MODUL 2.1 MEMENUHI KEBUTUHAN BELAJAR MURID MELALUI PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI
1. MULAI DARI DIRI
Klik Mulai Dari Diri Part 2.
Klik Mulai Dari Diri Part 3.
Klik Mulai Dari Diri Part 4.
2. EKSPLORASI KONSEP
Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi
Bayangkanlah
kelas yang Anda ajar saat ini.
Ingatlah satu persatu murid di kelas Anda. Bagaimanakah
karakteristik setiap anak di kelas Anda? Tahukah Anda apa kekuatan mereka?
Bagaimana gaya belajar mereka? Apa minat mereka? Siapakah yang memiliki
keterampilan menghitung paling baik di kelas Anda? Siapakah yang sebaliknya?
Siapakah yang paling menyukai kegiatan kelompok? Siapakah yang justru selalu
menghindar saat bekerja kelompok? Siapakah yang level membacanya paling tinggi?
Siapakah murid yang masih perlu dibantu untuk meningkatkan keterampilan
memahami bacaan mereka? Siapakah yang paling senang menulis? Siapakah yang
lebih senang berbicara?
Setiap harinya, tanpa disadari, guru dihadapkan oleh
keberagaman yang banyak sekali bentuknya. Mereka secara terus menerus menghadapi
tantangan yang beragam dan kerap kali harus melakukan dan memutuskan banyak hal
dalam satu waktu. Keterampilan ini banyak yang tidak disadari oleh para guru,
karena begitu naturalnya hal ini terjadi di kelas dan betapa terbiasanya guru
menghadapi tantangan ini. Berbagai usaha mereka lakukan yang tentu saja
tujuannya adalah untuk memastikan setiap murid di kelas mereka sukses dalam
proses pembelajarannya.
Bu Renjana adalah guru kelas 3 SD dengan jumlah murid
sebanyak 32 murid. Di antara 32 murid di kelasnya tersebut, Bu Renjana
memperhatikan bahwa 3 murid selalu selesai lebih dahulu saat diberikan tugas
menyelesaikan soal-soal perkalian. Karena dia tidak ingin ketiga anak ini tidak
ada pekerjaan dan malah mengganggu murid lainnya, akhirnya ia berinisiatif
untuk menyiapkan lembar kerja tambahan untuk 3 anak tersebut. Jadi jika
anak-anak lain mengerjakan 15 soal perkalian, maka untuk 3 anak tersebut, Bu
Renjana menyiapkan 25 soal perkalian.
Berdasarkan
ilustrasi kelas tersebut, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
- Menurut
Anda, apakah strategi yang dilakukan oleh Ibu Renjana tepat? Jika ya,
mengapa? Jika tidak, mengapa?
- Jika
Anda adalah Ibu Renjana, apakah yang akan Anda lakukan? Jelaskanlah
mengapa Anda melakukan hal tersebut.
Tanggapan:
- Menurut saya strategi yang dilakukan ibu Renjana kurang tepat. Memang diharapkan guru memberikan soal pengayaan bagi siswa yang memiliki kemampuan lebih tetapi bukan keputusan yang tepat dari ibu Renjana memberikan soal tambahan agar anak-anak tersebut ada pekerjaan dan tidak akan mengganggu teman-temannya. Ini sepenuhnya masih belum sesuai dengan konsep pembelajaran berdiferensiasi karena esensi pembelajaran berdiferensiasi itu adalah pemenuhan kebutuhan belajar siswa sesuai dengan minat, bakat dan potensinya. Jadi, ibu Renjana hendaknya merespon kebutuhan murid yang beragam dengan lebih tepat.
- Jika saya adalah ibu Renjana, yang pertama kali harus saya lakukan adalah mendiagnosis/memetakan kebutuhan belajar siswa dalam hal minat dan gaya belajar mereka. Saya perlu mengetahui apa yang mereka inginkan dalam kegiatan belajarnya nanti dan seperti apa gaya belajar mereka sehingga saya bisa merespon dengan tepat strategi apa yang bisa saya terapkan untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam.
Menurut Tomlinson (2001: 45), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid.
Namun demikian,
pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan
32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa
guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja
dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru
harus mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang
kurang. Bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak.
Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah sebuah proses pembelajaran yang
semrawut (chaotic), yang gurunya kemudian harus membuat
beberapa perencanaan pembelajaran sekaligus, di mana guru harus berlari ke sana
kemari untuk membantu si A, si B atau si C dalam waktu yang bersamaan. Bukan.
Guru tentunya bukanlah malaikat bersayap atau Superman yang bisa ke sana kemari
untuk berada di tempat yang berbeda-beda dalam satu waktu dan memecahkan semua
permasalahan.
Lalu seperti
apa sebenarnya pembelajaran berdiferensiasi?
Menurut tanggapan saya Pembelajaran berdiferensiasi merupakan strategi guru untuk
memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam agar siswa mendapatkan pengalaman
belajar yang bermakna.
Pembelajaran Berdiferensiasi
Pembelajaran
berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense)
yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid.
Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:
- Kurikulum
yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi
bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga
muridnya.
- Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar
muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk
memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu
menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta
penilaian yang berbeda.
- Bagaimana
mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid
untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar
yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa
akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.
- Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan
prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun
juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan
yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
- Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan
informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah
dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau
sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang
ditetapkan.
Jika kita mengacu
ke kasus Ibu Renjana di atas, maka keputusannya untuk memberikan soal tambahan,
dengan jenis soal yang tetap sama serta tingkat kesulitan yang juga sama,
kepada tiga murid yang selesai terlebih dahulu, belum dapat dikatakan sebagai
diferensiasi. Apalagi, tujuan diberikannya soal tadi adalah agar tiga murid
tersebut ada ‘pekerjaan’ sehingga tidak mengganggu murid yang lain. Pembelajaran
berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan
bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Dengan demikian,
Ibu Renjana perlu melakukan identifikasi kebutuhan belajar dengan lebih
komprehensif, agar dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar
murid-muridnya, termasuk ketiga murid tersebut.
Seperti apa yang sudah saya ungkapkan saat menanggapi
kasusnya ibu Renjana bahwa yang pertama kali seharusnya dilakukan oleh seorang
guru yaitu memetakan/mendiagnosis kebutuhan siswa agar bisa merespon kebutuhan
belajar tersebut dengan tepat.
Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Murid
Tomlinson (2001)
dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in
Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat
mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3
aspek.
Ketiga aspek tersebut adalah:
- Kesiapan
belajar (readiness) murid
- Minat
murid
- Profil
belajar murid
Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).
1. Kesiapan belajar murid
Apa yang Anda
pikirkan ketika mendengar kata “Kesiapan Belajar”?
- Kelompok
A adalah murid yang telah memiliki keterampilan menulis dengan
struktur yang baik dan memiliki kosakata yang cukup kaya. Mereka juga
cukup mandiri dan percaya diri dalam bekerja.
- Kelompok
B adalah murid yang memiliki keterampilan menulis dengan struktur
yang baik, namun kosakatanya masih terbatas.
- Kelompok
C adalah murid yang belum memiliki keterampilan menulis dengan struktur
yang baik dan kosakatanya pun terbatas.
Apa yang
dilakukan oleh Bu Renjana di atas adalah memetakan kebutuhan belajar
berdasarkan kesiapan belajar.
Kesiapan
belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru. Sebuah tugas yang
mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona
nyaman mereka, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang
memadai, mereka tetap dapat menguasai materi baru tersebut.
Ada banyak cara
untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson (2001: 46) mengatakan bahwa
merancang pembelajaran berdiferensiasi mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada
stereo atau pemutar CD. Untuk mendapatkan kombinasi suara terbaik biasanya Anda
akan menggeser-geser tombol equalizer tersebut terlebih
dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan tepat untuk berbagai
kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka untuk mendapatkan materi, jenis
kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas Anda.
Tombol-tombol dalam equalizer tersebut mewakili beberapa
perspektif yang dapat kita gunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid.
Dalam modul ini, kita hanya akan membahas 6 perspektif dari beberapa contoh
perspektif yang terdapat dalam Equalizer yang
diperkenalkan oleh Tomlinson (2001: 47).
Tombol-tombol dalam equalizer mewakili beberapa perspektif
kontinum yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam
modul ini, kita akan mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif
kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat yang disebut Equalizer yang
diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001).
- Bersifat mendasar - Bersifat transformatifSaat murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru, yang mungkin belum dikuasainya, mereka akan membutuhkan informasi pendukung yang jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele untuk dapat memahami ide tersebut. Mereka juga akan perlu waktu untuk berlatih menerapkan ide-ide tersebut. Selain itu, mereka juga membutuhkan bahan-bahan materi dan tugas-tugas yang bersifat mendasar serta disajikan dengan cara yang membantu mereka membangun landasan pemahaman yang kuat. Sebaliknya, saat murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka kuasai dan pahami, tentunya mereka membutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat transformatif.
- Konkret - AbstrakDi lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara konkret atau sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak.
- Sederhana - KompleksBeberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu, yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi pada satu waktu.
- Terstruktur - Open EndedKadang-kadang murid perlu menyelesaikan tugas yang ditata dengan cukup baik untuk mereka, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Namun, di waktu lain murid mungkin siap menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka.
- Tergantung (dependent) - Mandiri (Independent)Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir, dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.
- Lambat - CepatBeberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari topik yang lain.
Perlu diingat
bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal
ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang
dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang
akan diajarkan. Adapun tujuan melakukan identifikasi atau pemetaan
kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk
memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan
murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook,
2013: 29).
Contoh Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar
Berdasarkan Kesiapan Belajar
Berikut ini adalah contoh Mengidentifikasi atau Memetakan
Kebutuhan Belajar Berdasarkan Kesiapan Belajar (Readiness):
2. Minat Murid
Minat merupakan
suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi
atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan diri.
Tomlinson (2001: 53), mengatakan bahwa tujuan melakukan
pembelajaran yang berbasis minat, diantaranya adalah sebagai
berikut:
- membantu
murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka
sendiri untuk belajar;
- mendemonstrasikan
keterhubungan antar semua pembelajaran;
- menggunakan
keterampilan atau ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk
mempelajari ide atau keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi
mereka, dan;
- meningkatkan
motivasi murid untuk belajar.
Minat sebenarnya
dapat kita lihat dalam 2 perspektif. Yang pertama sebagai minat
situasional. Dalam perspektif ini, minat merupakan keadaan psikologis yang
dicirikan oleh peningkatan perhatian, upaya, dan pengaruh, yang dialami pada
saat tertentu. Seorang anak bisa saja tertarik saat seorang gurunya berbicara
tentang topik hewan, meskipun sebenarnya ia tidak menyukai topik tentang hewan
tersebut, karena gurunya berbicara dengan cara yang sangat
menghibur, menarik dan menggunakan berbagai alat bantu
visual. Yang kedua, minat juga dapat dilihat sebagai sebuah
kecenderungan individu untuk terlibat dalam jangka waktu lama dengan objek atau
topik tertentu. Minat ini disebut juga dengan minat individu. Seorang anak
yang memang memiliki minat terhadap hewan, maka ia akan tetap tertarik untuk
belajar tentang hewan meskipun mungkin saat itu guru yang mengajar sama sekali
tidak membawakannya dengan cara yang menarik atau menghibur.
Karena minat
adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’
dalam proses pembelajaran, maka memahami kedua perspektif tentang minat di atas
akan membantu guru untuk dapat mempertimbangkan bagaimana ia dapat
mempertahankan atau menarik minat murid-muridnya dalam belajar.
Pentingnya Mempertimbangkan Minat Murid
Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk menarik
minat murid diantaranya adalah dengan:
- menciptakan
situasi pembelajaran yang menarik perhatian murid (misalnya dengan humor,
menciptakan kejutan-kejutan, dsb),
- menciptakan
konteks pembelajaran yang dikaitkan dengan minat individu murid,
- mengkomunikasikan
nilai manfaat dari apa yang dipelajari murid,
- menciptakan
kesempatan-kesempatan belajar di mana murid dapat memecahkan persoalan (problem-based
learning).
Seperti juga kita
orang dewasa, murid juga memiliki minat sendiri. Minat setiap murid tentunya
akan berbeda-beda. Sepanjang tahun, murid yang berbeda akan
menunjukkan minat pada topik yang berbeda. Gagasan untuk membedakan melalui
minat adalah untuk "menghubungkan" murid pada pelajaran untuk menjaga
minat mereka. Dengan menjaga minat murid tetap tinggi, diharapkan dapat
meningkatkan kinerja murid. Hal lain yang perlu disadari oleh guru
terkait dengan pembelajaran berbasis minat adalah bahwa minat murid dapat
dikembangkan. Pembelajaran berbasis minat seharusnya tidak hanya dapat menarik
dan memperluas minat murid yang sudah ada, tetapi juga dapat membantu mereka
menemukan minat baru.
Untuk membantu
guru mempertimbangkan pilihan yang mungkin dapat diberikan pada murid, guru
dapat mempertimbangkan area minat dan moda ekspresi yang mungkin digunakan oleh
murid-murid mereka. (Tomlinson, 2001)
Contoh mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar
berdasarkan minat:
Ibu Putik ingin mengajarkan murid-muridnya keterampilan membuat teks prosedur. Setelah selesai mendiskusikan tentang apa dan bagaimana membuat teks prosedur, Bu Putik lalu meminta murid berlatih membuat sendiri teks prosedur tersebut. Setiap murid diperbolehkan untuk menulis dengan topik sesuai dengan minat mereka. Anak yang memiliki minat terhadap memasak, boleh membuat teks prosedur tentang bagaimana cara memasak makanan tertentu. Murid yang memiliki minat terhadap kerajinan tangan boleh membuat teks prosedur tentang membuat sebuah produk kerajinan tangan tertentu, dan sebagainya. Keterampilan yang dilatih tetap sama, yaitu membuat teks prosedur, walaupun topiknya mungkin berbeda.
Profil Belajar mengacu pada cara-cara bagaimana kita sebagai
individu paling baik belajar. Tujuan dari mengidentifikasi atau memetakan
kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan
kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien. Namun
demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung
memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri. Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil
belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat
memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka.
Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor. Berikut
ini adalah beberapa diantaranya:
- Preferensi terhadap lingkungan belajar, misalnya terkait dengan suhu ruangan, tingkat kebisingan, jumlah cahaya, apakah lingkungan belajarnya terstruktur/tidak terstruktur, dsb.
Contohnya: mungkin ada anak yang tidak dapat belajar di ruangan yang terlalu dingin, terlalu bising, terlalu terang, dsb.
- Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal - impersonal.
- Preferensi gaya belajar.
Gaya belajar adalah bagaimana murid memilih, memperoleh, memproses, dan mengingat informasi baru. Secara umum gaya belajar ada tiga, yaitu:
- visual: belajar dengan melihat (misalnya melalui materi yang berupa gambar, menampilkan diagram, power point, catatan, peta, graphic organizer );
- auditori: belajar dengan mendengar (misalnya mendengarkan penjelasan guru, membaca dengan keras, mendengarkan pendapat saat berdiskusi, mendengarkan musik);
- kinestetik: belajar sambil melakukan (misalnya bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan hands on, dsb).
Mengingat bahwa murid-murid kita memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, maka penting bagi guru untuk berusaha untuk menggunakan kombinasi gaya mengajar.
- Preferensi berdasarkan kecerdasan majemuk (multiple intelligences): visual-spasial, musical, bodily-kinestetik, interpersonal, intrapersonal, verbal-linguistik, naturalis, logic-matematika.
Contoh Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar
Berdasarkan Profil Belajar murid
Berikut ini adalah contoh Mengidentifikasi atau
Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Profil Belajar murid:
Pak Neon akan mengajar pelajaran IPA, dengan tujuan
pembelajaran yaitu agar murid dapat mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang
habitat makhluk hidup. Berdasarkan identifikasi yang ia lakukan, Pak Neon telah
mengetahui bahwa sebagian muridnya adalah pembelajar visual, sebagian lagi
adalah pembelajar auditori, dan pembelajar kinestetik. Untuk memenuhi kebutuhan
belajar murid-muridnya tersebut, Pak Neon lalu memutuskan untuk
melakukan beberapa hal berikut ini:
- Saat mengajar, Pak Neon:
- menggunakan
banyak gambar atau alat bantu visual saat menjelaskan.
- menyediakan
video yang dilengkapi penjelasan lisan yang dapat diakses oleh
murid.
- membuat
beberapa sudut belajar atau display yang ditempel di tempat-tempat
berbeda untuk memberikan kesempatan murid bergerak saat
mengakses informasi.
- Saat
memberikan tugas, Pak Neon memperbolehkan murid-muridnya memilih
cara mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk
hidup. Murid boleh menunjukkan pemahaman dalam bentuk gambar, rekaman
wawancara maupun performance atau role-play.
Contoh cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk
mengidentifikasi kebutuhan belajar murid
Guru dapat mengidentifikasi kebutuhan murid dengan berbagai
cara. Berikut ini adalah beberapa contoh cara-cara yang dapat dilakukan
guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid:
- mengamati perilaku murid-murid
mereka;
- mengidentifikasi pengetahuan awal
yang dimiliki oleh murid terkait dengan topik yang akan
dipelajari;
- melakukan penilaian untuk menentukan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka saat ini, dan kemudian
mencatat kebutuhan yang diungkapkan oleh informasi yang diperoleh dari
proses penilaian tersebut;
- mendiskusikan kebutuhan
murid dengan orang tua atau wali murid;
- mengamati murid ketika mereka sedang
menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas;
- bertanya atau mendiskusikan
permasalahan dengan murid;
- membaca rapor murid dari kelas mereka
sebelumnya untuk melihat komentar dari guru-guru sebelumnya atau melihat
pencapaian murid sebelumnya;
- berbicara dengan guru murid
sebelumnya;
- membandingkan tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai dengan tingkat pengetahuan atau keterampilan yang
ditunjukkan oleh murid saat ini;
- menggunakan berbagai penilaian
penilaian diagnostik untuk memastikan bahwa murid telah berada dalam level
yang sesuai;
- melakukan survey untuk mengetahui
kebutuhan belajar murid;
- mereview dan melakukan refleksi
terhadap praktik pengajaran mereka sendiri untuk mengetahui efektivitas
pembelajaran mereka; dll.
Daftar di atas
hanya beberapa contoh saja. Masih banyak cara lain yang dapat guru lakukan
untuk mendapatkan informasi atau mengidentifikasi kebutuhan belajar murid-murid
mereka. Dapatkah Bapak/Ibu mengidentifikasi cara lainnya?
Perlu diperhatikan bahwa mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid, tidak selalu harus melibatkan sebuah kegiatan yang rumit. Guru yang memperhatikan dengan saksama hasil penilaian formatif, perilaku murid atau terbiasa mendengarkan dengan baik murid-muridnya biasanya akan dengan mudah mengetahui kebutuhan belajar murid-muridnya.
- Jelaskanlah apa yang dimaksud dengan
pembelajaran berdiferensiasi!
- Mengapa kita perlu mengidentifikasi
kebutuhan belajar murid?
- Sebagai guru, apa yang dapat kita
lakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid-murid kita? Apa
saja yang perlu dipertimbangkan?
Tanggapan:
1. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan
strategi/usaha guru untuk mengakomodasi kebutuhan belajar siswa yang beragam.
Guru merespon perbedaan kebutuhan belajar siswa dengan tepat agar siswa
memperoleh pengalaman belajar yang terbaik sesuai dengan minat, bakat dan
potensinya.
2.
Kita sebagai guru perlu mengidentifikasi
kebutuhan belajar murid karena kita semua tahu bahwa murid akan menunjukkan
kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan
keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar).
Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri
seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk
bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar), maka mereka akan
memperoleh pengalaman belajar yang terbaik.
3. Sebagai guru, yang dapat saya lakukan untuk
mengidentifikasi kebutuhan belajar murid yaitu dengan melakukuan diagnosis awal
non-kognitif baik berupa kuisioner, wawancara maupun pengamatan langsung.
1. a. Informasi atau fakta yang disampaikan dalam video 1 yakni tentang tiga strategi pembelajaran berdiferensiasi, yaitu: strategi konten, strategi proses, dan strategi produk. Strategi berdiferensiasi konten menjelaskan apa yang diajarkan pada murid dengan mempertimbangkan pemetaan kebutuhan belajar murid baik itu dalam aspek kesiapan belajar, aspek minat murid dan aspek profil belajar murid. Strategi berdiferensiasi proses perlu memahami apakah murid akan belajar secara berkelompok atau mandiri. Guru menetapkan jumlah bantuan yang akan diberikan pada murid-murid. Siapa sajakah murid yang membutuhkan bantuan dan siapa sajakah murid yang membutuhkan pertanyaan pemandu yang selanjutnya dapat belajar secara mandiri. Strategi berdiferensiasi produk menjelaskan tentang tagihan apa yang kita harapkan pada murid. Dan unjuk kerja apa yang dilakukan murid, misalnya laporan, hasil tes, diagram ataupun video. Unjuk kerja berupa produk harus mencerminkan pemahamn murid sesuai dengan tujuan pembelajaran. Diferensiasi produk meliputi dua hal yaitu memberikan tantangan atau keragaman dan memberikan murid pilihan bagaimana mereka dapat mengekspresikan pembelajaran yang diinginkan.
b. Informasi atau fakta yang disampaikan dalam video 2
yakni tentang lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran
berdiferensiasi, yaitu learning comunity (Komunitas Belajar). Komunitas semua
anggota dalah pembelajar. Guru-guru akan memimpin muridnya mengembangkan
sikap-sikap dan praktik yang saling mendukung tumbuhnya lingkungan belajar.
Komunitas belajar: setiap orang dalam kelas akan menyambut dan merasa disambut
dengan baik, setiap orang di dalam kelas saling menghargai dan murid akan
merasa aman dan nyaman.
c. Informasi yang saya peroleh dari artikel
yaitu Tomlinson & Moon (2013) mengatakan bahwa penilaian adalah proses
mengumpulkan, mensintesis, dan menafsirkan informasi di kelas untuk tujuan
membantu pengambilan keputusan guru. Ini mencakup berbagai informasi yang
membantu guru untuk memahami murid mereka, memantau proses belajar
mengajar, dan membangun komunitas kelas yang efektif.
Di dalam kelas, kita dapat memandang penilaian dalam 3
perspektif:
a) Assessment for learning - Penilaian yang dilakukan selama
berlangsungnya proses
pembelajaran dan biasanya digunakan sebagai dasar untuk
melakukan perbaikan
proses belajar mengajar. Berfungsi sebagai penilaian
formatif. Sering disebut
sebagai penilaian yang berkelanjutan (on-going assessment)
b) Assessment of learning - Penilaian yang dilaksanakan
setelah proses pembelajaran
selesai. Berfungsi sebagai penilaian sumatif
c) Assessment as learning - Penilaian sebagai proses belajar
dan melibatkan muridmurid
secara aktif dalam kegiatan penilaian tersebut. Penilaian
ini juga dapat
berfungsi sebagai penilaian formatif.
2. Gagasan baru yang saya dapatkan dari video dan
artikel yaitu pembelajaran berdiferensiasi dengan menerapkan tiga strategi
pembelajaran berdiferensiasi, yaitu konten, proses, produk yang disesuaikan
dengan kebutuhan belajar murid berdasarkan kesiapan belajar, minat, profil
belajar murid dengan mewujudkan lingkungan belajar melalui komunitas belajar
(learning comunity). Gagasan yang saya peroleh dalam artikel, yaitu tentang
strategi penilaian formatif yang dapat dilakukan guru dengan mudah.
3. Menurut saya, pembelajaran berdiferensiasi yang paling
sulit diimplimentasikan yaitu assessment for learning (penilaian
formatif). Penilaian formatif ini memonitor proses pembelajaran yang
dilakukan secara kontinyu serta konsisten untuk memantau pengetahuan,
pemahaman, dan keterampilan murid yang berkembang terkait dengan topik atau
materi yang sedang dipelajari pada setiap kelas. Semua itu
memerlukan pemikiran yang kritis dan pemantauan yang teliti.
4. Bagaimana memenuhi kebutuhan murid saat
melakukan pembelajaran diferensiasi konten dengan gaya belajar murid yang
berbeda-beda, ada yang menggunakan visual, gerakan, dan audio?
Diagram Frayer menjelaskan kesimpulan dari
pemahaman Anda tentang pembelajaran berdiferensiasi. Klik Diagram Frayer.
3. RUANG KOLABORASI
4. REFLEKSI TERBIMBING
5. DEMONSTRASI KONTEKSTUAL
6. ELABORASI PEMAHAMAN
7. KONEKSI ANTAR MATERI
MODUL 2.2 PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL
1. MULAI DARI DIRI
Refleksi
Kompetensi Sosial dan Emosional
1. Sebagai
pendidik, Anda tentu pernah berada dalam suatu peristiwa
yang membuat Anda merasakan emosi-emosi positif, misalnya
optimis, senang, cinta, bahagia, atau takjub, dan sebagainya. Refleksikan:
- Apa
kejadiannya? (Kapan, di mana, siapa yang terlibat, bagaimana
kejadiannya, apa yang membuat Anda memilih merefleksikan
peristiwa tersebut?)
- Apa
peran Anda saat itu? Apa yang Anda lakukan untuk merespon dan mengelola
emosi tersebut?
- Bagaimana
peristiwa tersebut berdampak pada diri Anda sebagai pendidik?
Tanggapan:
a. Saat ini, Saya telah menjadi guru selama 13 tahun lebih. Saya sudah terbiasa melaksanakan proses pembelajaran secara tatap muka langsung di kelas. Itu terjadi dari tahun 2009-2020 (awal). Akan tetapi, mendadak wajah pendidikan Indonesia berubah total yakni peralihan belajar dari tatap muka di kelas secara langsung menjadi pembelajaran jarak jauh (online/tatap maya). Pembelajaran maya (online) mulai resmi diterapkan pada pertengahan Maret 2020 dan saat itu saya mengajar di kelas X dan mengampu mata pelajaran bahasa Inggris. Walaupun serentak mengubah sistem pembelajaran dari tatap muka langsung menjadi pembelajaran jarak jauh, saya tetap optimis bahwa murid-murid saya tetap akan mendapatkan layanan pendidikan secara maksimal. Dengan segenap daya dan upaya, saya berusaha mendesain pembelajaran dengan menyesuaikan kondisi dan kebutuhan murid-murid saya. Saya merasa optimis untuk memberikan layanan pembelajaran dengan mengoptimalkan kemampuan IT saya dan saya juga optimis murid-murid saya mulai berliterasi digital. Alhasil, kemampuan IT murid-murid saya berkembang pesat selama mereka belajar online yang saat ini sudah berlangsung 2 tahun. Dengan demikian, saya merasa senang dan bangga dengan kemandirian dan kreatifitas mereka.
b. Saat itu, saya menjalani multi peran yakni sebagai pengajar, pendidik, penasehat ataupun bisa juga disebut sebagai psikiater. Sebagai pengajar, saya memberikan beragam materi bahasa Inggris sesuai dengan tujuan pembelajaran. Sebagai pendidik, saya berperan penting dalam pembetukan budi pekerti/katakter peserta didik saya dan sebagai penasehat/psikiater, saya berperan dalam memberikan layanan konseling terkait permasalahan-permasalahan yang dihadapi murid saat pembelajaran jarak jauh. Nah, untuk merespon dan mengelola emosi tersebut, saya selalu berusaha untuk menanamkan sikap disiplin, mandiri, dan tanggung jawab kepada murid meskipun mereka hanya belajar dari rumah.
c. Peristiwa tersebut sangat berdampak bagi kelangsungan pembelajaran yang saya jalankan selama belajar dari rumah, dan tentunya bagi saya sendiri sebagai seorang guru yang akan membawa masa depan mereka selanjutnya
2. Saat menjadi pendidik, Anda tentu juga pernah berada dalam suatu peristiwa yang memicu emosi- emosi negatif misalnya marah, sedih, kecewa, menyesal, khawatir, dan sebagainya. Refleksikan:
- Apa
kejadiannya? (Kapan, di mana, siapa yang terlibat, bagaimana
kejadiannya, apa yang membuat
Anda memilih merefleksikan peristiwa
tersebut?)
- Apa
peran Anda saat itu? Apa yang Anda lakukan untuk merespon dan mengelola
emosi tersebut?
- Bagaimana
peristiwa tersebut berdampak pada diri Anda sebagai pendidik?
Tanggapan:
a. Masih dalam suasana pembelajaran daring yakni ketika saya bersemangat mendesain pembelajaran yang memotivasi minat siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran daring, kelas X IPS kurang menunjukkan sikap yang antusias dalam mengikuti pembelajaran terutama di semester 2 pada akhir November 2021. Saya telah berusaha membangun komunikasi baik di forum Google Classroom maupun di WAG agar murid-murid saya memperhatikan dan melaksanakan informasi-informasi yang disampaikan termasuk penyelesaian tugas-tugas daring. Namun, karena keterbatasan komunikasi, saya selaku guru merasa kecewa dengan apa yang telah dilakukan oleh beberapa murid saya yang tidak mengindahkan informasi-informasi penting dan harus dikerjakan.
b. Saya berperan sebagai pendidik dan fasilitator saat itu. Saya tidak menunjukkan kemarahan dan kebencian kepada peserta didik saya. Bersama dengan guru BK dan wali kelas, kami bekerjasama dalam mencari solusi dengan cara mengundang siswa bersama dengan orangtua untuk melakukan proses mediasi supaya permasalahan tersebut bisa terselesaikan dengan baik.
c. Berkaca dari permasalahn tersebut, saya mulai melakukan refleksi bahwa saya harus bersikap sabar dan bijak dalam menghadapi siswa dengan kriteria seperti itu, saya harus lebih banyak belajar, memahami karakter dan masalah siswa baik yang ada dalam lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga.
3. Di bawah ini ada beragam kegiatan belajar dan mengajar di kelas maupun lingkup sekolah. Berilah tanda cek (✓) pada kegiatan yang sudah pernah Anda lakukan dan jawablah pertanyaan di bawahnya.
Tanggapan:
Memulai kegiatan setiap hari dengan kesadaran akan tujuan yang jelas.
Memberikan kesempatan pada murid untuk menikmati buku pilihannya dalam suasana yang kondusif.Memberikan kesempatan pada murid untuk merefleksi proses pembelajaran yang sudah diikuti (apa yang disukai/mudah/menantang/ingin dipelajari lebih lanjut sebelum melanjutkan pembelajaran berikutnya).Mengisi waktu luang dengan melakukan kegiatan penyegaran/relaksasi yang sehat dan positif.Memberikan fleksibilitas pada murid untuk mengerjakan tugas yang disukainya terlebih dahulu.Memberikan kesempatan pada murid untuk mengadakan acara sekolah (literasi, seni dan olahraga, dll).Mendengarkan penjelasan murid yang dilaporkan terlibat dalam perilaku indisipliner dengan sikap empati dan hormat.Mengajak murid menonton film dan membedah perasaan dan motivasi tokoh dalam film tersebut.Mengajak murid berdiskusi dan beropini tentang masalah yang terjadi dalam masyarakat / sekolah.Mengungkapkan sikap tidak setuju pada rekan guru lain dengan sikap hormat dan empati.Memfasilitasi murid untuk duduk berdialog dalam menyelesaikan konflik.Melaksanakan program pendidikan seksualitas bagi murid.Berpartisipasi dalam kegiatan komunitas atas inisiatif sendiri.Melibatkan murid dalam membuat kesepakatan kelas agar kelas aman dan nyaman.Mengadakan dialog interaktif tentang bagaimana membangun tanggung jawab/etika dalam penggunaan internet.
4. Berdasarkan jawaban yang Anda berikan tadi, Tulislah 1-3 kegiatan yang telah Anda pilih di atas yang paling sering Anda lakukan! Kemudian, jelaskan motivasi/tujuan Anda dalam melakukan kegiatan tersebut!
Tanggapan:
- ✔️Memulai
kegiatan setiap hari dengan kesadaran akan tujuan yang jelas.
Saya harus menyampaikan tujuan pembelajaran yang jelas kepada siswa agar siswa mengetahui target yang mereka capai dalam pembelajaran dan tidak ada miskonsepsi terhadap tujuan pembelajaran.
- ✔️Memberikan
fleksibilitas pada murid untuk mengerjakan tugas yang disukainya terlebih
dahulu.
Saya menyadari bahwa setiap siswa memiliki potensi, minat dan gaya belajar yang beragam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, saya selalu memberikan fleksibilitas kepada siswa saya dalam hal mengerjakan dan mengumpulkan tugas tetapi tetap berada pada rentang waktu yang sudah disepakati bersama antara guru dan siswa.
- ✔️Melibatkan
murid dalam membuat kesepakatan kelas agar kelas aman dan nyaman.
Sebelum mulai pembelajaran, saya berupaya melibatkan siswa dalam menyusun kesepakatan kelas. Ini berkaitan dengan budaya positif yang akan diterapkan di dalam kelas, dengan demikian pelaksanaan pembelajaran akan dapat berjalan dengan lancar, aman, nyaman dan terkendali karena mereka sudah mempunyai kesepakatan kelas bersama.
5. Berdasarkan jawaban yang Anda berikan tadi, Sejauh ini, apakah Anda sudah dapat melakukan kegiatan tersebut secara konsisten? Jika “Ya”,apakah faktor pendukungnya? Jika “Tidak”, apakah tantangan yang Anda hadapi? Apakah ada yang Anda lakukan untuk mengatasi tantangan tersebut? Bagaimana hasilnya?
Tanggapan:
Ya, selama ini saya sudah melakukan kegiatan tersebut secara konsisten. Saya menyadari bahwa hal tersebut tidak akan dapat berjalan dengan baik, lancar dan konsisten tanpa adanya dukungan dari beberapa pihak seperti:
- Siswa
- Rekan Sejawat
- Guru BK
- Wali Kelas
- Orangtua/ wali
6. Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan sebelumnya, apakah Bapak/Ibu sudah mendapatkan gambaran tentang apa yang akan dipelajari dalam modul pembelajaran sosial dan emosional ini? Apa hal yang ingin Anda pelajari lebih lanjut? Silahkan kemukakan Harapan dan Ekspektasi bagi diri sendiri ?
Tanggapan:
Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan sebelumnya, saya mendapat gambaran tentang apa yang akan dipelajari dalam modul pembelajaran sosial dan emosional ini. Selanjutnya, yang ingin saya pelajari dari modul ini yakni pengelolaan sikap sosial dan emosional bagi guru untuk bisa dimplementasikan dalam memberikan layanan pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Harapan dan ekspektasi saya yakni nantinya bisa mengelola emosi saya saat menghadapi peserta didik yang tidak bisa menunjukkan sikap dan tanggung jawab yang semestinya sebagai seorang murid.
7. Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan sebelumnya, apakah Bapak/Ibu sudah mendapatkan gambaran tentang apa yang akan dipelajari dalam modul pembelajaran sosial dan emosional ini? Apa hal yang ingin Anda pelajari lebih lanjut? Silahkan kemukakan Harapan dan Ekspektasi bagi murid-murid Anda ?
Tanggapan:
Pembelajaran sosial dan emosional merupakan proses pengembangan sikap, nilai dan keterampilan yang menjadi modal dasar bagi siswa untuk berinteraksi dengan lingkungannya dan sebagai awal dari penanaman pendidikan karakter pada anak. Harapan dan ekspektasi bagi murid-murid saya yakni bagaimana mereka bisa mengendalikan sikap dan emosinya ketika mereka berinteraksi dengan guru, teman dan juga lingkungan sekitarnya.
2. EKSPLORASI KONSEP
Pendidikan Budi Pekerti
Bapak Ki Hajar Dewantara mengemukakan pembelajaran holistik
dalam filosofi budi pekerti (diambil dari Presentasi “Filsafat Pendidikan,
Pengajaran, dan Kebudayaan Ki Hajar Dewantara, Syahril, 2020):
“Pendidikan Budi Pekerti berarti pembelajaran tentang
batin dan lahir. Pembelajaran batin bersumber pada “Tri Sakti”, yaitu: cipta
(pikiran), rasa, dan karsa (kemauan), sedangkan pembelajaran lahir yang akan
menghasilkan tenaga/perbuatan. Pembelajaran budi pekerti adalah
pembelajaran jiwa manusia secara holistik. Hasil dari pembelajaran budi pekerti
adalah bersatunya budi (gerak pikiran, perasaan, kemauan) sehingga menimbulkan
tenaga (pekerti). Kebersihan budi adalah bersatunya cipta, rasa, dan karsa yang
terwujud dalam tajamnya pikiran, halusnya rasa, kuatnya kemauan yang membawa
pada kebijaksanaan.”
Menurut Ki Hajar Dewantara, pengajaran budi pekerti tidak
lain adalah menyokong perkembangan hidup anak-anak lahir dan batin, dari sifat
kodrati menuju arah peradaban dalam sifatnya yang umum. Pengajaran ini
berlangsung sejak anak-anak hingga dewasa dengan memperhatikan tingkatan
perkembangan jiwa mereka (Ki Hajar Dewantara dalam Mustofa, 2011).
Pemerintah juga menyadari pentingnya peran sekolah dalam
mengembangkan pendidikan yang dapat mendorong harmonisasi aspek kognitif,
sosial dan emosional murid dengan mengeluarkan Permen Kemendikbud No. 20 tahun
2018. Permen tersebut mengatur tentang Pendidikan Penguatan Karakter pada
Satuan Pendidikan Formal.
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah gerakan
pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter
peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah
raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan
masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental
(GNRM). PPK berorientasi pada berkembangnya potensi peserta didik
secara menyeluruh dan terpadu, keteladanan dalam penerapan pendidikan karakter
pada masing-masing lingkungan pendidikan; dan berlangsung melalui pembiasaan
dan sepanjang waktu dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran Sosial dan Emosional yang ditujukan untuk
jenjang pendidikan usia dini hingga menengah ini dikembangkan pada tahun 1994
oleh sekelompok pendidik, peneliti, dan pendamping anak (salah satunya adalah
Psikolog Daniel Goleman, pencetus teori Kecerdasan Emosi). Kerangka
Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis penelitian ini bertujuan untuk
mendorong perkembangan anak secara positif dengan program yang terkoordinasi
secara lebih baik antara berbagai pihak dalam komunitas sekolah.
Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah
pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh
seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang
dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan
dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional.
Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan:
- memberikan
pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran
diri)
- menetapkan
dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)
- merasakan
dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)
- membangun
dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi)
- membuat
keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang
bertanggung jawab)
Implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) dapat dilakukan dengan 4 cara:
- Mengajarkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) secara spesifik dan eksplisit
- Mengintegrasikan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya interaksi dengan murid
- Mengubah kebijakan dan ekspektasi sekolah terhadap murid
- Mempengaruhi pola pikir murid tentang persepsi diri, orang lain dan lingkungan.
Apakah Pembelajaran Sosial-Emosional?
Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) adalah hal yang sangat
penting. Pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak
untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya,
juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang berkarakter baik.
PSE mencoba untuk memberikan keseimbangan pada individu dan
mengembangkan kompetensi personal yang dibutuhkan untuk dapat menjadi sukses.
Bagaimana kita sebagai pendidik dapat menggabungkan itu semua dalam
pembelajaran sehingga anak-anak dapat belajar menempatkan diri secara efektif
dalam konteks lingkungan dan dunia. Pandangan lama menyatakan bahwa pengetahuan
adalah informasi yang dapat ditransfer ke otak seperti mesin mekanis. Yang
benar adalah, pengetahuan bersifat konstruktif; semua proses pembelajaran
bersifat saling berhubungan; emosi menarik perhatian, dan perhatian mendorong
terjadinya proses belajar.
PSE adalah mengenai bagaimana kita menjalankan sekolah.
Pembelajaran sosial-emosional adalah tentang pengalaman apa yang akan dialami
siswa, apa yang dipelajari siswa dan bagaimana guru mengajar. Kita dapat
merancang bagaimana sekolah dan ruangan kelasnya, bagaimana waktu belajar,
ruangruangan yang ada di sekolah, hubungan dengan komunitas sekolah dan
keluarga dan yang lainnya sebagai tempat pertukaran pengetahuan, pengetahuan
tentang dunia; pengetahuan tentang diri sendiri dan pengetahuan tentang orang
lain yang berinteraksi dengan kita. Pengalamanpengalaman tersebut membantu
siswa memahami diri mereka sendiri dan orang lain. Dengan demikian kita
berbicara tentang anak secara utuh. Apakah anak kita memiliki kesadaran diri,
apakah mereka memiliki pemahaman kesadaran sosial, apakah mereka mampu
mengambil keputusan yang baik dan bertanggung jawab. Baru setelah itu, kita
membahas mengenai konteks akademis dan semua keterampilan-keterampilan penting
yang kita butuhkan untuk dapat berhasil dalam hidup. Anak belajar saat hati
mereka terbuka, terhubung dengan lingkungan sekitar serta adanya tujuan.
Belajar adalah anugerah. Melalui pembelajaran sosial-emosional, kita
menciptakan kondisi yang mengizinkan semua anak mengakses anugerah tersebut.
Tanggapan saya terkait PSE:
Menurut saya, yang dapat saya simpulkan terkait PSE yakni Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) memuat
keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam
masalahdan memiliki kemampuan memecahkannya serta mendidik mereka menjadi orang
yang berkarakter baik. Pembelajaran sosial-emosional berkaitan dengan
pengalaman apa yang akan dialami siswa, apa yang dipelajari siswa dan bagaimana
guru mengajar dan mendesain pembelajaran yang memuat kompetensi sosial
emosional.
Sangatlah penting bagi guru untuk memahami dan menerapkan
pembelajaran sosial emosional karena itu akan menjadi modal dasar bagi guru
untuk bisa menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran diri, pengelolaan diri,
kesadaran sosial, keterampilan membangun relasi dan pengambilan keputusan yang
bertanggung jawab. Semua pemahaman tersebut sangat dibutuhkan agar mampu juga
mendalami setiap karakter murid sehingga tercipta suasana pembelajaran yang
aman, nyaman dan kondusif.
Hal-hal yang sudah saya ketahui sebelumnya dari video tentang PSE di LMS yakni pembelajaran sosial emosional erat kaitannya dengan pengembangan
keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diperlukan sebagai modal anak dalam
berinteraksi dengan dirinya, orang lain maupun lingkungannya. Pembelajaran
sosial emosional ini dapat dijadikan sebagai awal dan dasar penanaman
pendidikan karakter kepada anak.
Apa itu Mindfulness?
Pertanyaan ini telah memenuhi pikiran saya
selama beberapa waktu. Sebuah kata yang mungkin terdengar lazim bagi kita
semua, tetapi saya terus bertanya kepada diri sendiri, apakah saya benar-benar
tahu arti di baliknya?
Persepsi awal saya tentang Mindfulness mengitari asumsi bahwa hal
tersebut hanyalah sebatas keadaan tenang saat mempraktikkan sebuah aktivitas
seperti meditasi. Oleh karena itu, saya selalu memiliki pola pikir bahwa hal
tersebut hanya dilakukan oleh penganut ajaran Buddha.
Namun, setelah
mengetahui bahwa konsep Mindfulness mencakup
jauh lebih dari itu, saya menyadari bahwa saya telah mempraktikkannya jauh
sebelum Mindfulness diperkenalkan
kepada saya. Mindfulness bukanlah
sesuatu yang menjadi milik satu kelompok tertentu. Hal tersebut pun tidak hanya
dipraktikkan melalui diam. Hal tersebut bukanlah sebuah kegiatan tersendiri
melainkan metode tentang cara melakukan sebuah aktivitas. Mindfulness cenderung menjawab pertanyaan Bagaimana daripada Apa.
Mindfulness mengajarkan saya
untuk hadir sepenuhnya dan menyadari keadaan terkini saya serta memberikan
respons yang paling tepat dalam keadaan apapun, saya telah belajar untuk
mengurangi kebiasaan menuntut dan untuk lebih bersyukur akan segala sesuatu.
Saya juga menyadari bahwa Mindfulness
adalah sesuatu yang kita semua miliki secara alami, namun hal tersebut akan
tersedia bagi kita ketika kita melatihnya setiap hari.
Tetapi, setelah
mengetahui berbagai manfaat dari mempraktikkan Mindfulness, masih cukup
menantang bagi saya untuk menerapkannya di dalam setiap kegiatan. Beberapa hari
mungkin mengharuskan saya untuk menyelesaikan masalah secepat mungkin dan untuk
itu saya selalu mencoba sebaik mungkin untuk mengalokasikan 5 hingga 15 menit
dalam sehari untuk melakukan aktivitas favorit saya dimana saya dapat
menerapkan Mindfulness sepenuhnya.
Beberapa kegiatan
yang saya suka lakukan adalah, membaca, shalat dan juga berjalan secara mindful. Kegiatan-kegiatan ini tidak
hanya menenangkan diri saya dari hari yang penuh tekanan tetapi juga mendidik
saya melalui cara-caranya tersendiri. Dengan membaca, saya dapat melihat dunia
melalui perspektif orang lain. Melalui melakukan salat, saya dapat memperkuat
hubungan saya dengan Yang Mahakuasa. Dan melalui melakukan jalan-jalan saya
dapat mengamati lingkungan saya dan mengingatkan kepada diri sendiri betapa
diberkatinya saya.
Mindfulness terbuka untuk semua orang tanpa terkecuali. Terlebih dengan adanya
fakta bahwa kita hidup di lingkungan yang sangat sesak, dimana segala
sesuatunya bergerak lebih cepat daripada kecepatan kita mencerna informasi. Mindfulness menyediakan cara bagi setiap
orang untuk menikmati setiap momen dan memberikan rasa ketenangan, terlepas
dari kenyataan bahwa kita hidup di lingkungan yang begitu padat. Apa yang lebih
baik daripada itu?
Kesadaran Penuh
(Mindfulness)
Kesadaran penuh (mindfulness) menurut Kabat - Zinn
(dalam Hawkins, 2017, hal. 15) dapat diartikan sebagai kesadaran yang muncul
ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat sekarang
dilandasi rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan (The awareness
that arises when we pay attention, on purpose, in the present moment, with
curiosity and kindness). Ada beberapa kata kunci, yaitu: kesadaran
(awareness), perhatian yang disengaja (on purpose), saat ini (present moment),
rasa ingin tahu (curiosity) dan kebaikan hati (compassion). Artinya ada
keterkaitan antara unsur pikiran (perhatian), kemauan (yang bertujuan), dan
rasa (rasa ingin tahu dan kebaikan) pada kegiatan (fisik) yang sedang
dilakukan.
Kesadaran penuh (mindfulness) muncul saat seorang
sadar sepenuhnya pada apa yang sedang dikerjakan dengan pikiran terbuka, atau
dalam situasi yang menghendaki perhatian yang penuh. Misalnya, seorang anak
yang terlihat asyik bermain peran dengan menggunakan boneka tanpa terganggu
oleh suara sekitarnya, murid yang sedang memainkan musik, menulis jurnal,
menikmati alur cerita dalam bacaan, menikmati segelas teh hangat, atau
menikmati pemandangan matahari terbenam, atau guru yang sedang mendengarkan
murid dengan penuh perhatian. Intinya adalah adanya perhatian yang
dilakukan secara sadar dengan dilandasi rasa ingin tahu dan kebaikan.
Latihan berkesadaran penuh (mindfulness) menjadi
sangat relevan dan penting bagi siapapun untuk dapat menjalankan peran dan
tanggung jawabnya dengan bahagia dan optimal. Ini termasuk bagi pendidik, murid
bahkan juga untuk orangtua. Latihan tersebut sebenarnya sudah banyak diterapkan
dalam pendidikan kita sejak lama. Misalnya, mengajak murid untuk hening dan
berdoa sebelum memulai pelajaran, mendengarkan cerita, menghayati keindahan
alam, berolah-seni maupun berolahraga, dan lain sebagainya.
Pada tahun 2011, The Hawn Foundation bekerjasama dengan
Columbia University mengembangkan sebuah kurikulum yang disebut ‘the MindUp
Curriculum’. Sebuah kurikulum yang ditujukan untuk tingkat Pra Sekolah
sampai kelas 8. The Mindup Curriculum adalah kurikulum pembelajaran yang
bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran sosial dan emosional (social and
emotional awareness), meningkatkan kesejahteraan psikologis (psychological
well-being), dan keberhasilan akademik yang berbasis penelitian dan praktik
kelas (www.thehawnfoundation.org).
Sejak tahun 2019, sebanyak 370 sekolah negeri di seluruh Inggris
mengadopsi mindfulness dalam kurikulumnya. Di Indonesia, penerapan mindfulness
dalam kurikulum juga sudah diterapkan dalam berbagai institusi pendidikan.
Salah satu sekolah di Jakarta secara khusus memasukkan mindfulness dalam
kurikulum pendidikan TK hingga Kelas 12. Murid-murid di sekolah tersebut
melaporkan bahwa mindfulness membantu mereka dalam proses
pembelajaran (Kompas, 27 Juli 2019). Video yang ditampilkan pada bagian awal
penjelasan kesadaran penuh ini adalah hasil karya salah satu murid sekolah
tersebut.
Kesadaran Penuh (Mindfulness) dan Cara Kerja Otak
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa di
dalam kondisi berkesadaran penuh, terjadi perubahan fisiologis seperti
meluasnya area otak yang terutama berfungsi untuk belajar dan mengingat, berkurangnya
stres, dan munculnya perasaan tenang dan stabil (Kabat-Zinn, 2013, hal. 37).
Dengan latihan berkesadaran penuh, maka seseorang dapat menumbuhkan perasaan
yang lebih tenang dan pikiran yang lebih jernih, yang akan berpengaruh pada
keputusan yang lebih responsif dan reflektif.
Transkrip video berikut ini menjelaskan bagaimana cara kerja otak dan
mekanisme perubahan yang terjadi pada otak saat melakukan latihan berkesadaran
penuh (mindfulness), serta dampak positif dari latihan berkesadaran penuh (Mindfulness
and How the Brain Works)
Kesadaran penuh (mindfulness) dapat dilatih dan ditumbuhkan. Artinya, kita dapat melatih kemampuan untuk memberikan perhatian yang berkualitas pada apa yang kita lakukan. Kegiatan-kegiatan seperti latihan menyadari napas (mindful breathing); latihan bergerak sadar (mindful movement), yaitu bergerak yang disertai kesadaran tentang intensi dan tujuan gerakan; latihan berjalan sadar (mindful walking) dengan menyadari gerakan tubuh saat berjalan, dan berbagai kegiatan sehari-hari yang mengasah indera (sharpening the senses) dengan melibatkan mata, telinga, hidung, indera perasa, sensori di ujung jari, dan sensori peraba kita. Kegiatan-kegiatan di atas seperti bernapas dengan sadar, bergerak dengan sadar, berjalan dengan sadar dan menyadari seluruh tubuh dengan sadar juga dapat diawali dengan cara yang paling sederhana yaitu dengan menyadari napas.
Mengapa menyadari napas? Karena napas adalah jangkar
yang dimiliki setiap orang untuk berada di sini dan masa sekarang (here and
now). Pikiran kita merupakan bagian diri kita yang seringkali sulit
dikendalikan. Seorang ilmuwan dan filsuf bernama Deepak Chopra dalam website
pribadinya menyebutkan bahwa manusia memiliki 60.000-80.000 pikiran dalam
sehari. Bayangkan betapa sibuknya pikiran kita. Karena sangat cair, pikiran
dapat bergerak ke masa depan dan menimbulkan perasaan khawatir. Pikiran juga
dapat bergerak ke masa lalu yang seringkali menimbulkan perasaan menyesal.
Pikiran berada dalam situasi terbaiknya jika ia fokus situasi saat ini dan masa
sekarang, Cara termudah untuk membuat pikiran dan perasaan Anda berada
pada saat ini dan masa sekarang adalah dengan menyadari napas. Selain
itu, kegiatan menyadari napas juga juga paling mudah dilakukan karena dapat
dilakukan kapan saja, di mana saja, dan tidak membutuhkan alat bantu apapun
kecuali napas Anda.
Tanggapan saya terkait Kesadaran penuh (Mindfulness):
Latihan Mindfulness dapat merangsang kerja bagian otak prefrontal yang berpengaruh terhadap kesehatan mental. Dengan rutin melakukan latihan berkesadaran penuh, kita bisa mengelola ataupun mengendalikan emosi yang akan membawa dampak pada kesehatan mental.
Dengan konsisten melakukan latihan berkesadaran penuh, saya
bisa mengelola suasana hati dan bisa memperkuat sel-sel saraf otak saya yang
berhubungan langsung dengan fokus, konsentrasi dan kesadaran.
Sebagai seorang guru, terkadang kita harus mengambil keputusan yang cepat atas sesuatu dan dalam keadaan yang sudah lelah harus menghadapi siswa yang memiliki karakter yang beragam. Dalam kondisi seperti inilah kemampuan menyadarkan diri sepenuhnya (mindfulness) sangat diperlukan agar bisa mengambil keputusan yang jernih dan mengendalikan emosi dengan baik.
PSE berbasis Kesadaran Penuh (Mindfulness) dalam mewujudkan
Kesejahteraan Hidup (Well-Being)
Pertama-tama, mari kita bahas mengenai well-being. Menurut
kamus Oxford English Dictionary, well-being dapat diartikan
sebagai kondisi nyaman, sehat, dan bahagia. Well-being (kesejahteraan
hidup) adalah sebuah kondisi individu yang memiliki sikap yang positif
terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur
tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan
dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup
mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.
Menurut Mcgrath & Noble, 2011, murid yang memiliki
tingkat well-being yang optimum memiliki kemungkinan
yang lebih tinggi untuk mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi, kesehatan
fisik dan mental yang lebih baik, memiliki ketangguhan (daya
lenting/resiliensi) dalam menghadapi stress dan terlibat dalam perilaku sosial
yang lebih bertanggung jawab.
Saat modul ini ditulis, seluruh dunia, termasuk Indonesia
dilanda pandemi Covid - 19 yang betul-betul menguji kemampuan daya
lenting/resiliensi setiap individu tanpa terkecuali. Pembelajaran Sosial Emosional
berbasis kesadaran penuh menjadi semakin relevan untuk dapat mewujudkan well-being,
khusunya melatih daya lenting/resiliensi guru, murid dan komunitas sekolah.
Berbagai kegiatan berbasis kesadaran penuh (mindfulness)
dalam sehari-hari memungkinkan seseorang membangun kesadaran penuh untuk dapat
memberikan perhatian secara berkualitas yang didasarkan keterbukaan pikiran,
rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan hati (compassion) yang
akan membantu seseorang dalam menghadapi situasi-situasi menantang dan sulit.
Menurut Hawkins (2017), latihan berkesadaran penuh
(mindfulness) dapat membangun keterhubungan diri sendiri (self-awareness)
dengan berbagai kompetensi emosi dan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya,
sebelum memberikan respon dalam sebuah situasi sosial yang menantang, kita
berhenti, bernapas dengan sadar, mengamati pikiran, perasaan diri sendiri
maupun orang lain, mengelola emosi yang muncul, hingga dapat membuat
pilihan/mengambil keputusan yang lebih responsif, bukan reaktif.
Pada saat menghadapi kondisi menantang, misalnya pada saat
seorang guru berhadapan dengan perilaku murid yang dinilai tidak disiplin,
mekanisme kerja otak akan mengarahkan diri untuk berhenti, menarik napas
panjang, memberikan waktu untuk memahami apa yang dirasakan diri sendiri, apa
nilai-nilai diri yang diyakini, memunculkan empati untuk memahami situasi
yang terjadi, mencari tahu apa yang dirasakan oleh murid dengan hadir secara
penuh. Guru akan memilih untuk bertanya pada murid tersebut untuk
memahami apa yang terjadi. Respon guru yang berkesadaran penuh akan dapat
membangun koneksi dan rasa percaya murid pada guru. Koneksi, rasa aman dan rasa
percaya di antara guru dan murid akan memperkuat relasi murid dan guru sehingga
dapat menciptakan lingkungan dan suasana belajar yang kondusif bagi
pembelajaran. Relasi yang terbangun antara guru dan murid akan mendorong guru
untuk membuat keputusan yang lebih responsif.Di sisi lain, lingkungan belajar
dan suasana belajar yang kondusif akan membantu tumbuhnya kesadaran diri murid
tentang perasaan, kekuatan, kelemahan, nilai-nilai yang dimiliki dengan lebih
baik. Tumbuhnya kesadaran sosial yang lebih baik yang didasarkan pada perhatian
yang bertujuan juga akan membantu murid dalam memproses informasi secara lebih
baik. Jika murid dapat mengikuti proses pembelajaran secara lebih baik,
maka secara perlahan tumbuh optimisme dan tingkat efikasi dalam dirinya.
Pengantar:
Bapak Eling telah
menjadi guru selama lebih dari 5 tahun. Suatu pagi, Bapak Eling merasakan
tubuhnya seakan berat untuk bangun dari tidurnya. Dia juga merasa berat untuk
berdiri dan bergerak berangkat menuju sekolah. Akhir–akhir ini pun selama
berada di dalam kelas, Bapak Eling sering tiba-tiba merasakan jantungnya
berdetak cepat. Pikirannya bercabang-cabang, dan ia sering merasakan dirinya
mengalami kecemasan. Saat ini memang selain sibuk mengajar, Bapak Eling juga
harus menjadi ketua panitia perayaan 17 Agustus yang akan dilaksanakan di sekolahnya
1 bulan lagi. Berikut 5 kasus yang terjadi pada Bapak Eling yang
pada akhir-akhir ini. Bacalah secara berurutan dan lakukan refleksi setelah
membaca.
Berikut kasus yang terjadi pada Bapak Eling yang pada
akhir-akhir ini. Bacalah dan lakukan refleksi setelah membaca.
Saat itu jam
pelajaran terakhir. Sebelum rapat panitia besar 17 Agustus untuk memfinalisasi
acara, Bapak Eling masuk ke kelas 9 untuk mengajar mata pelajaran geografi.
Sejak pagi, Bapak Eling sudah mengajar 3 kelas yang berbeda secara berurutan.
Pada pelajaran ini, anak-anak diizinkan menggunakan gawai mereka untuk
mengerjakan proyek kelompok. Setelah beberapa saat Bapak Eling melakukan
pengecekan apakah setiap murid bekerja sesuai tugas dan tanggung jawab mereka.
Saat mendekati meja salah satu siswa, Diana,
Pak Eling mendapati muridnya itu sedang menggunakan gawainya untuk mengerjakan
tugas pelajaran lain. Bapak Eling spontan mengeluarkan kata-kata dengan nada
tinggi. “Jadi ini yang dari tadi kamu lakukan?” Seisi ruang
kelas terkejut. Wajah Diana memerah. Ia tampak malu dan
tidak menyangka Bapak Eling merespon sekeras itu.
Jawablah pertanyaan berikut.
- Apakah
situasi yang dihadapi Bapak Eling? Mohon uraikan dengan singkat dan jelas.
- Apa
kompetensi sosial dan emosional yang dibutuhkan Bapak Eling
dalam menghadapi masalah tersebut? Jelaskan jawaban Anda. (Hubungkan
dengan artikel-artikel yang telah dibaca sebelumnya)
- Seandainya
Anda adalah Bapak Eling, apa yang akan Anda lakukan?
1. Permasalahan yang sebenarnya dihadapi oleh Bapak Eling adalah tekanan psikologis atau kelelahan psikis yang menyebabkan Bapak Eling mudah lelah. Dalam hal ini, Bapak Eling memiliki tanggung jawab sebagai ketua 17 Agustusan dan tanggung jawab lain sebagai guru. Nah, stress dan kelelahan psikis ini akhirnya berdampak pada emosional beliau. Beliau menjadi kelihatan cepat marah, kesal dan responsif baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain (dalam kasus tersebut adalah muridnya). Rasa lelah dengan aktivitas yang cukup padat dan tuntutan pekerjaan membuatnya payah dan berdampak pada labilnya emosi dan menjadi sensitif. Beliau tidak mampu mengendalikan emosi ketika dalam situasi yang menantang.
2. Kompetensi sosial emosional yang dibutuhkan Bapak Eling adalah kompetensi kesadaran diri. Bapak Eling belum sepenuhnya menerapkan kompetensi kesadaran diri. Sehingga, dampaknya terlihat dalam sikap dan tutur kata yang agak emosional. Beliau hendaknya mempraktikan kesadaran penuh, mengenali dan merasakan dengan lebih jelas emosinya. Dengan memahami emosinya maka akan membantu beliau untuk dapat merespon terhadap kondisinya secara tepat. Beliau akan dapat merespon secara lebih baik. Hal ini tidak hanya akan berdampak pada wellbeing diri Bapak Eling tetapi bisa juga menjadi role model bagi murid-muridnya.
Salah satu teknik Latihan Mindfulness yang dapat dilakukan oleh Bapak Eling adalah dengan STOP.
- Stop/hentikan
apapun yang sedang dilakukan. Bapak Eling hendaknya berhenti sejenak dan
mengambil momen penting untuk mengentikan sebentar apa yang tengah ia
lakukan.
- Take
a depp/Tarik napas dalam-dalam. Bapak Eling harus menyadari napas masuk
dan napas keluar. Merasakan udara segar yang masuk melalui hidung.
- Observasi/amati.
Bapak Eling perlu mengamati apa yang dirasakan oleh tubuhnya. Beliau dapat
mengamati pilihan-pilihan yang dapat dilakukan.
- Proceed/
Lanjutkan. Latihan selesai. Setelah jeda sejenak, bisa lanjutkan kembali
aktivitas dengan perasaan yang lebih tenang, pikiran yang lebih
jernih, dan sikap yang lebih positif.
Dengan demikian, Bapak Eling bisa menghasilkan pikiran yang lebih rileks dan memiliki kesadaran penuh atas emosi atau kelelahan psikis yang dialaminya.
3. Jika saya adalah Bapak Eling, saya akan berusaha mengendalikan emosi jika berhadapan dengan siswa-siswa seperti itu. Saya harus bisa melatih kesadaran penuh melalui metode STOP agar jiwa dan raga saya kembali rileks dan pikiran kembali fokus sehingga bisa menjalani hari dengan baik dan bersemangat.
Eksplorasi Konsep - Kasus 2
Pengantar:
Bapak Eling telah
menjadi guru selama lebih dari 5 tahun. Suatu pagi, Bapak Eling merasakan
tubuhnya seakan berat untuk bangun dari tidurnya. Dia juga merasa berat untuk
berdiri dan bergerak berangkat menuju sekolah. Akhir–akhir ini pun selama
berada di dalam kelas, Bapak Eling sering tiba-tiba merasakan jantungnya
berdetak cepat. Pikirannya bercabang-cabang, dan ia sering merasakan dirinya
mengalami kecemasan. Saat ini memang selain sibuk mengajar, Bapak Eling juga
harus menjadi ketua panitia perayaan 17 Agustus yang akan dilaksanakan di
sekolahnya 1 bulan lagi. Berikut 5 kasus yang terjadi pada Bapak
Eling yang pada akhir-akhir ini. Bacalah secara berurutan dan lakukan refleksi
setelah membaca.
Berikut kasus yang terjadi pada Bapak Eling yang pada
akhir-akhir ini. Bacalah dan lakukan refleksi setelah membaca.
Selesai kegiatan
belajar-mengajar berakhir, Bapak Eling memimpin rapat panitia besar yang akan
memutuskan revisi akhir acara. Rapat yang berlangsung selama kurang lebih 1 jam
menghasilkan tugas baru bagi Pak Eling untuk mempelajari perubahan proposal acara. Pak
Eling perlu memastikan semua perencanaan, pengaturan personil, dan pengaturan
anggaran sudah tepat. Sesuai rencana, panitia acara sudah harus mulai bekerja
setelah proposal disetujui oleh kepala sekolah. Oleh karena itu,
Bapak Eling diminta untuk mengirimkan proposal ini kepada kepala sekolah
selambat-lambatnya lusa. Karena mendahulukan proposal ini, Bapak Eling pun lupa
menyiapkan rubrik untuk pembelajaran geografi keesokan harinya. Keesokan
paginya, Bapak Eling, masuk kelas dan lupa mengunduh rubrik proyek geografi
sehingga proses pembelajaran sempat tersendat.
Jawablah pertanyaan berikut.
- Apakah situasi yang
dihadapi Bapak Eling? Mohon uraikan dengan singkat, padat, dan
jelas.
- Apa kompetensi sosial dan emosional
yang diperlukan Bapak Eling dalam menghadapi masalah
tersebut? Jelaskan jawaban Anda. (Hubungkan dengan kerangka atau panduan
yang ada di artikel-artikel yang telah dibaca sebelumnya)
- Seandainya Anda adalah Bapak Eling,
apa yang akan Anda lakukan?
1. Situasi yang dihadapi oleh Bapak Eling adalah ketidakmampuannya dalam mengelola waktu, sehingga tugas utamanya sebagai guru terbengkalai akibat banyak tugas yang dibebankan kepadanya.
2. Kompetensi sosial dan emosional yang Bapak Eling perlukan dalam menghadapi masalah tersebut adalah kompetensi pengelolaan diri. Bapak Eling hendaknya mampu mengelola diri dalam hal mengatur waktu pelaksanaan tugas. Beliau hendaknya memprioritaskan tugas utamanya sebagai guru yang harus memberikan layanan pembelajaran kepada siswa.
3. Jika saya menjadi Bapak Eling, yang akan saya lakukan yakni membuat daftar tugas-tugas yang harus diselesaikan dengan lebih memberikan prioritas kepada tugas yang lebih utama/penting. Saya juga perlu melatih keterampilan kesadaran penuh (mindfulness) dan pengelolaan diri agar bisa menyelesaikan tugas-tugas dengan baik sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan.
Eksplorasi Konsep - Kasus 3
Pengantar:
Bapak Eling telah
menjadi guru selama lebih dari 5 tahun. Suatu pagi, Bapak Eling merasakan
tubuhnya seakan berat untuk bangun dari tidurnya. Dia juga merasa berat untuk
berdiri dan bergerak berangkat menuju sekolah. Akhir–akhir ini pun selama
berada di dalam kelas, Bapak Eling sering tiba-tiba merasakan jantungnya
berdetak cepat. Pikirannya bercabang-cabang, dan ia sering merasakan dirinya
mengalami kecemasan. Saat ini memang selain sibuk mengajar, Bapak Eling juga
harus menjadi ketua panitia perayaan 17 Agustus yang akan dilaksanakan di
sekolahnya 1 bulan lagi. Berikut 5 kasus yang terjadi pada Bapak
Eling yang pada akhir-akhir ini. Bacalah secara berurutan dan lakukan refleksi
setelah membaca.
Berikut kasus yang terjadi pada Bapak Eling yang pada
akhir-akhir ini. Bacalah dan lakukan refleksi setelah membaca.
Saat mempelajari
proposal acara 17 Agustus di antara jam mengajar dan mengoreksi pekerjaan
murid-murid, Bapak Eling menyadari salah seorang murid kelas 10 yang
berprestasi dalam kejuaraan renang tidak mengumpulkan tugasnya. Pak Eling
memanggil murid tersebut. Murid tersebut mengungkapkan pada Bapak Eling bahwa
dia sebenarnya merasakan lelah dan mengantuk saat berada di dalam kelas maupun
di rumah karena latihan keras menjelang kejuaraan bulan depan. Bapak Eling
menilai, seharusnya murid tersebut bekerja lebih keras sebagai konsekuensi dari
pilihannya menjadi murid atlet.
Jawablah
pertanyaan berikut.
- Apakah situasi yang
dihadapi Bapak Eling? Mohon uraikan dengan singkat, padat,
dan jelas.
- Apa kompetensi sosial dan emosional
yang diperlukan Bapak Eling dalam menghadapi masalah
tersebut? Jelaskan jawaban Anda. (Hubungkan dengan kerangka atau panduan
yang ada di artikel-artikel yang telah dibaca sebelumnya)
- Seandainya Anda adalah Bapak Eling,
apa yang akan Anda lakukan?
1. Situasi yang dihadapi Bapak Eling adalah beliau kurang objektif menilai orang lain, kurang menunjukkan sikap empati dan hanya menilai dari sudut pandang dirinya sendiri, dengan kata lain membandingkan posisi orang lain dengan dirinya sendiri.
2. Kompetensi sosial emosional yang diperlukan Bapak Eling dalam menghadapi masalah tersebut adalah kompetensi penerapan Kesadaran Sosial (Empati) . Bapak Eling sebaiknya belajar menumbuhkan dan mengembangkan empati karena empati mengarahkan kita untuk mengurangi fokus hanya ke diri sendiri, melainkan juga belajar merespon orang lain dengan cara yang lebih informatif dan penuh afeksi.
3. Jika saya adalah Bapak Eling, saya akan menerapkan teknik STOP yang membawa saya berada dalam kondisi rileks sehingga membantu saya untuk lebih mudah mencerna dan tetap tenang menanggapi tanpa penghakiman. Si murid atlet mungkin akan tetap menghadapi jadwal latihannya yang padat ditambah tuntutan akademik yang tidak ringan, tetapi dia akan merasa jauh lebih baik menyadari ada Bapak Eling yang mau betul-betul mendengarkan. Nah, di sini saya akan cenderung mendengarkan dan memahami permasalahan siswa sehingga siswa merasa nyaman dan tenang dan solusi bisa ditemukan.
Eksplorasi Konsep - Kasus 4
Pengantar:
Bapak Eling telah
menjadi guru selama lebih dari 5 tahun. Suatu pagi, Bapak Eling merasakan
tubuhnya seakan berat untuk bangun dari tidurnya. Dia juga merasa berat untuk
berdiri dan bergerak berangkat menuju sekolah. Akhir–akhir ini pun selama
berada di dalam kelas, Bapak Eling sering tiba-tiba merasakan jantungnya
berdetak cepat. Pikirannya bercabang-cabang, dan ia sering merasakan dirinya
mengalami kecemasan. Saat ini memang selain sibuk mengajar, Bapak Eling juga
harus menjadi ketua panitia perayaan 17 Agustus yang akan dilaksanakan di
sekolahnya 1 bulan lagi. Berikut 5 kasus yang terjadi pada Bapak
Eling yang pada akhir-akhir ini. Bacalah secara berurutan dan lakukan refleksi
setelah membaca.
Berikut kasus yang terjadi pada Bapak Eling yang pada
akhir-akhir ini. Bacalah dan lakukan refleksi setelah membaca.
Setelah selesai
memeriksa proposal acara 17 Agustus, Bapak Eling mengirimkan proposal tersebut
kepada kepala sekolah. Ternyata proposal yang dikirimkan oleh Bapak Eling
dinilai tidak sesuai oleh kepala sekolah. Kepala Sekolah meminta agar isinya
sesuai dengan pengarahan awal yaitu agar acara lebih banyak melibatkan orang
tua murid. Bapak Eling tidak menyangka jika dia harus melakukan koreksi dan
koordinasi ulang dengan tim acara. Revisi proposal tentu akan memakan waktu
lagi dan Bapak Eling sudah membayangkan ini akan menghambat tugas-tugasnya yang
lain. Bapak Eling mengungkapkan hal ini kepada wakil ketua panitia. Bapak Eling
mengungkapkan bahwa dia tidak mau mengubah proposal dan meminta
Wakil Ketua Panitia tersebut yang merevisi proposal.
Jawablah
pertanyaan berikut.
- Apakah situasi yang
dihadapi Bapak Eling? Mohon uraikan dengan singkat,
padat, dan jelas.
- Apa kompetensi sosial dan emosional
yang diperlukan Bapak Eling dalam menghadapi masalah
tersebut? Jelaskan jawaban Anda. (Hubungkan dengan kerangka atau panduan
yang ada di artikel-artikel yang telah dibaca sebelumnya)
- Seandainya Anda adalah Bapak Eling,
apa yang akan Anda lakukan?
1.Bapak Eling menolak bahwa Kepala Sekolah memintanya untuk mengoreksi dan berkoordinasi kembali dengan tim acara. Bapak Eling tidak mengungkapkan perasaan dan pikirannya tentang permintaan tersebut kepada Kepala Sekolah dan meminta begitu saja wakil ketua panitia yang melakukan revisi proposal.
2. Kompetensi sosial dan emosional yang diperlukan Bapak Eling dalam menghadapi permasalah tersebut adalah Keterampilan Berelasi (Kerjasama dan resolusi konflik). Dalam berorganisasi semua orang harus mengerjakan tanggung jawab sesuai peran masing-masing. Jika ini berjalan dengan baik maka Pak Eling tidak perlu menyelesaikan tugas semuanya termasuk harus membuat dan menyiapkan proposal sendiri. Bapak Eling perlu menyadari bahwa beliau bekerja dalam tim bukan individu. Maka dari itu, beliau harus mengedepankan diskusi bersama rekan dan diskusi juga dengan kepala sekolah. Kemudian barulah menyusun proposal, dan jika ada revisi bapak Eling harus lebih siap mental dan berkomitmen menyelesaikan tugas.
3. JIka saya bapak Eling, yang akan saya lakukan adalah saya akan berdiskusi dengan tim lagi dan berkoordinasi dalam tim jika memang harus proposal tersebut harus direvisi. Tetapi sebelumnya, Bapak Eling perlu menyampaikan perasaan dan pertimbangannya jika proposal harus direvisi. Bapak Eling harus membangun komunikasi positif dan relasinya dengan mengutarakan perasaan, pemikiran dan pertimbangannya kepada Bapak Kepala Sekolah. Dengan demikian, akan dicapai sebuah keputusan bersama yang dapat memberikan jalan keluar terbaik untuk keberhasilan acara 17 Agustus.
Eksplorasi Konsep - Kasus 5
Pengantar:
Bapak Eling telah
menjadi guru selama lebih dari 5 tahun. Suatu pagi, Bapak Eling merasakan
tubuhnya seakan berat untuk bangun dari tidurnya. Dia juga merasa berat untuk
berdiri dan bergerak berangkat menuju sekolah. Akhir–akhir ini pun selama berada
di dalam kelas, Bapak Eling sering tiba-tiba merasakan jantungnya berdetak
cepat. Pikirannya bercabang-cabang, dan ia sering merasakan dirinya mengalami
kecemasan. Saat ini memang selain sibuk mengajar, Bapak Eling juga harus
menjadi ketua panitia perayaan 17 Agustus yang akan dilaksanakan di sekolahnya
1 bulan lagi. Berikut 5 kasus yang terjadi pada Bapak Eling yang
pada akhir-akhir ini. Bacalah secara berurutan dan lakukan refleksi setelah
membaca.
Berikut kasus yang terjadi pada Bapak Eling yang pada
akhir-akhir ini. Bacalah dan lakukan refleksi setelah membaca.
Setelah bekerja
selama 5 tahun di sekolah yang sama, Bapak Eling merasa mulai kewalahan dengan
berbagai tanggung jawab tambahan yang harus dijalankan. Bapak Eling mendapatkan
tanggung jawab ekstra karena dipercaya oleh kepala sekolah. Kepala sekolah melihat
pengalaman Bapak Eling sudah jauh lebih banyak dibandingkan guru-guru yang
lain. Itu sebabnya, Bapak Eling diminta untuk menjadi penanggung jawab
beberapa acara penting di sekolah, menjadi wakil sekolah di forum
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Awalnya Bapak Eling merasa tugas
tambahan tersebut sangat menantang. Namun saat ini, dia tidak merasa tertantang
lagi. Ditambah dirinya merasa bahwa akhir-akhir ini, kinerjanya sebagai guru
juga semakin menurun. Karena itu, Bapak Eling terpikir untuk menulis surat
pengunduran diri.
Jawablah
pertanyaan berikut.
- Apakah situasi yang dihadapi Bapak
Eling? Mohon uraikan dengan singkat, padat, dan jelas.
- Apa kompetensi sosial dan emosional
yang diperlukan Bapak Eling dalam menghadapi masalah
tersebut? Jelaskan jawaban Anda. (Hubungkan dengan kerangka atau panduan
yang ada di artikel-artikel yang telah dibaca sebelumnya)
- Seandainya Anda adalah Bapak
Eling, apa yang akan Anda lakukan?
1. Situasi yang dihadapi Bapak Eling yaitu beliau merasa kinerjanya menurun. Beliau merasakan kejenuhan dan kewalahan yang membuat membuat emosinya kurang terkendali hingga akhirnya berada pada area yang tidak menyadari bahwa keputusan yang diambil bisa saja keliru yakni mengundurkan diri.
2. Kompetensi sosial dan emosional yang diperlukan Bapak Eling dalam menghadapi permasalah tersebut adalah keterampilan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Beliau harus memiliki kemampuan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, sehingga akan dapat menyikapi konsekuensi atas keputusan tersebut dengan baik, termasuk jika hasilnya tidak sesuai yang diharapkan.
3. JIka saya adalah Bapak Eling, saya akan mencoba menganalisis permasalahan ini dengan menggunakan kerangka POOCH yaitu Problem (Masalah), Options (Alternatif pilihan), Outcomes (Hasil atau konsekuensi), Choices (Keputusan yang diambil). Saya harus dapat mengerti apa permasalahn saya, kemudian opsi-opsi apa saja yang dapat saya lakukan, lalu kemungkinan apa saya yang dapat terjadi jika saya mengambil keputusan. Pada intinya, saya juga perlu menguatkan kesadaran penuh agar merasa tenang dan rileks dalam menganalisis sebuah permasalahan.
3. RUANG KOLABORASI
4. REFLEKSI TERBIMBING
- Sebutkan 3 hal menarik yang telah Anda pelajari! Kemukakan dengan alasan atau contoh berupa gambar/foto untuk memperjelas jawaban Anda!
Tanggapan:
3 hal menarik yang saya pelajari yaitu:
1). Pembelajaran sosial dan emosional melalui latihan berkesadaran penuh (mindfulness). Pemahaman mengenali emosi seperti ini dapat membantu baik guru maupun murid untuk dapat merespon terhadap kondisinya sendiri secara lebih tepat.Dengan latihan mengenali emosi dalam kesadaran penuh sebelum merespon, kita dapat meningkatkan kemampuan kita merespon secara lebih baik. Latihan berkesadaran penuh (mindfulness) dapat bermanfaat dapat mengurangi ukuran amigdala dan mengurangi kadar hormon stres dan memperkuat koneksi ke otak depan (lobus frontal). Ini memungkinkan kita untuk hidup dengan sedikit stres dan lebih bnyak kebahagiaan.
2). Belajar adalah anugerah. Anak belajar saat hati mereka terbuka, terhubung dengan lingkungan sekitar serta adanya tujuan. Melalui pembelajaran sosial-emosional, kita menciptakan kondisi yang mengizinkan semua anak mengakses anugerah tersebut. Ini berarti kita sebagai pendidik tentunya perlu menumbuhkan dan merawat semangat belajar anak demi tercapainya cita-cita yang diimpikan.
3). Pembelajaran sosial dan emosional memiliki 5 kompetensi sosial emosional yang harus dimiliki oleh seseorang baik guru maupun peserta didik yaitu kesadaran diri, manajemen diri, pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, keterampilan hubungan, kesadaran sosial. Pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang berkarakter baik.
- Sebutkan 2 hal penting yang Anda pelajari! Kemukakan dengan alasan atau contoh berupa gambar/foto untuk memperjelas jawaban Anda.
Tanggapan:
2 hal penting yang saya pelajari yaitu:
1). Untuk mencapai pemahaman kesadaran diri dan mampu mengenali emosinya, kita perlu mempraktikkan kesadaran penuh (mindfulness) melalui Teknik STOP yaitu: Stop/ Berhenti. Hentikan apapun yang sedang Anda lakukan.
Take a deep Breath/ Tarik nafas dalam. Sadari napas masuk, sadari napas keluar. Rasakan udara segar yang masuk melalui hidung. Rasakan udara hangat yang keluar dari lubang hidung. Lakukan 2-3 kali. Napas masuk, napas keluar.
Observe/ Amati. Amati apa yang Anda rasakan pada tubuh Anda? Amati perut yang mengembang sebelum membuang napas. Amati perut yang mengempes saat Anda membuang napas. Amati pilihan-pilihan yang dapat Anda lakukan.
Proceed/ Lanjutkan. Latihan selesai. Silahkan lanjutkan kembali aktivitas Anda dengan perasaan yang lebih tenang, pikiran yang lebih jernih, dan sikap yang lebih positif.
2). Satu strategi sederhana yang dapat digunakan untuk menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan yang bertanggung jawab adalah dengan menggunakan kerangka yang disebut POOCH - Problem (Masalah), Options (Alternatif pilihan), Outcomes (Hasil atau konsekuensi), Choices (Keputusan yang diambil), dan How (Bagaimana hasilnya). Kerangka sederhana ini akan membantu seseorang memikirkan dengan baik berbagai aspek sebelum memutuskan sesuatu. Selain mampu membuat pilihan keputusan, seseorang yang memiliki kemampuan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab akan dapat menyikapi konsekuensi atas keputusan tersebut dengan baik, termasuk jika hasilnya tidak sesuai yang diharapkan.
- Sebutkan 1 hal yang Anda ingin coba dan terapkan dalam kelas! Jelaskan alasan Anda!
Tanggapan:
Satu hal yang ingin saya coba terapkan yakni mengajak siswa untuk latihan berkesadaran penuh (mindfulness) melalui teknik STOP. Dengan latihan ini saya mengharapkan murid menjadi lebih fokus pada pembelajaran, mengurangi tingkat stres dan kepenatan atas materi yang didapat, dan lebih menyenangkan.
5. DEMONSTRASI KONTEKSTUAL
6. ELABORASI PEMAHAMAN
Klik RPP Aksi Nyata.
MODUL 2.3 COACHING
1. MULAI DARI DIRI
1.
Lama Mengajar
Tanggapan:
13 tahun
2. Anda menemui seorang murid berprestasi yang mengeluhkan tentang susah
konsentrasi dan penurunan motivasi belajar yang mengakibatkan ketidakpuasan
orangtuanya. Apa yang menjadi respon Anda terhadap situasi yang disampaikan?
Tanggapan:
Pertama-tama, saya harus melakukan pendekatan komunikatif dengan
mengajak murid tersebut duduk bersama dan meminta pendapat/pernyataan/argumen
tentang keluhannya yang susah konsentrasi dan mengalami penurunan motivasi
belajar. Saya perlu menggali informasi mengapa murid tersebut menjadi demikian.
Setelah mendapatkan jawabannya, saya akan mencoba mengajak murid tersebut untuk
fokus pada tujuan yang ingin dicapai. Jika murid tersebut sudah bisa fokus pada
gairah besar yang ingin dia wujudkan, dia akan berusaha untuk meraihnya. Saya
yakin jika murid tersebut sudah memiliki passion yang kuat, sesuatu yang jauh
lebih maksimal akan bisa dihasilkan dari upaya-upaya yang dilakukannya.
3. Seorang murid bertemu dengan Anda di taman sekolah dan menceritakan
bahwa ia diminta oleh teman-temannya untuk menjadi ketua panitia acara
pertandingan olahraga di SMP Penggerak. Terlihat murid tersebut ragu dan tidak
berminat. Bagaimana Anda memberikan respon sebagai seorang guru yang mengetahui
bahwa murid tersebut memiliki potensi sebagai seorang pemimpin?
Tanggapan:
Tentunya saya sebagai guru akan memberikan dukungan, semangat dan
motivasi. Saya akan berupaya meyakinkan murid tersebut bahwa ini merupakan
kesempatan yang baik untuk meningkatkan kualitas/pengembangan diri.
Teman-temanya sudah memutuskan murid tersebut untuk menjadi ketua panitia, itu
artinya murid tersebut memiliki kemampuan yang lebih yakni memiliki potensi
sebagai seorang pemimpin. Saya harus mendukung dan memotivasi murid tersebut
untuk mengambil peluang yang baik ini untuk dijadikan sebagai bahan dalam
proses pembelajaran dan pemerolehan pengalaman. Tidak lupa saya mengingatkan
bahwa jika dalam proses menjalankan tugasnya sebagi ketua menemui kesulitan,
murid tersebut bisa bertanya dan konsultasi dengan siapa pun termasuk saya
sebagai gurunya.
4. Apa saja harapan yang ingin Anda lihat pada diri
Anda sebagai seorang pendidik setelah mempelajari modul ini?
Tanggapan:
Harapan saya sebagai seorang pendidik setelah mempelajari modul ini yakni
memiliki pemahaman, pengetahuan dan keterampilan tentang coaching beserta
teknik/strategi penerapannya dalam proses pembelajaran. Di samping itu, saya
ingin menjadi pendidik yang mencerminkan trilogi pendidikan Ki Hajar Dewantara
yakni sebagai pemberi contoh/teladan/panutan, pemberi motivasi/semangat dan
pemberi dorongan.
5.
Apa saja harapan yang ingin Anda lihat pada
murid-murid Anda setelah mempelajari modul ini?
Tanggapan:
Setelah mempelajari modul ini, Saya berharap murid-murid saya bisa
mengoptimalkan dan memberdayakan kemampuan dan potensinya dalam mengikuti
proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran bisa dicapai dan sekaligus
terwujudnya Profil Pelajar Pancasila yaitu pelajar yang belajar sepanjang hayat
yang kompeten dan memiliki karakter sesuai nilai-nilai Pancasila yang terbangun
secara utuh. Di samping itu, saya berharap murid-murid saya memiliki
keterampilan abad ke-21 (keterampilan 4C) yaitu mampu menjadi murid yang
berpikir kritis, kolaboratif, komunikatif dan kreatif. Itu semua bisa
diwujudkan jika saya sebagai pendidik mampu membangun dan melejitkan potensi
dan bakat individu masing-masing siswa.
6.
Apa saja kegiatan, materi, manfaat yang Anda
harapkan ada dalam modul ini?
Tanggapan:
Kegiatan
dan materi yang saya harapkan nantinya bisa bermanfaat bagi saya dan
murid-murid saya dalam menumbuhkan minat, bakat dan potensi murid serta bisa
dioptimalkan agar tercapai tujuan pendidikan.
2. EKSPLORASI KONSEP
A. Konsep Coaching dalam Konteks Pendidikan
Pengertian Coaching
Untuk mengawali proses memahami konsep coaching ini, mari
kita simak ilustrasi berikut:
Pak
Amir adalah seorang pengemudi kendaraan di Kota Tangerang. Saat ini, ia
mengantarkan Pak Handoko ke tempat tujuannya. Ternyata jalanan macet dan Pak
Handoko tampak panik mengingat acaranya yang akan segera dimulai. Pak Amir
mengajak Pak Handoko berdiskusi dan berdialog untuk menentukan alternatif jalan
yang pernah ditempuh sebelumnya. Pak Amir bertanya mengenai pengalaman yang
dimiliki Pak Handoko terhadap pilihan2 jalan alternatif tersebut.
Kemudian Pak Amir membantu Pak Handoko untuk melakukan analisis dari
setiap jalan alternatif yang memungkinkan diambil agar bisa lebih
cepat sampai ke tujuan. Dengan berbagai pertimbangan, Pak Handoko akhirnya memutuskan
untuk memilih satu jalan yang ia yakini lebih cepat dan lancar. Ternyata
keputusan yang diambil Pak Handoko tepat. Jalanan lancar, dan Pak Handoko
sampai di tempat tujuan tepat waktu..
Ilustrasi tersebut memperlihatkan bahwa untuk sampai ke
tujuan dibutuhkan tindakan (action), dan terjadi perubahan (change)
tempat. Ketika dikaitkan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari, jika Pak Amir
adalah seorang coach dan Pak Handoko adalah coachee,
maka Pak Amir menolong dengan cara-cara tertentu, supaya Pak Handoko sampai ke
sasaran yang dia inginkan. Dalam konteks ini, coaching adalah
salah satu alat untuk menolong Pak Handoko. Pak Amir yang memerankan diri sebagai coach
tidak serta merta mengajukan satu solusi yang harus diikuti coachee,
melainkan menawarkan beberapa alternatif dan kemudian pak Handoko memutuskan
sendiri sesuai dengan kondisinya. Selanjutnya, Pak Handoko lah yang
membuat keputusan dengan cara yang diyakini dapat mencapai tujuannya.
Berangkat dari ilustrasi di atas, mari kita simak beberapa
pengertian mengenai coaching. Para ahli mendefinisikan coaching
sebagai:
- sebuah
proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan
sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas
performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan
pribadi dari coachee (Grant, 1999)
- kunci
pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih
kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya (Whitmore,
2003)
- Tuliskan prinsip-prinsip coaching yang dapat Anda ambil dari beberapa pengertian coaching yang telah disajikan!
Tanggapan:
1). Kolaborasi antara coach dan coachee yang fokus pada solusi.
2). Solusi ditentukan oleh coachee setelah beberapa alternatif solusi ditawarkan oleh coach.
3). Keputusan yang sudah diambil coachee diyakini dapat mencapai tujuan.
4). Coach menggali potensi coachee untuk bisa memaksimalkan kinerjanya.
2. Sebagai guru, pernahkah Anda menerapkan prinsip-prinsip coaching tersebut di sekolah Anda? Jika jawaban Anda "ya", berilah contoh dan penjelasannya!
Tanggapan:
Ya, ketika menghadapi siswa-siswa yang bermasalah saat pembelajaran daring. Siswa-siswa tersebut tidak pernah hadir dan tidak pernah membuat tugas saat pembelajaran daring. Beberapa guru mata pelajaran juga mengeluhkan hal yag sama bahwa mereka juga tidah pernah membuat tugas saat pembelajaran daring. Nah, dari kasus tersebut, saya mencoba menghubungi langsung lewat WA maupun berbincang saat sekolah berupaya menghadirkan siswa-siswa secara bergantian per kelas ke sekolah. Lewat WA kadang chatnya terbatas karena siswa-siswa tersebut terkendala kuota dan pada saat mereka dihadirkan secara tatap muka ke sekolah barulah saya bisa berbincang langsung dengan mereka. Adapun alasan-alasan yang mereka kemukakan yakni:
1. Ada siswa yang tidak punya orang tua dan hanya diasuh oleh kakek neneknya. Siswa tersebut tidak mampu memberli kuota untuk pembelajaran daring. Dia harus bekerja terlebih dahulu agar bisa menghasilkan uang untuk membeli kuota internet.
2. Siswa yang satunya juga tidak punya orang tua dan rumahnya cukup jauh sehingga akses internet ke rumah anak tersebut juga terbatas. Anak ini juga punya saudara sakit yang harus dirawat dan perlu dicarikan biaya untuk perawatannya. Anak ini giat bekerja dengan mencari rumput sebagai pakan sapi. Itulah alasannya anak ini tidak bisa ikut pembelajaran daring karena harus bekerja terlebih dahulu agar bisa menghasilkan uang untuk membeli kuota internet.
Dari alasan-alasan yang diutarakan oleh siswa-siswa tersebut, saya termasuk pihak sekolah mencoba menawarkan beberapa solusi seperti mereka harus datang ke sekolah untuk belajar langsung dan sekaligus mengambil tugas-tugas dari guru. Selain itu, mereka bisa bekerja di lab komputer yang telah disediakan khusus untuk siswa-siswa yang tidak bisa mengikuti pembelajaran daring. Yang terakhir, salah satu tim manajemen sekolah menawarkan dan mengusulkan mereka untuk memperoleh beasiswa. Dari solusi-solusi tersebut, mereka bisa menentukan pilihannya sendiri agar mereka bisa mengikuti pembelajaran di sekolah saat pandemi.
Selain definisi-definisi yang diungkapkan oleh para ahli yang telah
disebutkan di atas, International Coach Federation (ICF)
mendefinisikan coaching sebagai:
“…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan
potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang
menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”
Dari definisi ini, Pramudianto (2020) menyampaikan tiga makna yaitu:
a. Kemitraan.
Hubungan coach dan coachee adalah hubungan
kemitraan yang setara. Untuk membantu coachee mencapai
tujuannya, seorang coach mendukung secara maksimal tanpa
memperlihatkan otoritas yang lebih tinggi dari coachee.
b. Memberdayakan.
Proses inilah yang membedakan coaching dengan proses lainnya.
Dalam hal ini, dengan sesi coaching yang ditekankan pada
bertanya reflektif dan mendalam, seorang coach dapat menggali,
memetakan situasinya sehingga menghasilkan pemikiran atau ide-ide baru.
c. Optimalisasi.
Selain menemukan jawaban sendiri, seorang coach akan berupaya
memastikan jawaban yang didapat oleh coachee diterapkan dalam
aksi nyata sehingga potensi coachee berkembang.
d.
Menyelami
makna-makna yang terkandung dalam definisi coaching membawa
kita pada pertanyaan, “Apakah dengan demikian coaching ini
bisa diterapkan di dunia pendidikan sehingga bisa mengoptimalkan sumber daya
yang ada, baik guru maupun murid?” Apakah guru dapat berperan sebagai coach?
Mari kita sama-sama membahas bagaimana coaching ini diterapkan
dalam konteks sekolah dan bagaimanakah peran guru guru dalam menerapkan
keterampilan coaching sebagai coach.
B. Coaching dalam Konteks Sekolah
Klik Coaching dalam Konteks Sekolah.
- 3.Keterampilan berkomunikasi yang bagaimanakah yang sudah Anda kuasai?
Tanggapan:
Keterampilan berkomunikasi yang saya kuasai yaitu kemampuan membangun hubungan yang baik dengan siswa dan orang tua. Selain itu, saya juga mampu menstimulasi dan mengekslorasi diri siswa dengan pertanyaan-pertanyaan reflektif.
- 4.Keterampilan manakah yang perlu Anda asah agar dapat menjalankan coaching dengan baik?
Tanggapan:
Keterampilan yang perlu saya asah yakni keterampilan menawarkan/memberikan alternatif solusi yang bisa dijadikan bahan pertimbahan atau inspirasi dalam menentukan keputusan. Siswa perlu disajikan beberapa pilihan ide/masukan yang kemudian bisa dicerna dan selanjutnya bisa mengambil keputusan yang bertanggung jawab.
Simaklah video animasi mengenai konsep coaching berikut dan jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
1.
Bagaimana cara burung hantu membantu sang kancil
menyeberang sungai?
Tanggapan:
Burung hantu hanya menanyakan apa yang sedang terjadi pada kancil dan apa
akar permasalahnya. Kemudian burung hantu menanyakan lagi tentang usaha-usaha
apa yang pernah dicoba untuk menyelesaikan masalahnya dalam hal ini menyebrangi
sungai. Dari jawaban si kancil, burung hantu mengajak kancil untuk
merefleksikan apakah usaha-usahanya tersebut sudah sesuai dengan potensi yang
dimilikinya. Burung hantu mengajukan beberapa pertanyaan reflektif untuk
menyadarkan diri si kancil untuk memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya
tidak perlu meniru cara makhluk yang lain. Pada intinya burung hantu sebagai
coach mengajak si kancil sebagai coachee berkomunikasi dengan mengajukan
pertanyaan reflektif yang bisa menumbuhkan kesadaran akan jati diri dan potensi
apa yang dimilikinya.
2.
Bagaimana cara burung hantu menanggapi
pernyataan sang kancil tentang ketidak mampuannya?
Tanggapan:
Dengan meyakinkan dulu apakah benar kancil ingin melewati sungai. Selan itu, burung hantu juga bertanya menanyakan usaha-usaha apa saja yang telah dilakukan dan Menemukan pesan atau kata kunci yang akan di untuk menggali informasi dan menyadarkan kancil terhadap usahanya yang telah dilakukan dan apakah usahanya itu cocok dengan dirinya ataukah tidak.
3. Pertanyaan-pertanyaan seperti apakah yang diajukan
oleh burung hantu untuk membantu sang kancil?
Tanggapan:
Pertanyaan-pertanyaan tersebut yaitu:
1. bagaimana aku bisa membantumu'
2. Apakah kamu pingin menyebrangi sungai yang kecil ini
3. usaha apa yang pernah kamu dilakukan
4. Usaha lain apa lagi yang pernah dilakukan
5. Apakah usaha-usaha yang telah kamu lakukan tersebut sudah benar atau belum.
4.
Jika Anda menjadi sang kancil, apa yang Anda
rasakan ketika dibantu dengan cara demikian?
Tanggapan:
Sangat senang, bersyukur dan berterima kasih atas bantuan yang diberikan
walaupun tidak secara langsung tetapi menjadikan saya sadar dan dan berpikir
solutif dalam menghadapi masalah. Bantuan tersebut juga bisa membuat saya
berpikir kritis untuk menggali segala kemampuan yang saya miliki sendiri untuk
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
5. Jika Anda adalah sang burung hantu dan kancil
adalah murid Anda, apakah Anda cukup sabar? Mengapa?
Tanggapan:
Ya,
sabar dalam artian mengikuti alur pikir murid untuk menggali dan mengembangkan
segala potensi yang dimiliki murid. Hal tersebut sangat diperlukan oleh seorang
guru agar tujuan pembelajaran bisa tercapai dengan mudah dan lancar. Jika satu
murid sadar akan jati diri dan potensinya itu, maka akan terjadi perubahan sebagai
hasil dari proses kesabaran guru untuk menjadi coach.
Klik Paradigma Pendampingan Coaching.
C. Coaching,
Konseling, dan Mentoring
Sebagai
guru, Anda diharapkan menjadi pemimpin pembelajaran. Sebagai pemimpin
pembelajaran, Anda tentunya harus memainkan banyak peran. Terkadang, untuk
menghadapi murid, Anda harus menjadi seorang konselor. Suatu saat Anda juga
diharapkan menjadi mentor. Selain itu, terkadang Anda juga harus menjadi
seorang coach.
Tentunya,
sebagai guru, Anda selalu menjadi mentor bagi murid Anda dengan menyampaikan
pengalaman yang Anda miliki. Anda juga melakukan konseling dengan murid Anda
ketika mereka datang dengan permasalahan mereka. Nah, ketika Anda harus
menghadapi murid dengan berbagai potensinya dan Anda berupaya untuk
memaksimalkan potensi tersebut, Anda seyogyanya berperan sebagai seorang coach.
Mengapa Anda harus berperan sebagai coach? Mari kita lihat ketiga metode
pengembangan diri tersebut?
Untuk
memahami perbedaan peran antara konselor, mentor, dan coach tersebut,
mari kita simak video berikut ini, dan jawablah pertanyaan-pertanyaan
mengenai video tersebut.
- Apa yang seorang konselor lakukan untuk membantu seseorang yang bermasalah dalam mengemudi mobil?
Tanggapan:
Konselor tersebut menggali masalah-masalah yang seseorang alami di masa lalu, dalam hal ini masalah-masalah yang sesorang alami dalam mengemudi mobil. Konselor mengajarkan kliennya cara-cara menyelesaikan masalah dalam hal mengemudi.
2. Apa yang seorang mentor lakukan untuk membantu seseorang yang bermasalah dalam mengemudi mobil?
Tanggapan:
Konselor berbagi tips dan pengalaman terkait hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengemudikan mobil.
3. Apa yang seorang coach lakukan untuk membantu seseorang yang bermasalah dalam mengemudi mobil?
Tanggapan:
Konselor membimbing dan mengarahkan coachee untuk menggali kemampuan yang dimilikinya dan mengoptimalkan kemampuannya tersebut untuk menyelesaikan sendiri permasalahan yang dihadapinya dalam hal mengemudi.
Klik Perbedaan Coaching, Mentoring, dan Konseling
A.
Komunikasi Asertif
Dalam proses berkomunikasi dengan orang lain, tidak selalu apa yang kita harapkan akan berjalan dengan lancar. Ada saja hambatan yang datang dan seringkali hasil komunikasi tersebut tidak dapat memuaskan semua orang. Hal ini dapat terjadi karena sikap berkomunikasi yang berbeda satu sama lain, dan tidak semua orang dapat secara mudah mengungkapkan apa yang ada di benaknya dengan tepat. Kita perlu memahami tipe umum manusia berkomunikasi agar kita dapat memberikan respon yang tepat.
- Apakah gaya komunikasi Anda? Mengapa Anda berpikir demikian?
Tanggapan:
Saya cenderung menggunakan gaya komunikasi asertif. Saya biasanya memadukan gaya komunikasi agresif dan pasif dengan tepat. Ada saatnya saya mendengarkan rekan bicara dan ada kalanya juga saya menyuarakan aspirasi atau mengungkapka pendapat/ide. Saya memiliki kepercayaan diri bahwa semua orang berkesempatan dan berhak untuk menyampaikan pendapat untuk mencapai pemecahan masalah . Saya juga belajar mendengarkan pendapat orang lain dan memberikan tanggapan dengan mempertimbangkan rasa hormat dan perasaan lawan bicara.
- Langkah-langkah yang perlu dipelajari untuk menjadi komunikator yang asertif.
Tanggapan:
1. Memahami gaya komunikasi lawan bicara.
2. Berkomunikasi dengan menyampaikan data yang benar.
3. Menggunakan bahasa tubuh dan nada bicara yang tepat.
4. Mendengarkan lawan bicara dan meresponnya dengan cara mengajukan pertanyaan.
5. Bersikap bijaksana dalam menemukan solusi.
- Apakah yang menjadi tantangan Anda dan apa yang perlu diusahakan dari diri Anda agar dapat melakukan komunikasi asertif?
Tanggapan:
Adapun yang menjadi tantangan saya dalam melakukan komunikasi asertif yaitu:
1. Merasa risau jika gaya komunikasi saya bisa menyinggung perasaan lawan bicara. Saya khawatir perbedaan pendapat dan argumen bisa memicu terjadinya konflik.
2. Cenderung bersikap pasif jika pemikiran/pendapat saya tidak sejalan dengan pemikiran lawan bicara demi menjaga perasaan.
3. Merasa bahwa pendapat/pemikiran saya yang paling benar jika terbukti apa yang saya sampaikan sesuai fakta. Dengan kata lain ada perasaan egois dan cenderung mendominasi komunikasi.
Kemudian, adapun usaha yang saya lakukan untuk dapat berkomunikasi asertif yaitu:
1. Menunjukkan kejujuran dalam berkomunikasi. Kejujuran yang saya tampilkan bertujuan untuk memunculkan rasa hormat kepada orang lain dan empati terhadap lawan bicara.
2. Memunculkan kesadaran diri. Dengan mengenali diri saya sendiri, saya bisa mengendalikan dan mengelola segala tindakan, ucapan dan bahasa tubuh agar komunikasi berjalan efektif.
3. Memiliki kepercayaan diri untuk bisa meyakinkan dan mempengaruhi orang lain bahwa setiap keputusan bisa dijadikan sebuah kesepakatan.
Berkomunikasi
secara asertif akan membangun kualitas hubungan kita dengan orang lain menjadi
lebih positif karena ada pencapaian bersama dan kesepakatan dalam pemahaman
dari kedua belah pihak. Kualitas hubungan yang diharapkan dibangun atas rasa
hormat pada pemikiran dan perasaan orang lain.
Ketika
melakukan kegiatan coaching, sebagai seorang coach kita
biasanya menghendaki adanya hasil yang dicapai, namun ada kalanya coachee kita
(murid) merasa tidak suka atau merasa ragu serta tertekan dengan komunikasi
yang hendak dibangun. Karenanya, sebuah pemahaman komunikasi asertif perlu
dibangun agar timbul rasa percaya dan aman. Ketika rasa aman itu hadir dalam
sebuah hubungan coach and coachee, maka coachee
akan lebih terbuka dan menerima ajakan kita untuk berkomunikasi. Keselarasan
pada tujuan mulai terbangun.
Dalam usaha
membangun keselarasan berkomunikasi, coach juga perlu belajar
menyamakan posisi diri pada saat coaching berlangsung.
Beberapa tips singkat yang dapat seorang coach lakukan:
1. Menyamakan
kata kunci
Memperhatikan
kata kunci dalam pembicaraan memberikan kesan penerimaan hubungan coach dan coachee.
Disini awal keberhasilan coaching sebab coach dan
coachee mampu menyesuaikan diri dan membangun relasi.
Kata-kata
kunci biasanya merupakan kata-kata yang diulang-ulang atau ditekankan oleh coachee dan
ini biasanya terkait dengan nilai kehidupan. Coach dapat
menggunakan kata-kata kunci ini untuk membimbing coachee untuk
mencapai tujuannya.
Sebagai
contoh, jika murid menggunakan bahasa dan istilah kekinian dalam bercerita,
kita dapat juga menggunakan istilah yang dipakai ketika kita bertanya untuk
mengklarifikasi pernyataannya.
Percakapan
1
Murid
: “Bu, aku tuh kalau uda masuk kelas Pak Mato, pikiran tuh langsung
ambyar..byar byar Bu.”
Guru
: “Oh demikian? Bisa kamu ceritakan ambyar yang bagaimana sehingga kamu
sulit konsentrasi belajar di kelas?”
Percakapan
2
Murid
: “Pak, Timun selalu gitu deh. Lebay banget kalau uda ngomong. Saya
makin lama uda gak nyaman mau main sama dia.”
Guru
: “Seberapa kecewanya kamu dengan lebaynya teman yang kamu ceritakan
barusan?
2. Menyamakan
bahasa tubuh
Bahasa
tubuh memainkan peran penting dalam komunikasi sebab hal ini dalam menentukan
bagaimana rekan bicara kita akan menanggapi dan berhubungan selanjutnya dengan
kita. Bahasa tubuh disini meliputi mimik wajah, suara, postur tubuh, ataupun
gerakan tubuh lainnya.
Coach dapat memberikan tanda setuju
secara tidak langsung pada apa yang disampaikan coachee dengan
senyum atau dengan anggukan. Jika coachee kita sedang
bersandar ke lengan kursi misalnya, coach juga dapat mengikuti
gerakannya. Ketika coachee sedang bersemangat bercerita dan
mencondongkan tubuhnya ke depan, kita juga usahakan mengikutinya.
Kegiatan penyamaan ini perlu dilakukan dengan halus dan tidak kentara
agar coachee tidak merasa ditiru.
3. Menyelaraskan
emosi
Setelah kata
dan bahasa tubuh yang kita selaraskan, emosi pun perlu kita usahakan untuk
diselaraskan, terutama ketika coachee mengucapkan hal-hal yang
emosional. Hal ini akan membuat coachee merasa coach-nya
ada pada pihaknya dan mengerti perasaannya.
Contoh:
Murid : “Saya
sudah gak bisa kerja sama Toni lagi Bu. Dia tidak pernah menerima ide yang saya
berikan.”
Guru
: “Ya, Ibu dapat memahami perasaan kamu. Tidak semua orang dapat dengan
mudah menerima pendapat orang lain.”
Komunikasi
asertif membangun relasi. Relasi baik dan positif yang terbentuk akan menjadi
modal utama dalam process coaching.
- Setelah mempelajari bagian ini apa pemahaman Anda mengenai makna dari membangun sebuah komunikasi asertif dengan murid?
Tanggapan:
Membangun sebuah komunikasi asertif dengan murid berarti saya sebagai pendidik telah membangun keselarasan berkomunikasi dengan cara menyamakan kata kunci, menyamakan bahasa tubuh dan menyelaraskan emosi. Itu semua dalam upaya untuk membangun kualitas hubungan kita dengan orang lain agar menjadi lebih positif.
- Apa dampak yang bisa Anda rasakan?
Tanggapan:
Damapak yang bisa saya rasakan yaitu:
1. Terhindar dari konflik/perselisihan saat berkomunikasi.
2. Meningkatnya kepercayaan diri dalam menyampaikan segala ide/pendapat ketika berkomunikasi.
3. Menjadi hal yang biasa bagi komunikator asertif untuk menyuarakan aspirasinya yang berupa pemikiran/pendapat secara gamblang.
B. Pendengar aktif
Bacalah kutipan berikut ini. Tuliskan pemahaman Anda
I know that you believe you understand what you think I said but I am
not sure you realise that what you think you heard and it is not what I meant
~ Alan Greenspan
(Saya tahu bahwa anda percaya diri bahwa anda memahami apa yang anda
pikir saya katakan, namun saya tidak yakin bahwa anda menyadari bahwa apa yang
anda pikir sudah didengar, dan ini bukanlah yang saya maksudkan)
Tanggapan:
Komunikasi yang jelas menjadi indikator kesuksesan dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini adanya komunikasi yang jelas dari murid ke guru atau sebalikknya dari guru ke murid. Keberhasilan proses pembelajaran berangkat dari komunikasi yang jelas yang bisa dimengerti oleh murid. Sebaliknya, murid akan mengalami miskonsepsi jika ada ketidakjelassan guru dalam berkomunikasi. Oleh karena itu, penting untuk mengkomunikasikan apapun permasalahan/kesulitan yang dihadapi. Jika perlu, kita sebagai guru bisa meminta masukan/pendapat dari murid seberapa jauh mereka bisa menangkap apa yang kita sampaikan.
Salah satu keterampilan utama dalam coaching adalah
keterampilan mendengar. Seorang coach yang baik akan mendengar
lebih banyak dan kurang berbicara. Dalam sesi coaching kita
perlu fokus bahwa pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni
murid kita. Dalam hal ini, seorang coach harus dapat
mengesampingkan agenda pribadi atau apa yang ada dipikirannya termasuk
penilaian terhadap coachee.
1. Memberikan perhatian penuh pada lawan bicara kita dalam menyampaikan pesan.
Pesan yang disampaikan bisa terkomunikasikan secara verbal maupun non-verbal. Karenanya, sebagai coach kita perlu fokus dan komitmen diri pada awal sesi untuk hadir sepenuhnya selama coaching berlangsung.
2. Tunjukkan bahwa kita mendengarkan.
Bahasa tubuh dan respon kita dapat secara efektif menyampaikan pesan kepada lawan bicara kita bahwa kita memperhatikan setiap pesan yang disampaikan.
Contoh bahasa tubuh dan respon kecil yang menunjukkan bahwa seseorang mendengarkan secara aktif:
· Respon singkat – ‘oh’ , ‘iya’, ‘hm…”
- Anggukan kecil – tanda mengerti apa yang disampaikan
- Raut wajah positif – senyum
- Kontak mata – jaga kontak mata
- Postur tubuh – condong ke arah rekan bicara kita dan hindari melipat tangan di depan dada
- Gerakan tubuh – hindari menggoyangkan jari atau kaki
3. Menanggapi perasaan dengan tepat
Nada positif dan berikan afirmasi kepada apa yang disampaikan oleh rekan bicara kita. Fokus kepada masalah atau topik yang disampaikan.
Contoh: “Saya merasakan apa yang kamu alami saat ini.”, “Sepertinya kamu telah menangani masalahmu dengan cukup baik.”, “Saya kagum dengan usahamu.”
4. Parafrase
Ini digunakan ketika kita hendak menegaskan kembali makna pesan yang disampaikan dengan menggunakan kalimat kita sendiri.
Contoh:
Murid: “Saya kecewa orang tua saya tidak pernah mau mengurusi sekolah saya.”
Anda: “Jadi kamu merasa kecewa sama Bapak Ibumu karena mereka tidak acuh dan tidak mengurusi sekolah mu ya?”
5. Bertanya
Pendengar aktif akan mengajukan pertanyaan untuk mendorong lawan bicaranya menguraikan lebih lagi keyakinan atau perasaannya. Pada saat inilah diperlukan keterampilan bertanya sehingga mampu menggali lebih dalam potensi yang dimiliki oleh rekan bicara kita. Bagian ini akan kita bahas pada aspek komunikasi yang memberdayakan berikutnya.
TIRTA
TIRTA dikembangkan dari satu model
umum coaching yang dikenal sangat luas dan telah banyak
diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah
kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will.
Pada tahapan 1) Goal (Tujuan): coach perlu
mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari
sesi coaching ini, 2) Reality (Hal-hal
yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee,
3) Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam
memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan
sebuah rancangan aksi. 4) Will (Keinginan untuk
maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan
menjalankannya.
Model TIRTA dikembangkan dengan semangat
merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching.
Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk
melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru
diharapkan dapat melakukan pendampingan kepada murid melalui pendekatan coaching di
komunitas sekolah dengan lebih mudah dan mengalir.
TIRTA kepanjangan dari
Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air
mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka
biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Anda, sebagai
guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan.
Tugas Anda adalah menuntun atau membantu
murid (coachee) menyadari bahwa mereka mampu menyingkirkan
sumbatan-sumbatan yang mungkin menghambat perkembangan potensi dalam dirinya.
Dengan demikian, bagaimana cara Anda menjaga
agar dapat menyingkirkan sumbatan yang ada? Jawabannya adalah
keterampilan coaching.
Tujuan Umum
TIRTA dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tujuan Umum (Tahap awal dimana kedua
pihak coach dan coachee menyepakati tujuan
pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee)
Dalam tujuan umum, beberapa hal yang
dapat coach rancang (dalam pikiran coach) dan yang
dapat ditanyakan kepada coachee adalah:
Seorang coach menanyakan kepada coachee tentang sebenarnya tujuan yang ingin diraih coachee.
Identifikasi
Identifikasi (Coach melakukan
penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan
dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi)
Beberapa hal yang dapat ditanyakan dalam
tahap identifikasi ini adalah:
Rencana Aksi
Rencana Aksi (Pengembangan ide atau
alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat)
TAnggungjawab
TAnggungjawab (Membuat komitmen atas
hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya)
- Dari semua langkah dalam model TIRTA, langkah manakah yang menurut Anda paling menantang? Mengapa?
Tanggapan:
Langkah yang paling menantang dalam model TIRTA menurut saya adalah Rencana Aksi karena pada Aksi nyata kita benar-benar memerlukan dan mengoptimalkan segala strategi dan pendekatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Di sinilah lah peran dan kemampuan kita sebagai coach dalam mengimplementasikan proses coaching sangat diperlukan. Potensi dan keterampilan seorang coach benar-benar diasah untuk mengeksplorasi potensi dan komitmen coachee dalam memecahkan masalahnya sendiri bukan coach yang memberikan solusi atau berbagi pengalaman.
- Kendala apakah yang mungkin akan Anda hadapi ketika Anda menggunakan langkah-langkah dalam model TIRTA ketika berupaya melakukan sesi coaching dengan murid Anda di sekolah?
Tanggapan:
Kendala yang mungkin akan saya hadapi dalam mempraktikkan coaching model TIRTA adalah kemampuan komunikasi dalam hal proses identifikasi permasalahan murid. Terkadang, dalam proses komunikasi murid terkesan tidak dengan leluasa dan gamblang dalam mengungkapkan permasalahnnya. Murid cenderung sedikit pasif dalam membangun komunikasi. Akan tetapi, saya sebagai guru sekaligus coach berupaya menjadi pendengar aktif dan dan penanya efektif untuk menemukan pemahaman, rencana, tindakan dan tanggung jawab yang bisa dilakukan murid.
1. Apa yang dilakukan coach dalam membantu coachee mengenali situasi (permasalahan atau tantangan) yang dihadapi coachee?
Tanggapan:
Pertama-tama, coach menciptakan keadaan yang nyaman bagi coachee untuk mencoba mengungkapkan permasalahan/kesulitannya. Selanjutnya, coach memutuskan tujuan coaching dengan cara melontarkan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk menggali permasalahan yang terjadi pada diri coachee, aktif mendengarkan tanggapan coachee dan menjalin komunikasi asertif dengan coachee. Coach memberikan pendapat dan tanggapan dan membantu coachee mengambil tindakan-tindakan serta menstimulasi coachee mengeksplorasi ide dan pilihan solusi dan mengambil keputusan. Setelah itu, coach memotivasi coachee menentukan rencana untuk menyelesaikan masalah dengan hasil yang mampu dilakukan sesuai kebutuhan. Lalu, coach mendorong coachee agar menjadi murid yang bertanggung jawab atas tindakan nyata yang coachee akan laksanakan terkait hasil yang ingin dicapai.
2. Bagaimana cara coach memberi respons terhadap situasi yang dihadapi coachee? (perhatikan secara cermat sikap dan perilaku coach)
Tanggapan:
Coach menempatkan diri sebagai pendengar aktif yang mencurahkan fokus dan perhatiaannya, menghormati apa yang dirasakan coachee dan mendorong coachee mengembangkan potensi dan kemampuannya dalam menentukan keputusan yang bertanggung jawab, menerima umpan balik, dan juga membantu memberikan evaluasi/refleksi.
3. Apakah praktek coaching model TIRTA dapat dipraktekkan dalam situasi dan konteks lokal kelas dan sekolah Anda? apa tantangan utama Anda dalam melakukan praktek coaching model TIRTA?
Tanggapan:
Ya, dalam situasi dan konteks lokal kelas dan sekolah saya, praktek coaching model TIRTA bisa diimplementasikan untuk membantu mencapai solusi dari permasalahan yang dihadapi murid, guru dan sekolah. Tantangan utama saya dalam mempraktikkan coaching model TIRTA adalah kemampuan komunikasi dalam hal proses identifikasi permasalahan murid. Terkadang, dalam proses komunikasi murid terkesan tidak dengan leluasa dan gamblang dalam mengungkapkan permasalahnnya. Murid cenderung sedikit pasif dalam membangun komunikasi. Akan tetapi, saya sebagai guru sekaligus coach berupaya menjadi pendengar aktif dan dan penanya efektif untuk menemukan pemahaman, rencana, tindakan dan tanggung jawab yang bisa dilakukan murid.
4.Siapakah yang dapat membantu Anda melatih praktek coaching model TIRTA di kelas dan sekolah Anda? Bagaimana Anda melibatkan mereka?
Tanggapan:
Saya yakin semua warga sekolah seperti murid,
guru, tenaga kependidikan dan kepala sekolah bisa dilibatkan dalam melakukan
praktek coaching model TIRTA terutama permasalahan yang dihadapi murid. Praktik
coaching yang dipraktekkan kepada murid selanjutnya bisa dikomunikasikan kepada
seluruh warga sekolah untuk dijadikan pertimbangan melakukan rencana perbaikan
demi terciptanya ekosistem pendidikan yang positif. Seluruh warga sekolah bisa
berdiskusi dan berkoordinasi menentukan tindakan nyata untuk menjadikan data
hasil coaching sebagai suatu kebijakan atau pengambilan keputusan yang
bertanggung jawab.
3. RUANG KOLABORASI
4. REFLEKSI TERBIMBING
1.
Sebelum mempelajari modul ini
Tanggapan:
Sebelum mempelajari modul ini, saya pikir bahwa coaching adalah proses
komunikasi yang melibatkan guru dan siswa yang membahas tentang
kesulitan/permasalahan yang dihadapi siswa kemudian guru memberikan bimbingan
dan pengarahan serta tuntunan untuk mencapai solusi dari permasalahan yang
dihadapi siswa. Sebelum mempelajari modul ini, saya merasa bahwa coaching
merupakan proses pembinaan siswa yang mengalami permasalahan dan berada pada
ranah penanganan guru BK. Guru mapel bisa saja beperan sebagai coach tapi bukan
merupakan tugas utamanya karena guru mapel berperan utama sebagai pemberi
materi. Tetapi, jika mendapat tugas sebagai wali kelas, seorang guru wajib
melakukan proses pembinaan siswa yang mengalami permasalahan dan membantu
memberikan solusi atas permasalahannya.
2.
Setelah mempelajari modul ini,
Tanggapan:
Setelah mempelajari modul ini, saya pikir bahwa coaching merupakan suatu
proses komunikasi dan kolaborasi antara guru (sebagai coach) dan murid (sebagai
coachee). Dalam prakteknya, coach mendorong/menstimulasi dan menggali segala
kemampuan dan potensi coachee untuk menemukan solusi dari permasalahan yang
dihadapi. Guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan mengoptimalkan segala
sumber daya yang ada pada coachee itu sendiri. Saya merasa bahwa coaching
merupakan gaya komunikasi yang paling sesuai dalam menangani permasalahan yang
dihadapi murid. Melalui coaching, murid dilatih untuk
mengeksplorasi potensinya dalam hal menemukan sendiri solusi dari permasalahan
yang dihadapinya. Dengan kata lain, melalui coaching ini dapat membantu coachee
dalam memaksimalkan sumber daya yang dimilikinya untuk menyelesaiakan
masalahnya sendiri.
3.
Dari teknik keterampilan coaching yang
saya pelajari, teknik yang perlu saya kembangkan dan latih adalah
Tanggapan:
Teknik yang perlu saya kembangkan dan latih adalah keterampilan dalam
membangun komunikasi dengan murid dalam hal menumbuhkan jawaban-jawaban terbuka
dari murid dan juga keterampilan memfasilitasi pembelajaran. Karena kompetensi
tersebut merupakan hal yang paling mendasar dalam menghadirkan kenyamanan
coachee untuk mengeksplorasi dirinya sendiri dalam menemukan segala potensi
yang ada pada diri coachee untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Coach
membantu mengarahkan dan menuntun coachee untuk menemukan keputusannya sendiri
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
4.
Kendala
yang saya hadapi ketika melakukan pendampingan dengan pendekatan coaching dalam
Komunitas Praktisi adalah
Tanggapan:
Kendala yan saya hadapi yakni:
a.
Sikap tertutup murid ketika coach melakukan
proses identifikasi masalah
b.
Murid merasa tidak percaya diri untuk
menceritakan persoalan yang dihadapi.
c.
Murid tidak memiliki kemampuan untuk memberikan
jawaban-jawaban yang bersifat terbuka
d. Meluangkan waktu untuk proses coaching
5.
Upaya yang saya lakukan dalam menghadapi kendala
tersebut adalah
Tanggapan:
Upaya apa yang saya lakukan dalam menghadapi kendala tersebut :
a.
Berupaya untuk menciptakan kenyamanan untuk
murid sehingga mereka tidak merasa canggung untuk menceritakan permasalahan
yang dihadapi dalam proses coaching
b.
Aktif menjadi pendengar yang baik dan memberikan
tanggapan-tanggapan yang positif dalam menanggapi permasalahan yang diceritakan
oleh murid
c.
Meluangkan waktu yang cukup di luar jam
pembelajaran untuk melakukan coaching agar lebih maksimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar