adalah justru karakter buruk, maka “kutukan” demografi-lah yang akan Indonesia dapatkan. Profil Pelajar Pancasila sebenarnya adalah visi dan harapan Indonesia untuk karakter warganya di masa mendatang. Profil Pelajar Pancasila adalah muara dari konsep merdeka belajar dan pemelajar sepanjang hayat yang ingin dibangun lewat upaya penumbuhkembangan kepemimpinan murid. Melalui upaya menumbuhkembangkan kepemimpinan murid kita menyediakan kesempatan murid untuk mengembangkan profil positif dirinya, yang kemudian diharapkan dapat  mewujud sebagai pelajar Pancasila yang tidak hanya menjadi pribadi yang merdeka, namun juga menjadi pribadi yang memerdekakan bangsanya.    

Jika kita telaah lebih lanjut, dengan menumbuhkembangkan kepemimpinan murid maka secara bersamaan kita sebenarnya juga membangun karakter murid yang:

  • beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid akan mendorong murid mengembangkan berbagai sikap-sikap positif yang merupakan pengejawantahan dari iman, ketakwaan dan akhlak mulia.
  • berkebinekaan global. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid akan melatih murid-murid kita untuk memiliki  pemikiran dan wawasan yang terbuka. Mereka akan terbiasa untuk melihat perbedaan, menghargai beragam perspektif sehingga diharapkan dapat hidup ditengah-tengah masyarakat yang majemuk, yang mampu menghadapi perbedaan dan perubahan, baik dalam lingkup lokal maupun global. 
  • mampu bergotong royong. Kepemimpinan murid memungkinkan murid  untuk terlibat dan berinteraksi dengan orang lain, bekerjasama dan berkontribusi dalam masyarakat yang lebih luas.
  • mandiri. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid mendorong murid untuk mengambil kontrol dan bertanggung jawab pada proses pembelajarannya sendiri.
  • dapat berpikir kritis. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid mendorong murid untuk memiliki kemampuan berpikir kritis karena mereka akan belajar untuk  membuat pilihan dan membuat keputusan yang bertanggung jawab. 
  • kreatif. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid memungkinkan murid untuk terekspos pada pengalaman belajar otentik yang menuntut mereka untuk mampu melihat permasalahan dan secara kreatif berusaha mencari solusi atas  permasalahan tersebut.

Contoh Program/Kegiatan Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice), Pilihan dan Kepemilikan Murid

Untuk lebih memperdalam pemahaman Bapak/Ibu terkait dengan elemen pilihan, kepemilikan dan suara ini, silahkan Bapak/Ibu lihat beberapa contoh program atau kegiatan sekolah yang disajikan dalam narasi situasi dan video berikut ini.

Situasi 1

Bu Dian mengajar di Kelas 1 SD. Di awal tahun ajaran baru ia ingin melibatkan murid-muridnya mengatur sendiri ruang kelas mereka. Bu Dian ingin murid-muridnya memiliki  rasa kepemilikan terhadap kelas mereka sehingga mereka akan secara sadar menjaga dan memelihara kelasnya dengan baik. Ia kemudian meminta murid-muridnya untuk bekerja kelompok merancang layout kelas. Setiap kelompok diberikan selembar kertas dan mendiskusikan lalu memutuskan dimana mereka akan meletakkan loker, kursi, meja, tempat sampah, keranjang buku, lemari buku, meja guru, dsbnya.  Karena murid-murid kelas 1 belum bisa menulis, maka mereka boleh menggambar.  Setelah itu setiap kelompok akan menjelaskan layout kelas kelompok mereka di depan kelas. Murid-murid lain dapat memberikan pertanyaan tentang layout tersebut. Setelah semua kelompok melakukan presentasi, mereka kemudian harus memutuskan layout mana yang akan dipilih untuk diimplementasikan. Setelah dilakukan pemilihan, terpilihlah satu layout yang paling ingin diimplementasikan oleh murid di kelas tersebut. Namun, Ibu Dian lalu menyadari bahwa layout pilihan tersebut menurut kacamata dia sebagai guru sepertinya adalah layout yang “paling sulit untuk dilakukan dan paling tidak efektif”. Namun karena itu yang paling banyak dipilih, dan karena Ibu Dian ingin menghargai pilihan murid,  Ibu Dian tetap mewujudkan layout tersebut. Setelah beberapa hari mengimplementasikan layout tersebut, Ibu Dian bertanya kepada murid-muridnya “apakah menurut kalian, layout ini membantu kalian untuk belajar, bergerak dan berinteraksi dengan baik di kelas?”. Bu Dian  memberikan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk membantu siswa berefleksi. Ternyata murid-murid Ibu Dian juga merasa bahwa layout tersebut tidak efektif. Ada yang yang bilang tempat sampahnya ternyata kejauhan. Atau ternyata letak lemari bukunya menghalangi orang  untuk melihat ke luar jendela. Setelah melakukan refleksi, Ibu Dian lalu mengajak murid-muridnya untuk memberikan saran bagaimana agar layout kelas mereka bisa lebih efektif. Berdasarkan masukan murid-murid, di minggu berikan layout kelas mereka pun diubah kembali menjadi lebih efektif.

 Situasi 2

Murid-murid Pak Waluyo, guru Kelas 5 SD, sedang mempelajari sebuah unit pembelajaran tentang “Pesawat Sederhana”. Mereka mempelajari tentang konsep “gaya fisika” dan berbagai alat bantu sederhana  (misalnya tuas, katrol,  bidang miring, dsb.) yang dapat memudahkan pekerjaan manusia. Mereka juga mempelajari tentang kerja pesawat sederhana. Salah satu kegiatan belajar yang dilakukan Pak Waluyo adalah mengajak murid menemukan berbagai contoh pesawat sederhana yang ada atau digunakan di sekolah mereka, misalnya seperti perosotan, jungkat-jungkit, bidang miring, dan lain-lain. Murid-murid juga diajak untuk mendiskusikan bagaimana pesawat sederhana tersebut bekerja. Mereka pun melanjutkan diskusi dan pembelajaran di kelas dengan melakukan riset, eksperimen, dsb, baik dalam bentuk kerja kelompok maupun individual. Sebagai tugas sumatif, mereka mendapatkan tugas kelompok berupa proyek merancang sebuah model alat, yang mengaplikasikan konsep-konsep terkait  pesawat sederhana untuk menyelesaikan permasalahan di sekolah mereka. Jadi murid diminta untuk mengidentifikasi permasalahan yang ingin dipecahkan, pesawat sederhana yang dapat digunakan, membuat desain modelnya dengan bahan-bahan bekas dan sederhana, kemudian mempresentasikannya. Usai sesi presentasi dan refleksi bersama, Pak Waluyo kemudian kembali mengundang murid untuk berpikir soal aksi nyata yang dapat mereka lakukan dengan pengetahuan “pesawat sederhana” yang baru saja mereka pelajari, untuk menyelesaikan permasalahan di tengah masyarakat dan lingkungan sekitar mereka. Dalam proses ini, masalah, ide, rencana, inovasi solusi, dan eksekusinya diserahkan kepada murid untuk dikerjakan secara mandiri dengan dukungan Pak Waluyo sebagai guru, dan orang tua. Dari tantangan tersebut,  ternyata kemudian muncul beberapa solusi nyata dan orisinil dari murid. Salah satunya, datang dari salah satu murid yang gemar berenang dan menjadi tim renang di klub renang dekat rumahnya. Ia mencermati bahwa balok start kolam renang di klub renang mereka terlalu miring dan  permukaannya terlalu licin, sehingga menurutnya itu tidak aman. Sang Murid kemudian menyusun penjelasan yang melandasi kekhawatirannya itu berdasarkan pemahamannya tentang friksi  gesekan dan gaya yang bekerja pada bidang miring. Ia khawatir  saat anak-anak menggunakan kolam renang tersebut dan mereka tidak hati-hati, maka akan berbahaya. Ia juga berkonsultasi dengan orangtua dan Pak Waluyo untuk menguatkan argumen yang disusunnya. Akhirnya, sang murid dengan bantuan Pak Waluyo membuat janji bertemu dengan pengelola kolam. Murid tersebut kemudian mempresentasikan kekhawatiran dan rekomendasi perbaikan balok star tersebut. Pengelola kolam sangat kagum dan langsung merencanakan untuk masuk segera dalam proyek perbaikan bulan mendatang. Tak lama kemudian, balok star  itu pun selesai diperbaiki.

Situasi 3

Di masa Pandemi ini, Ibu Santi, seorang guru PAUD sangat menyadari bahwa meskipun murid-murid belajar dari rumah, murid-murid harus tetap mendapatkan pengalaman belajar yang akan membantu mereka mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak secara maksimal. Kebetulan, sekolahnya menerapkan sistem Belajar dari Rumah, yang mengkombinasikan pembelajaran sinkron dan asinkron. Di dalam jadwal pelajaran setiap harinya, akan ada waktu murid bertemu guru secara daring melalui Google Meet, namun akan ada juga waktu bagi murid-murid ini untuk melakukan kegiatan secara mandiri di rumah. Tujuannya, disamping agar murid-muridnya tidak terlalu lama berhadapan dengan layar komputer, namun yang paling penting Ibu Santi merasa murid-muridnya yang masih kecil-kecil ini perlu untuk belajar melalui kegiatan yang bersifat nyata. Bu Santi kemudian membuat rancangan aktivitas pembelajaran yang tertuang dalam bentuk ‘Choice Board’ atau “Papan Pilihan”. Choice board ini berbentuk kotak-kotak (terdiri dari 9 kotak). Di dalam setiap kotak dalam kisi-kisi tersebut, bu Santi menuliskan instruksi untuk berbagai aktivitas berbeda yang dapat dilakukan oleh murid dalam satu hari. Instruksinya  cukup sederhana dan juga dilengkapi dengan gambar.  Jenis aktivitasnya juga sederhana, namun meliputi aktivitas yang mengembangkan keterampilan kognitif, fisik- motorik, bahasa, sosial emosional, moral-agama, dan seni.  Salah satu kotak dari 9 kotak tersebut juga dikosongkan oleh bu Santi untuk memberikan kesempatan murid menentukan sendiri satu kegiatan yang ingin mereka lakukan bersama orang tua.

Beberapa contoh kegiatan yang dimasukkan dalam grid tersebut,misalnya:

di kotak 1: bu Santi meminta murid membuka dan menutup sebanyak mungkin tutup botol atau toples yang ada di rumah.
di kotak 2: bu Santi meminta murid ke luar rumah, melihat awan, dan kemudian menggambarnya.
di kotak 3: bu Santi meminta murid untuk menghitung jumlah kaus yang ada di lemari pakaiannya dan mengidentifikasi warnanya.
di kotak 4: bu Santi meminta murid untuk melihat ke dapur mereka dan mengidentifikasi ada warna apa yang mereka lihat di sana.
dsb.

Kesemua aktivitas yang diminta dapat dilakukan secara mandiri oleh murid atau dengan sedikit supervisi dari orang tua atau orang dewasa di rumah.  Choice Board dibuat oleh guru dalam bentuk yang menarik dan dikirimkan oleh guru kepada orang tua melalui grup whatsapp. Choice board ini akan dikirimkan kepada orang tua setiap minggu sekali dan akan terdiri dari choice board yang berbeda setiap harinya (ada choice board untuk Senin, Selasa, dsb). Terkadang, di choice board yang berbeda hari akan ada kegiatan yang berulang, karena ada beberapa keterampilan yang memang harus dilatih, sehingga menurut bu Santi pengulangan perlu dilakukan. Saat pertemuan di Google Meet di pagi hari, bu Santi akan menjelaskan instruksi-instruksi yang ada dalam choice board tersebut. Ibu Santi memperbolehkan murid untuk memilih kegiatan apa saja yang mereka ingin lakukan, mana kegiatan yang ingin dilakukan lebih dulu dan kapan mereka mau melakukannya. Murid juga dipersilahkan memberikan ide kegiatan pada guru yang akan kemudian dimasukkan oleh guru dalam choice board di hari berikutnya. Karena bu Santi memahami orang tua mungkin bukan guru, maka setiap akhir minggu (biasanya di hari Jumat) bu Santi juga akan meluangkan waktu untuk bertemu dengan para orang tua murid untuk menjelaskan choice board untuk seminggu ke depan. Bu Santi akan menjelaskan maksud dari setiap kegiatan yang diberikan, tujuannya dan bagaimana orang tua atau orang dewasa lain di rumah dapat membantu memastikan agar tujuan pembelajaran bisa tercapai. (misalnya: pertanyaan apa yang harus diajukan pada murid saat mereka melakukan kegiatan tersebut, panduan pengerjaannya, dsbnya). Bu Santi ingin orang tua tidak hanya memastikan murid mengerjakan aktivitasnya, tetapi juga memahami tujuan pembelajaran dibaliknya. Di hari berikutnya, saat pertemuan google meet kembali, bu Santi kemudian akan meminta murid-muridnya untuk melakukan refleksi terhadap kegiatan yang telah dilakukan di hari sebelumnya.

 Situasi 4

Dalam masa pandemi ini, Pak Bahri, seorang kepala sekolah SMA merasa galau karena sudah selama 1 tahun ajaran, semua kegiatan ekstra kurikuler di sekolahnya harus dihentikan. Ia merasa murid-muridnya masih perlu melakukan berbagai kegiatan yang dapat mengasah minat dan bakat murid, meskipun di masa pandemi. Namun ia bingung, dengan segala keterbatasan di masa pandemi ini, kira-kira kegiatan apa yang menarik minat murid dan masih memungkinkan untuk dapat dilakukan secara daring. Ia kemudian mengajak murid-murid yang menjadi anggota OSIS untuk bertemu secara daring. Setelah menanyakan kabar, perasaan, dan umpan balik mereka tentang kegiatan pembelajaran daring yang selama ini dilakukan, barulah Pak Bahri kemudian menyampaikan kegalauannya. Ia tanyakan apakah murid-murid merasakan kegalauan yang sama dengannya. Dari pertemuan tersebut, ia mengetahui ternyata murid-murid juga merasakan kegalauan yang sama. Ia lalu menanyakan apakah anak-anak memiliki saran atau gagasan, bagaimana mereka dapat tetap mengadakan kegiatan ekstrakurikuler, walaupun secara daring, dan apa saja kegiatan-kegiatan yang sekiranya menarik minat murid-murid. Ternyata, murid-murid memiliki banyak sekali gagasan yang luar biasa tentang ragam aktivitas yang dapat dilakukan.  Namun, ada beberapa kegiatan yang disarankan yang sepertinya sulit untuk dilakukan, karena Pak Bahri merasa bahwa tidak ada guru yang memiliki keahlian untuk dapat mengajarkan kegiatan tersebut. Pak Bahri pun menyampaikan kesulitan tersebut kepada para anggota OSIS. Ternyata, murid-murid malah memberikan ide untuk meminta agar murid saja yang mengajar kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Mereka rupanya mengetahui ada salah satu teman mereka yang “ahli’ melakukan hal tersebut. Mereka mengatakan,  guru cukup mensupervisi kegiatannya saja, tetapi murid yang memang memiliki keahlian tersebutlah yang akan mengajarkan teknik-tekniknya. Mereka juga bahkan mengajukan diri untuk membantu membujuk anak tersebut agar bersedia menjadi ‘guru’ untuk kegiatan ekstra kurikuler tersebut. Akhirnya, atas kesepakatan bersama, mereka memutuskan untuk melakukan beberapa kegiatan ekstrakurikuler. Ada kegiatan yang diajar oleh guru, dan untuk beberapa kegiatan yang tidak dapat diajarkan oleh guru, diajarkan oleh murid-murid dengan supervisi guru. Mereka lalu mendiskusikan jadwal, sumberdaya yang diperlukan, dan pengorganisasiannya. Dibantu oleh OSIS akhirnya kegiatan tersebut dipromosikan dan ternyata, animo murid untuk terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler tersebut sangat besar.  Pak Bahri pun merasa senang.

 

Situasi 5.

Dalam satu kesempatan, sebuah SMK menjalankan pembelajaran terintegrasi berbasis proyek. Mata pelajaran normatif yang terkait adalah Bahasa Indonesia (BI), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai mata pelajaran adaptif, dan mata pelajaran Teknologi Pakan Ternak (TPK) sebagai mata pelajaran produktif. Guru pelajaran TPK menantang murid untuk mengidentifikasi potensi pakan ternak organik dari lingkungan dan masyarakat sekitar berikut permasalahannya, kemudian menawarkan solusi untuk mengembangkannya. Tawaran solusi akan dipaparkan melalui presentasi yang secara teknis akan dinilai oleh Guru TIK dan secara konten bahasa akan dinilai oleh Guru BI. Dalam perjalanan, para murid terlebih dahulu memutuskan untuk menciptakan pakan ternak organik bagi peternakan ayam negri (broiler) di sekolahnya. Selama ini pakan yang digunakan adalah pakan jadi yang dibeli oleh sekolah. Para murid kemudian mencari, dan menguji coba berbagai sumber pakan organik di sekitar lingkungan mereka dan mengolahnya menjadi pakan ayam broiler. Akhirnya, mereka pun menemukan sumber pakan yang paling cocok dan ekonomis untuk skala produksi kala itu adalah cacing sutra yang diternak cukup banyak oleh masyarakat di sekitar sekolah. Setelah beberapa uji coba, mereka juga menemukan bahwa daging ayam broiler yang mengkonsumsi pakan dengan bahan utama cacing sutra memiliki massa daging lebih banyak dibanding yang mengkonsumsi pakan ternak biasa. Sekolah melihat hal ini dan menghubungkan para murid dengan media TV lokal untuk membagikan apa yang mereka lakukan. Tak dikira, hal tersebut dianggap menarik oleh sebuah waralaba ayam goreng internasional yang beroperasi di kabupaten mereka dan memutuskan untuk menguji dan akhirnya menyatakan bahwa produk daging ayam broiler murid-murid ini layak untuk digunakan.  Para murid pun diminta untuk memasok sebagian daging ayam untuk franchise tersebut. Selain memproduksi sendiri daging ayam broiler di sekolah, para murid juga mengajak masyarakat peternak broiler di sekitar sekolah untuk menggunakan pakan buatan mereka sehingga menghasilkan volume daging yang cukup untuk memasok daging ayam ke waralaba tersebut.

 Situasi 6

Dalam perjalanan menuju sekolah, seorang murid di sebuah SMK jurusan mesin melihat seorang ibu yang mengalami kesulitan saat memarut kelapa karena parutan sudah rusak. Melihat hal itu, murid mempunyai ide untuk dapat membantu kesulitan ibu tersebut dengan memanfaatkan alat yang ada di sekolah untuk dibuat mesin parut kelapa. Meskipun berbagai jenis  mesin parut kelapa sudah banyak tersedia, tapi murid itu berkeinginan untuk memanfaatkan bahan-bahan bekas yang dimiliki sekolahnya. Gagasan untuk membuat mesin parut sederhana kemudian disampaikan kepada Bu Sri, gurunya. Setelah mendengarkan cerita dan gagasan murid, Bu Sri menyetujui dan memberikan kesempatan pada murid untuk mencari solusi permasalahan tersebut. Bu Sri meminta mereka mencari tahu dan mempelajari tentang cara kerja mesin parut yang sederhana terlebih dulu. Karena pembuatan mesin parut bukan hal yang cukup mudah, murid berinisiasi untuk bekerja bersama dengan beberapa murid. Dengan bimbingan guru mereka pun dapat mengembangkan ide dan alternatif jenis alat, bahan, cara kerja mesin yang dapat membantu pekerjaan memarut kelapa tersebut. Dalam kurun waktu kurang dari seminggu, sebuah mesin parut sederhana sudah berhasil diciptakan. Murid-murid mulai menguji cobakan jalannya mesin tersebut, ternyata ada beberapa bagian yang terasa belum bisa digunakan secara efektif dan efisien. Melihat hal tersebut, dilakukan diskusi bersama, masing-masing menyampaikan ide-ide dan mencari berbagai alternatif solusi agar mesin itu bisa bekerja dengan efektif dan efisien. Dengan menggunakan alternatif solusi dari beberapa murid, mesin itu pun diujicobakan kembali. Hasil kerja mesin tersebut ternyata dapat bekerja dengan baik sesuai yang diharapkan. Pada akhirnya murid tersebut membuat 2 mesin sederhana untuk memarut kelapa dan menyerahkan kepada ketua lingkungan setempat.  Ketua lingkungan yang diwakili oleh RT dan RW setempat mengapresiasi hasil karya murid SMK tersebut dan meminta mereka untuk berbagi keterampilan membuat mesin pemarut kelapa sederhana kepada pemuda di  Karang Taruna lingkungan. Pihak RT dan Rw menyediakan fasilitas tempat, peralatan, dan bahan-bahan yang diperlukan oleh murid-murid.   Pihak sekolah menyambut baik dan memberikan kesempatan lagi kepada murid-murid untuk mendiskusikan dan mempersiapkan kegiatan  berbagi keterampilan kepada pemuda di lingkungan  sekitar sekolah.


Klik Kepemimpinan Murid (2).  

 

     Berikut contoh program yang berdampak pada murid yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Kubu. 

Nama program : Literasi 'Matembang'

Ini merupakan kegiatan kokurikuler di SMA Negeri 1 Kubu karena dapat menguatkan karakter murid. Kegiatan ini mengambil alokasi waktu 2 jam pelajaran dalam struktur kurikulum dan dilaksanakan setiap hari Kamis sebelum kegiatan intrakurikuler dimulai. Adapun dasar yang melatarbelakangi kegiatan ini yaitu upaya sekolah dalam menguatkan literasi murid dan sekaligus sebagai upaya pemeliharaan dan pelestarian sastra dan budaya Bali yang juga merupakan kebijakan Pemerintah Provinsi Bali. Tembang Bali dibedakan menjadi empat yakni sekar rare (Lagu anak), sekar alit (Tembang macepat), sekar madya (Kidung), dan sekar agung (Wirama atau cerita tentang kepahlawanan). Jenis tembang macepat biasanya menyelipkan pesan-pesan tentang kehidupan yang dijadikan sebagai pegangan dalam berperilaku di masyarakat. Pada kegiatan literasi 'Matembang' di SMA Negeri 1 Kubu, Sekar Alit (Tembang macepat dalam hal ini Pupuh) dipilih sebagai upaya untuk menguatkan literasi dan karakter murid. Pupuh-pupuh yang ditentukan dan relevan dalam kehidupan para murid yang sedang berada dalam masa menuntut ilmu adalah Pupuh Ginada dan Pupuh Ginanti. Pupuh Ginada menyelipkan pesan bahwa jangan cepat berpuas diri karena dalam hidup harus terus belajar. Sedangkan dalam Pupuh Ginanti mengandung ajaran moral bahwa pengetahuan adalah senjata atau bekal dalam mengarungi kehidupan. 

Melalui kegiatan literasi 'Matembang' ini, murid-murid SMA Negeri 1 Kubu diharapkan bisa memaknai dan mengaktualisasikan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pupuh-pupuh tersebut sebagi bentuk penguatan literasi dan karakter serta pelestarian sastra dan budaya Bali. 

 

3. RUANG KOLABORASI 





4. REFLEKSI TERBIMBING 





5. DEMONSTRASI KONTEKSTUAL 



6. ELABORASI PEMAHAMAN 



7. KONEKSI ANTAR MATERI 



8. AKSI NYATA 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar