Senin, 05 September 2022

Modul 2 PGP Angkatan 4 Karangasem

MODUL 2.1 MEMENUHI KEBUTUHAN BELAJAR MURID MELALUI PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI 


1. MULAI DARI DIRI 

Klik Mulai Dari Diri Part 2.  

Klik Mulai Dari Diri Part 3.  

Klik Mulai Dari Diri Part 4.  


2. EKSPLORASI KONSEP

Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi

Bayangkanlah kelas yang Anda ajar saat ini. 

Ingatlah satu persatu murid di kelas Anda. Bagaimanakah karakteristik setiap anak di kelas Anda? Tahukah Anda apa kekuatan mereka? Bagaimana gaya belajar mereka? Apa minat mereka? Siapakah yang memiliki keterampilan menghitung paling baik di kelas Anda? Siapakah yang sebaliknya? Siapakah yang paling menyukai kegiatan kelompok? Siapakah yang justru selalu menghindar saat bekerja kelompok? Siapakah yang level membacanya paling tinggi? Siapakah murid yang masih perlu dibantu untuk meningkatkan keterampilan memahami bacaan mereka? Siapakah yang paling senang menulis? Siapakah yang lebih senang berbicara?

Setiap harinya, tanpa disadari, guru dihadapkan oleh keberagaman yang banyak sekali bentuknya. Mereka secara terus menerus menghadapi tantangan yang beragam dan kerap kali harus melakukan dan memutuskan banyak hal dalam satu waktu. Keterampilan ini banyak yang tidak disadari oleh para guru, karena begitu naturalnya hal ini terjadi di kelas dan betapa terbiasanya guru menghadapi tantangan ini. Berbagai usaha mereka lakukan yang tentu saja tujuannya adalah untuk memastikan setiap murid di kelas mereka sukses dalam proses pembelajarannya.

 

Bu Renjana adalah guru kelas 3 SD dengan jumlah murid sebanyak 32 murid. Di antara 32 murid di kelasnya tersebut, Bu Renjana memperhatikan bahwa 3 murid selalu selesai lebih dahulu saat diberikan tugas menyelesaikan soal-soal perkalian. Karena dia tidak ingin ketiga anak ini tidak ada pekerjaan dan malah mengganggu murid lainnya, akhirnya ia berinisiatif untuk menyiapkan lembar kerja tambahan untuk 3 anak tersebut. Jadi jika anak-anak lain mengerjakan 15 soal perkalian, maka untuk 3 anak tersebut, Bu Renjana menyiapkan 25 soal perkalian.

Berdasarkan ilustrasi kelas tersebut, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

  1. Menurut Anda, apakah strategi yang dilakukan oleh Ibu Renjana tepat? Jika ya, mengapa? Jika tidak, mengapa?
  2. Jika Anda adalah Ibu Renjana, apakah yang akan Anda lakukan? Jelaskanlah mengapa Anda melakukan hal tersebut.
Tanggapan: 

  1. Menurut saya strategi yang dilakukan ibu Renjana kurang tepat. Memang diharapkan guru memberikan soal pengayaan bagi siswa yang memiliki kemampuan lebih tetapi bukan keputusan yang tepat dari ibu Renjana memberikan soal tambahan agar anak-anak tersebut ada pekerjaan dan tidak akan mengganggu teman-temannya. Ini sepenuhnya masih belum sesuai dengan konsep pembelajaran berdiferensiasi karena esensi pembelajaran berdiferensiasi itu adalah pemenuhan kebutuhan belajar siswa sesuai dengan minat, bakat dan potensinya. Jadi, ibu Renjana hendaknya merespon kebutuhan murid yang beragam dengan lebih tepat.
  2. Jika saya adalah ibu Renjana, yang pertama kali harus saya lakukan adalah mendiagnosis/memetakan kebutuhan belajar siswa dalam hal minat dan gaya belajar mereka. Saya perlu mengetahui apa yang mereka inginkan dalam kegiatan belajarnya nanti dan seperti apa gaya belajar mereka sehingga saya bisa merespon dengan tepat strategi apa yang bisa saya terapkan untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam.

Menurut Tomlinson (2001: 45), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid.

Namun demikian, pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah sebuah proses pembelajaran yang semrawut (chaotic), yang gurunya kemudian harus membuat beberapa perencanaan pembelajaran sekaligus, di mana guru harus berlari ke sana kemari untuk membantu si A, si B atau si C dalam waktu yang bersamaan. Bukan. Guru tentunya bukanlah malaikat bersayap atau Superman yang bisa ke sana kemari untuk berada di tempat yang berbeda-beda dalam satu waktu dan memecahkan semua permasalahan.

Lalu seperti apa sebenarnya pembelajaran berdiferensiasi?

Menurut tanggapan saya Pembelajaran berdiferensiasi merupakan strategi guru untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam agar siswa mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna.

Pembelajaran Berdiferensiasi

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:

  1. Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
  2. Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
  3. Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.
  4. Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
  5. Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.

Jika kita mengacu ke kasus Ibu Renjana di atas, maka keputusannya untuk memberikan soal tambahan, dengan jenis soal yang tetap sama serta tingkat kesulitan yang juga sama, kepada tiga murid yang selesai terlebih dahulu, belum dapat dikatakan sebagai diferensiasi. Apalagi, tujuan diberikannya soal tadi adalah agar tiga murid tersebut ada ‘pekerjaan’ sehingga tidak mengganggu murid yang lain.  Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Dengan demikian, Ibu Renjana perlu melakukan identifikasi kebutuhan belajar dengan lebih komprehensif, agar dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar murid-muridnya, termasuk ketiga murid tersebut.

Seperti apa yang sudah saya ungkapkan saat menanggapi kasusnya ibu Renjana bahwa yang pertama kali seharusnya dilakukan oleh seorang guru yaitu memetakan/mendiagnosis kebutuhan siswa agar bisa merespon kebutuhan belajar tersebut dengan tepat.

Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Murid

Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. 

Ketiga aspek tersebut adalah:

  1. Kesiapan belajar (readiness) murid
  2. Minat murid
  3. Profil belajar murid

Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).

1. Kesiapan belajar murid 

Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar kata “Kesiapan Belajar”?

Bayangkanlah situasi berikut ini:

Dalam pelajaran bahasa Indonesia, Bu Renjana ingin mengajarkan muridnya membuat karangan berbentuk narasi. Ia kemudian melakukan penilaian diagnostik. Ia menemukan bahwa ada tiga kelompok murid di kelasnya. 

  • Kelompok A adalah murid yang telah memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan memiliki kosakata yang cukup kaya. Mereka juga cukup mandiri dan percaya diri dalam bekerja.
  • Kelompok B adalah murid yang memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik, namun kosakatanya masih terbatas.
  • Kelompok C adalah murid yang belum memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan kosakatanya pun terbatas.

Apa yang dilakukan oleh Bu Renjana di atas adalah memetakan kebutuhan belajar berdasarkan kesiapan belajar.

Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi baru tersebut.  

Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson (2001: 46) mengatakan bahwa merancang pembelajaran berdiferensiasi mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk mendapatkan kombinasi suara terbaik biasanya Anda akan menggeser-geser tombol equalizer tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan tepat untuk berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas Anda. Tombol-tombol dalam equalizer tersebut mewakili beberapa perspektif yang dapat kita gunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam modul ini, kita hanya akan membahas 6 perspektif dari beberapa contoh perspektif  yang terdapat dalam Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (2001: 47).

Tombol-tombol dalam equalizer mewakili beberapa perspektif kontinum yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam modul ini, kita akan mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat yang disebut Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001).

  1. Bersifat mendasar - Bersifat transformatif
    Saat murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru,  yang mungkin belum dikuasainya, mereka akan membutuhkan informasi pendukung yang  jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele untuk dapat memahami ide tersebut. Mereka juga akan perlu waktu untuk berlatih menerapkan ide-ide tersebut.  Selain itu, mereka juga membutuhkan bahan-bahan materi dan tugas-tugas yang bersifat mendasar serta disajikan dengan cara yang membantu mereka membangun landasan pemahaman yang kuat. Sebaliknya, saat murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka kuasai dan pahami, tentunya mereka membutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat transformatif. 

  2. Konkret - Abstrak
    Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara konkret atau sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak. 

  3. Sederhana - Kompleks 
    Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu, yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi pada satu waktu.

  4. Terstruktur - Open Ended
    Kadang-kadang murid perlu menyelesaikan tugas yang ditata dengan cukup baik untuk mereka, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Namun, di waktu lain murid mungkin siap menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka.

  5. Tergantung (dependent) - Mandiri (Independent)
    Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir, dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.

  6. Lambat - Cepat
    Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari topik yang lain.

Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan.  Adapun tujuan melakukan identifikasi atau pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013: 29).

Contoh Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Kesiapan Belajar

Berikut ini adalah contoh Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Kesiapan Belajar (Readiness):


2. Minat Murid

Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan diri.

Tomlinson (2001: 53), mengatakan bahwa tujuan melakukan pembelajaran yang berbasis minat, diantaranya adalah sebagai berikut:                  

  • membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka sendiri untuk belajar;
  • mendemonstrasikan keterhubungan antar semua pembelajaran;
  • menggunakan keterampilan atau ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi mereka, dan;
  • meningkatkan motivasi murid untuk belajar.

Minat sebenarnya dapat kita lihat dalam 2 perspektif. Yang pertama sebagai minat situasional. Dalam perspektif ini, minat merupakan keadaan psikologis yang dicirikan oleh peningkatan perhatian, upaya, dan pengaruh, yang dialami pada saat tertentu. Seorang anak bisa saja tertarik saat seorang gurunya berbicara tentang topik hewan, meskipun sebenarnya ia tidak menyukai topik tentang hewan tersebut, karena gurunya berbicara dengan cara yang sangat menghibur,  menarik dan menggunakan berbagai alat bantu visual.  Yang kedua, minat juga dapat dilihat sebagai sebuah kecenderungan individu untuk terlibat dalam jangka waktu lama dengan objek atau topik tertentu. Minat ini disebut juga dengan minat individu. Seorang anak yang memang memiliki minat terhadap hewan, maka ia akan tetap tertarik untuk belajar tentang hewan meskipun mungkin saat itu guru yang mengajar sama sekali tidak membawakannya dengan cara yang menarik atau menghibur. 

Karena minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran, maka memahami kedua perspektif tentang minat di atas akan membantu guru untuk dapat mempertimbangkan bagaimana ia dapat mempertahankan atau menarik minat murid-muridnya dalam belajar. 

Pentingnya Mempertimbangkan Minat Murid

Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk menarik minat murid diantaranya adalah dengan:

  • menciptakan situasi pembelajaran yang menarik perhatian murid (misalnya dengan humor, menciptakan kejutan-kejutan, dsb),
  • menciptakan konteks pembelajaran yang dikaitkan dengan minat individu murid, 
  • mengkomunikasikan nilai manfaat dari apa yang dipelajari murid,
  • menciptakan kesempatan-kesempatan belajar di mana murid dapat memecahkan persoalan (problem-based learning).

Seperti juga kita orang dewasa, murid juga memiliki minat sendiri. Minat setiap murid tentunya akan berbeda-beda.  Sepanjang tahun, murid yang berbeda akan menunjukkan minat pada topik yang berbeda. Gagasan untuk membedakan melalui minat adalah untuk "menghubungkan" murid pada pelajaran untuk menjaga minat mereka. Dengan menjaga minat murid tetap tinggi, diharapkan dapat meningkatkan kinerja murid.  Hal lain yang perlu disadari oleh guru terkait dengan pembelajaran berbasis minat adalah bahwa minat murid dapat dikembangkan. Pembelajaran berbasis minat seharusnya tidak hanya dapat menarik dan memperluas minat murid yang sudah ada, tetapi juga dapat membantu mereka menemukan minat baru.

Untuk membantu guru mempertimbangkan pilihan yang mungkin dapat diberikan pada murid, guru dapat mempertimbangkan area minat dan moda ekspresi yang mungkin digunakan oleh murid-murid mereka. (Tomlinson, 2001)

Contoh mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar berdasarkan minat:

Ibu Putik ingin mengajarkan murid-muridnya keterampilan membuat teks prosedur. Setelah selesai mendiskusikan tentang apa dan bagaimana membuat teks prosedur, Bu Putik lalu meminta murid berlatih membuat sendiri teks prosedur tersebut. Setiap murid diperbolehkan untuk menulis dengan topik sesuai dengan minat mereka. Anak yang memiliki minat terhadap memasak, boleh membuat teks prosedur tentang bagaimana cara memasak makanan tertentu. Murid yang memiliki minat terhadap kerajinan tangan boleh membuat teks prosedur tentang membuat sebuah produk kerajinan tangan tertentu, dan sebagainya. Keterampilan yang dilatih tetap sama, yaitu membuat teks prosedur, walaupun topiknya mungkin berbeda.

 3. Profil Belajar Murid

Profil Belajar mengacu pada cara-cara bagaimana kita sebagai individu paling baik belajar. Tujuan dari mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri.  Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka.

Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:

  • Preferensi terhadap lingkungan belajar, misalnya terkait dengan suhu ruangan, tingkat kebisingan, jumlah cahaya, apakah lingkungan belajarnya terstruktur/tidak terstruktur,  dsb.

Contohnya: mungkin ada anak yang tidak dapat belajar di ruangan yang terlalu dingin, terlalu bising, terlalu terang, dsb.

  •  Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal - impersonal.
  • Preferensi gaya belajar.

Gaya belajar adalah bagaimana murid memilih, memperoleh, memproses, dan mengingat informasi baru.  Secara umum gaya belajar ada tiga, yaitu:

  1. visual: belajar dengan melihat (misalnya melalui materi yang berupa gambar, menampilkan diagram, power point, catatan, peta, graphic organizer );
  2. auditori: belajar dengan mendengar (misalnya mendengarkan penjelasan guru, membaca dengan keras, mendengarkan pendapat  saat berdiskusi, mendengarkan musik);
  3. kinestetik: belajar sambil melakukan (misalnya bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan hands on, dsb).

Mengingat bahwa murid-murid kita memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, maka penting bagi guru untuk berusaha untuk menggunakan kombinasi gaya mengajar.

  • Preferensi berdasarkan kecerdasan  majemuk (multiple  intelligences): visual-spasial, musical, bodily-kinestetik, interpersonal, intrapersonal, verbal-linguistik, naturalis, logic-matematika.

Contoh Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Profil Belajar murid

Berikut ini adalah contoh Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Profil Belajar murid:

Pak Neon akan mengajar pelajaran IPA, dengan tujuan pembelajaran yaitu agar murid dapat mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup. Berdasarkan identifikasi yang ia lakukan, Pak Neon telah mengetahui bahwa sebagian muridnya adalah pembelajar visual, sebagian lagi adalah pembelajar auditori, dan pembelajar kinestetik. Untuk memenuhi kebutuhan belajar murid-muridnya tersebut, Pak Neon lalu memutuskan untuk melakukan  beberapa hal berikut ini:

  1. Saat mengajar,  Pak Neon:
    • menggunakan banyak gambar atau alat bantu visual saat menjelaskan.
    • menyediakan video yang dilengkapi  penjelasan lisan yang dapat diakses oleh murid.
    • membuat beberapa sudut belajar atau display yang ditempel di tempat-tempat berbeda untuk memberikan kesempatan  murid bergerak saat mengakses informasi.
  2. Saat memberikan tugas, Pak Neon memperbolehkan murid-muridnya memilih cara mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup. Murid boleh menunjukkan pemahaman dalam bentuk gambar, rekaman wawancara maupun  performance atau role-play.

Contoh cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid

Guru dapat mengidentifikasi kebutuhan murid dengan berbagai cara. Berikut ini adalah beberapa contoh cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid:

  1. mengamati perilaku murid-murid mereka; 
  2. mengidentifikasi pengetahuan awal yang dimiliki oleh murid terkait dengan topik  yang akan dipelajari;
  3. melakukan penilaian untuk menentukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka saat ini, dan kemudian mencatat kebutuhan yang diungkapkan oleh informasi yang diperoleh dari proses penilaian tersebut;
  4. mendiskusikan kebutuhan murid  dengan orang tua atau wali murid;
  5. mengamati murid ketika mereka sedang menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas;
  6. bertanya atau mendiskusikan permasalahan dengan murid;
  7. membaca rapor murid dari kelas mereka sebelumnya untuk melihat komentar dari guru-guru sebelumnya atau melihat pencapaian murid sebelumnya;
  8. berbicara dengan guru murid sebelumnya;
  9. membandingkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan tingkat pengetahuan atau keterampilan yang ditunjukkan oleh murid saat ini;
  10. menggunakan berbagai penilaian penilaian diagnostik untuk memastikan bahwa murid telah berada dalam level yang  sesuai;
  11. melakukan survey untuk mengetahui kebutuhan belajar murid;
  12. mereview dan melakukan refleksi terhadap praktik pengajaran mereka sendiri untuk mengetahui efektivitas pembelajaran mereka; dll. 

Daftar di atas hanya beberapa contoh saja. Masih banyak cara lain yang dapat guru lakukan untuk mendapatkan informasi atau mengidentifikasi kebutuhan belajar murid-murid mereka. Dapatkah Bapak/Ibu mengidentifikasi cara lainnya?

Perlu diperhatikan bahwa mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid, tidak selalu harus melibatkan sebuah kegiatan yang rumit. Guru yang memperhatikan dengan saksama hasil penilaian formatif, perilaku murid atau terbiasa mendengarkan dengan baik murid-muridnya biasanya akan dengan mudah mengetahui kebutuhan belajar murid-muridnya.

 Refleksi:

  1. Jelaskanlah apa yang dimaksud dengan pembelajaran berdiferensiasi!
  2. Mengapa kita perlu mengidentifikasi kebutuhan belajar murid?
  3. Sebagai guru, apa yang dapat kita lakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid-murid kita? Apa saja yang perlu dipertimbangkan?

Tanggapan:

1.  Pembelajaran berdiferensiasi merupakan strategi/usaha guru untuk mengakomodasi kebutuhan belajar siswa yang beragam. Guru merespon perbedaan kebutuhan belajar siswa dengan tepat agar siswa memperoleh pengalaman belajar yang terbaik sesuai dengan minat, bakat dan potensinya.

2.   Kita sebagai guru perlu mengidentifikasi kebutuhan belajar murid karena kita semua tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar), maka mereka akan memperoleh pengalaman belajar yang terbaik.

3.  Sebagai guru, yang dapat saya lakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid yaitu dengan melakukuan diagnosis awal non-kognitif baik berupa kuisioner, wawancara maupun pengamatan langsung.


1. a. Informasi atau fakta yang disampaikan dalam video 1 yakni tentang tiga strategi pembelajaran berdiferensiasi, yaitu:  strategi konten, strategi proses, dan strategi produk. Strategi berdiferensiasi konten menjelaskan apa yang diajarkan pada murid dengan mempertimbangkan pemetaan kebutuhan belajar murid baik itu dalam aspek kesiapan belajar, aspek minat murid dan aspek profil belajar murid. Strategi berdiferensiasi proses perlu memahami apakah murid akan belajar secara berkelompok atau mandiri. Guru menetapkan jumlah bantuan yang akan diberikan pada murid-murid. Siapa sajakah murid yang membutuhkan bantuan dan siapa sajakah murid yang membutuhkan pertanyaan pemandu yang selanjutnya dapat belajar secara mandiri. Strategi berdiferensiasi produk menjelaskan tentang tagihan apa yang kita harapkan pada murid. Dan unjuk kerja apa yang dilakukan murid, misalnya laporan, hasil tes, diagram ataupun video. Unjuk kerja berupa produk harus mencerminkan pemahamn murid sesuai dengan tujuan pembelajaran. Diferensiasi produk meliputi dua hal yaitu memberikan tantangan atau keragaman dan memberikan murid pilihan bagaimana mereka dapat mengekspresikan pembelajaran yang diinginkan. 

b. Informasi atau fakta yang disampaikan dalam video 2 yakni tentang lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran berdiferensiasi, yaitu learning comunity (Komunitas Belajar). Komunitas semua anggota dalah pembelajar. Guru-guru akan memimpin muridnya mengembangkan sikap-sikap dan praktik yang saling mendukung tumbuhnya lingkungan belajar. Komunitas belajar: setiap orang dalam kelas akan menyambut dan merasa disambut dengan baik, setiap orang di dalam kelas saling menghargai dan murid akan merasa aman dan nyaman. 

c. Informasi yang saya peroleh dari artikel yaitu Tomlinson & Moon (2013) mengatakan bahwa penilaian adalah proses mengumpulkan, mensintesis, dan menafsirkan informasi di kelas untuk tujuan membantu pengambilan keputusan guru. Ini mencakup berbagai informasi yang membantu guru untuk memahami murid mereka, memantau proses belajar mengajar, dan membangun komunitas kelas yang efektif.

Di dalam kelas, kita dapat memandang penilaian dalam 3 perspektif:

a) Assessment for learning - Penilaian yang dilakukan selama berlangsungnya proses

pembelajaran dan biasanya digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan

proses belajar mengajar. Berfungsi sebagai penilaian formatif. Sering disebut

sebagai penilaian yang berkelanjutan (on-going assessment)

b) Assessment of learning - Penilaian yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran

selesai. Berfungsi sebagai penilaian sumatif

c) Assessment as learning - Penilaian sebagai proses belajar dan melibatkan muridmurid

secara aktif dalam kegiatan penilaian tersebut. Penilaian ini juga dapat

berfungsi sebagai penilaian formatif.

2. Gagasan baru yang saya dapatkan dari video dan artikel yaitu pembelajaran berdiferensiasi dengan menerapkan tiga strategi pembelajaran berdiferensiasi, yaitu  konten, proses, produk yang disesuaikan dengan kebutuhan belajar murid berdasarkan kesiapan belajar, minat, profil belajar murid dengan mewujudkan lingkungan belajar melalui komunitas belajar (learning comunity). Gagasan yang saya peroleh dalam artikel, yaitu tentang strategi penilaian formatif yang dapat dilakukan guru dengan mudah. 

3. Menurut saya, pembelajaran berdiferensiasi yang paling sulit diimplimentasikan yaitu assessment for learning (penilaian formatif). Penilaian formatif ini memonitor proses pembelajaran yang dilakukan secara kontinyu serta konsisten untuk memantau pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan murid yang berkembang terkait dengan topik atau materi yang sedang dipelajari  pada setiap kelas. Semua itu  memerlukan pemikiran yang kritis dan pemantauan yang teliti. 

4. Bagaimana memenuhi kebutuhan  murid saat melakukan pembelajaran diferensiasi konten dengan gaya belajar murid yang berbeda-beda, ada yang menggunakan visual, gerakan, dan audio?

Diagram Frayer  menjelaskan kesimpulan dari pemahaman Anda tentang pembelajaran berdiferensiasi. Klik Diagram Frayer

 

3. RUANG KOLABORASI 



4. REFLEKSI TERBIMBING 



5. DEMONSTRASI KONTEKSTUAL 



6. ELABORASI PEMAHAMAN 



7. KONEKSI ANTAR MATERI 







MODUL 2.2 PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL


1. MULAI DARI DIRI 

Refleksi Kompetensi Sosial dan Emosional

1. Sebagai pendidik, Anda tentu pernah berada dalam suatu peristiwa yang  membuat Anda merasakan emosi-emosi positif, misalnya optimis, senang, cinta, bahagia, atau takjub, dan sebagainya. Refleksikan:

  1. Apa kejadiannya?  (Kapan, di mana, siapa yang terlibat, bagaimana kejadiannya, apa yang membuat Anda memilih  merefleksikan peristiwa tersebut?) 
  2. Apa peran Anda saat itu? Apa yang Anda lakukan untuk merespon dan mengelola emosi tersebut? 
  3. Bagaimana peristiwa tersebut berdampak pada diri Anda sebagai pendidik?
Tanggapan: 

 a. Saat ini, Saya telah menjadi guru selama 13 tahun lebih. Saya sudah terbiasa melaksanakan proses pembelajaran secara tatap muka langsung di kelas. Itu terjadi dari tahun 2009-2020 (awal). Akan tetapi, mendadak wajah pendidikan Indonesia berubah total yakni peralihan belajar dari tatap muka di kelas secara langsung menjadi pembelajaran jarak jauh (online/tatap maya). Pembelajaran maya (online) mulai resmi diterapkan pada pertengahan Maret 2020 dan saat itu saya mengajar di kelas X dan mengampu mata pelajaran bahasa Inggris. Walaupun serentak mengubah sistem pembelajaran dari tatap muka langsung menjadi pembelajaran jarak jauh, saya tetap optimis bahwa murid-murid saya tetap akan mendapatkan layanan pendidikan secara maksimal. Dengan segenap daya dan upaya, saya berusaha mendesain pembelajaran dengan menyesuaikan kondisi dan kebutuhan murid-murid saya.  Saya merasa optimis untuk memberikan layanan pembelajaran dengan mengoptimalkan kemampuan IT saya dan saya juga optimis murid-murid saya mulai berliterasi digital. Alhasil, kemampuan IT murid-murid saya berkembang pesat selama mereka belajar online yang saat ini sudah berlangsung 2 tahun. Dengan demikian, saya merasa senang dan bangga dengan kemandirian dan kreatifitas mereka.

 b. Saat itu, saya menjalani multi peran yakni sebagai pengajar, pendidik, penasehat ataupun bisa juga disebut sebagai psikiater. Sebagai pengajar, saya memberikan beragam materi bahasa Inggris sesuai dengan tujuan pembelajaran. Sebagai pendidik, saya berperan penting dalam pembetukan budi pekerti/katakter peserta didik saya dan sebagai penasehat/psikiater, saya berperan dalam memberikan layanan konseling terkait permasalahan-permasalahan yang dihadapi murid saat pembelajaran jarak jauh. Nah, untuk merespon dan mengelola emosi tersebut, saya selalu berusaha untuk menanamkan sikap disiplin, mandiri, dan tanggung jawab kepada murid meskipun mereka hanya belajar dari rumah.

 c. Peristiwa tersebut sangat berdampak bagi kelangsungan pembelajaran yang saya jalankan selama belajar dari rumah, dan tentunya bagi saya sendiri sebagai seorang guru yang akan membawa masa depan mereka selanjutnya

 2.  Saat menjadi pendidik, Anda tentu juga pernah berada dalam suatu peristiwa yang memicu emosi-          emosi negatif misalnya marah,  sedih, kecewa,  menyesal, khawatir, dan sebagainya. Refleksikan:

  1. Apa kejadiannya?  (Kapan, di mana, siapa yang terlibat, bagaimana kejadiannya, apa yang membuat Anda  memilih  merefleksikan peristiwa tersebut?) 
  2. Apa peran Anda saat itu? Apa yang Anda lakukan untuk merespon dan mengelola emosi tersebut? 
  3. Bagaimana peristiwa tersebut berdampak pada diri Anda sebagai pendidik?
Tanggapan: 

 a. Masih dalam suasana pembelajaran daring yakni ketika saya bersemangat mendesain  pembelajaran yang memotivasi minat siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran daring, kelas X IPS kurang menunjukkan sikap yang antusias dalam mengikuti pembelajaran terutama di semester 2 pada akhir November 2021. Saya telah berusaha membangun komunikasi baik di forum Google Classroom maupun di WAG agar murid-murid saya memperhatikan dan melaksanakan informasi-informasi yang disampaikan termasuk penyelesaian tugas-tugas daring. Namun, karena keterbatasan komunikasi, saya selaku guru merasa kecewa dengan apa yang telah dilakukan oleh beberapa murid saya yang tidak mengindahkan informasi-informasi  penting dan harus dikerjakan. 

b. Saya berperan sebagai pendidik dan fasilitator saat itu. Saya tidak menunjukkan kemarahan dan kebencian kepada peserta didik saya. Bersama dengan guru BK dan wali kelas, kami bekerjasama dalam mencari solusi dengan cara mengundang siswa bersama dengan orangtua untuk melakukan proses mediasi supaya permasalahan tersebut bisa terselesaikan dengan baik. 

c. Berkaca dari permasalahn tersebut, saya mulai melakukan refleksi bahwa saya harus bersikap sabar dan bijak dalam menghadapi siswa dengan kriteria seperti itu, saya harus lebih banyak belajar, memahami karakter dan masalah siswa baik yang ada dalam lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga. 

 3.  Di bawah ini ada beragam kegiatan belajar dan mengajar di kelas maupun lingkup sekolah. Berilah       tanda cek () pada kegiatan yang sudah pernah Anda lakukan dan jawablah pertanyaan di                    bawahnya.

Tanggapan: 

      Memulai kegiatan setiap hari dengan kesadaran akan tujuan yang jelas.

 Memberikan kesempatan pada murid untuk menikmati buku pilihannya dalam suasana yang          kondusif.
 Memberikan kesempatan pada murid untuk merefleksi proses pembelajaran yang sudah              diikuti (apa yang disukai/mudah/menantang/ingin dipelajari lebih lanjut sebelum melanjutkan        pembelajaran berikutnya).
 Mengisi waktu luang dengan melakukan kegiatan penyegaran/relaksasi yang sehat dan                 positif.
 Memberikan fleksibilitas pada murid untuk mengerjakan tugas yang disukainya terlebih               dahulu.
 Memberikan kesempatan pada murid untuk mengadakan acara sekolah (literasi, seni dan             olahraga, dll).
 Mendengarkan penjelasan murid yang dilaporkan terlibat dalam perilaku indisipliner dengan        sikap empati dan hormat.
 Mengajak murid menonton film dan membedah perasaan dan motivasi tokoh dalam film              tersebut.
 Mengajak murid berdiskusi dan beropini tentang masalah yang terjadi dalam masyarakat /           sekolah.
 Mengungkapkan sikap tidak setuju pada rekan guru lain dengan sikap hormat dan empati.
 Memfasilitasi murid untuk duduk berdialog dalam menyelesaikan konflik.
 Melaksanakan program pendidikan seksualitas bagi murid.
 Berpartisipasi dalam kegiatan komunitas atas inisiatif sendiri.
 Melibatkan murid dalam membuat kesepakatan kelas agar kelas aman dan nyaman.
 Mengadakan dialog interaktif tentang bagaimana membangun tanggung jawab/etika dalam           penggunaan internet.

 4. Berdasarkan jawaban yang Anda berikan tadi, Tulislah 1-3 kegiatan yang telah Anda pilih di atas           yang paling sering Anda lakukan! Kemudian, jelaskan motivasi/tujuan Anda dalam melakukan               kegiatan tersebut!

Tanggapan: 

  • ✔️Memulai kegiatan setiap hari dengan kesadaran akan tujuan yang jelas.

Saya harus menyampaikan tujuan pembelajaran yang jelas kepada siswa agar siswa mengetahui target yang mereka capai dalam pembelajaran dan tidak  ada miskonsepsi terhadap tujuan pembelajaran. 

  • ✔️Memberikan fleksibilitas pada murid untuk mengerjakan tugas yang disukainya terlebih dahulu.

Saya menyadari bahwa setiap siswa memiliki potensi, minat dan gaya belajar yang beragam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, saya selalu memberikan fleksibilitas kepada siswa saya dalam hal mengerjakan dan mengumpulkan tugas tetapi tetap berada pada rentang waktu yang sudah disepakati bersama antara guru dan siswa.

  • ✔️Melibatkan murid dalam membuat kesepakatan kelas agar kelas aman dan nyaman.

Sebelum mulai pembelajaran, saya berupaya melibatkan siswa dalam menyusun kesepakatan kelas. Ini berkaitan dengan budaya positif yang akan diterapkan di dalam kelas, dengan demikian pelaksanaan pembelajaran akan dapat berjalan dengan lancar, aman, nyaman dan terkendali karena mereka sudah mempunyai kesepakatan kelas bersama. 

5. Berdasarkan jawaban yang Anda berikan tadi, Sejauh ini, apakah Anda sudah dapat melakukan              kegiatan tersebut secara konsisten? Jika “Ya”,apakah faktor pendukungnya? Jika “Tidak”, apakah           tantangan yang Anda hadapi? Apakah ada yang Anda lakukan untuk mengatasi tantangan tersebut?         Bagaimana hasilnya?

Tanggapan: 

Ya, selama ini saya sudah melakukan kegiatan tersebut secara konsisten. Saya menyadari bahwa hal tersebut tidak akan dapat berjalan dengan baik, lancar dan konsisten tanpa adanya dukungan dari beberapa pihak seperti:

  1. Siswa 
  2. Rekan Sejawat 
  3. Guru BK
  4. Wali Kelas
  5. Orangtua/ wali 

 6. Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan sebelumnya, apakah Bapak/Ibu sudah mendapatkan gambaran tentang apa yang akan dipelajari dalam modul pembelajaran sosial dan emosional ini? Apa hal yang ingin Anda pelajari lebih lanjut? Silahkan kemukakan  Harapan dan Ekspektasi bagi diri sendiri ?

Tanggapan: 

Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan sebelumnya, saya mendapat gambaran tentang apa yang akan dipelajari dalam modul pembelajaran sosial dan emosional ini. Selanjutnya, yang ingin saya pelajari dari modul ini yakni pengelolaan sikap sosial dan emosional bagi guru untuk bisa dimplementasikan dalam memberikan layanan pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Harapan dan ekspektasi saya yakni nantinya bisa mengelola emosi saya saat menghadapi  peserta didik yang tidak bisa menunjukkan sikap dan tanggung jawab yang semestinya sebagai seorang murid.

 7. Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan sebelumnya, apakah Bapak/Ibu sudah mendapatkan                 gambaran tentang apa yang akan dipelajari dalam modul pembelajaran sosial dan emosional ini?             Apa hal yang ingin Anda pelajari lebih lanjut? Silahkan kemukakan Harapan dan Ekspektasi bagi       murid-murid Anda ?

Tanggapan: 

Pembelajaran sosial dan emosional merupakan proses pengembangan sikap, nilai dan keterampilan yang menjadi modal dasar bagi siswa untuk berinteraksi dengan lingkungannya dan sebagai awal dari penanaman pendidikan karakter pada anak. Harapan dan ekspektasi bagi murid-murid saya yakni bagaimana mereka bisa mengendalikan sikap dan emosinya ketika mereka berinteraksi dengan guru, teman dan juga lingkungan sekitarnya. 


2. EKSPLORASI KONSEP

Pendidikan Budi Pekerti

Bapak Ki Hajar Dewantara mengemukakan pembelajaran holistik dalam filosofi budi pekerti (diambil dari Presentasi “Filsafat Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Ki Hajar Dewantara, Syahril, 2020):

“Pendidikan Budi Pekerti berarti pembelajaran tentang batin dan lahir. Pembelajaran batin bersumber pada “Tri Sakti”, yaitu: cipta (pikiran), rasa, dan karsa (kemauan), sedangkan pembelajaran lahir yang akan menghasilkan tenaga/perbuatan.  Pembelajaran budi pekerti adalah pembelajaran jiwa manusia secara holistik. Hasil dari pembelajaran budi pekerti adalah bersatunya budi (gerak pikiran, perasaan, kemauan) sehingga menimbulkan tenaga (pekerti). Kebersihan budi adalah bersatunya cipta, rasa, dan karsa yang terwujud dalam tajamnya pikiran, halusnya rasa, kuatnya kemauan yang membawa pada kebijaksanaan.”

Menurut Ki Hajar Dewantara, pengajaran budi pekerti tidak lain adalah menyokong perkembangan hidup anak-anak lahir dan batin, dari sifat kodrati menuju arah peradaban dalam sifatnya yang umum. Pengajaran ini berlangsung sejak anak-anak hingga dewasa dengan memperhatikan tingkatan perkembangan jiwa mereka (Ki Hajar Dewantara dalam Mustofa, 2011).

Pemerintah juga menyadari pentingnya peran sekolah dalam mengembangkan pendidikan yang dapat mendorong harmonisasi aspek kognitif, sosial dan emosional murid dengan mengeluarkan Permen Kemendikbud No. 20 tahun 2018. Permen tersebut mengatur tentang Pendidikan Penguatan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal. 

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).  PPK berorientasi pada berkembangnya potensi peserta didik secara menyeluruh dan terpadu, keteladanan dalam penerapan pendidikan karakter pada masing-masing lingkungan pendidikan; dan berlangsung melalui pembiasaan dan sepanjang waktu dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran Sosial dan Emosional yang ditujukan untuk jenjang pendidikan usia dini hingga menengah ini dikembangkan pada tahun 1994 oleh sekelompok pendidik, peneliti, dan pendamping anak (salah satunya adalah Psikolog Daniel Goleman, pencetus teori Kecerdasan Emosi).  Kerangka Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis penelitian ini bertujuan untuk mendorong perkembangan anak secara positif dengan program yang terkoordinasi secara lebih baik antara berbagai pihak dalam komunitas sekolah.

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuanketerampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional.

Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan:

  1. memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri)
  2. menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)
  3. merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)
  4. membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi)
  5. membuat keputusan yang bertanggung jawab.  (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)

Implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE)  dapat dilakukan dengan 4 cara:

  1. Mengajarkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE)  secara spesifik dan eksplisit
  2.  Mengintegrasikan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya interaksi dengan murid
  3. Mengubah kebijakan dan ekspektasi sekolah terhadap murid
  4. Mempengaruhi pola pikir murid tentang persepsi diri, orang lain dan lingkungan.

Apakah Pembelajaran Sosial-Emosional?

Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) adalah hal yang sangat penting. Pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang berkarakter baik.

PSE mencoba untuk memberikan keseimbangan pada individu dan mengembangkan kompetensi personal yang dibutuhkan untuk dapat menjadi sukses. Bagaimana kita sebagai pendidik dapat menggabungkan itu semua dalam pembelajaran sehingga anak-anak dapat belajar menempatkan diri secara efektif dalam konteks lingkungan dan dunia. Pandangan lama menyatakan bahwa pengetahuan adalah informasi yang dapat ditransfer ke otak seperti mesin mekanis. Yang benar adalah, pengetahuan bersifat konstruktif; semua proses pembelajaran bersifat saling berhubungan; emosi menarik perhatian, dan perhatian mendorong terjadinya proses belajar.

PSE adalah mengenai bagaimana kita menjalankan sekolah. Pembelajaran sosial-emosional adalah tentang pengalaman apa yang akan dialami siswa, apa yang dipelajari siswa dan bagaimana guru mengajar. Kita dapat merancang bagaimana sekolah dan ruangan kelasnya, bagaimana waktu belajar, ruangruangan yang ada di sekolah, hubungan dengan komunitas sekolah dan keluarga dan yang lainnya sebagai tempat pertukaran pengetahuan, pengetahuan tentang dunia; pengetahuan tentang diri sendiri dan pengetahuan tentang orang lain yang berinteraksi dengan kita. Pengalamanpengalaman tersebut membantu siswa memahami diri mereka sendiri dan orang lain. Dengan demikian kita berbicara tentang anak secara utuh. Apakah anak kita memiliki kesadaran diri, apakah mereka memiliki pemahaman kesadaran sosial, apakah mereka mampu mengambil keputusan yang baik dan bertanggung jawab. Baru setelah itu, kita membahas mengenai konteks akademis dan semua keterampilan-keterampilan penting yang kita butuhkan untuk dapat berhasil dalam hidup. Anak belajar saat hati mereka terbuka, terhubung dengan lingkungan sekitar serta adanya tujuan. Belajar adalah anugerah. Melalui pembelajaran sosial-emosional, kita menciptakan kondisi yang mengizinkan semua anak mengakses anugerah tersebut.

Tanggapan saya terkait PSE

Menurut saya, yang dapat saya simpulkan terkait PSE yakni Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) memuat keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalahdan memiliki kemampuan memecahkannya serta mendidik mereka menjadi orang yang berkarakter baik. Pembelajaran sosial-emosional berkaitan dengan pengalaman apa yang akan dialami siswa, apa yang dipelajari siswa dan bagaimana guru mengajar dan mendesain pembelajaran yang memuat kompetensi sosial emosional.

Sangatlah penting bagi guru untuk memahami dan menerapkan pembelajaran sosial emosional karena itu akan menjadi modal dasar bagi guru untuk bisa menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, keterampilan membangun relasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Semua pemahaman tersebut sangat dibutuhkan agar mampu juga mendalami setiap karakter murid sehingga tercipta suasana pembelajaran yang aman, nyaman dan kondusif.

Hal-hal yang sudah saya ketahui sebelumnya dari video tentang PSE di LMS yakni pembelajaran sosial emosional erat kaitannya dengan pengembangan keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diperlukan sebagai modal anak dalam berinteraksi dengan dirinya, orang lain maupun lingkungannya. Pembelajaran sosial emosional ini dapat dijadikan sebagai awal dan dasar penanaman pendidikan karakter kepada anak. Hal-hal baru yang bisa saya pelajari dari video tersebut yakni Belajar adalah anugerah. Melalui pembelajaran sosial-emosional, kita menciptakan kondisi yang mengizinkan semua anak mengakses anugerah tersebut. Hal-hal yang ingin saya pelajari lebih lanjut yakni tentang konsep dan penerapan kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran soail dan mengambil keputusan dalam lingkup pembelajaran.

Apa itu Mindfulness?

Pertanyaan ini telah memenuhi pikiran saya selama beberapa waktu. Sebuah kata yang mungkin terdengar lazim bagi kita semua, tetapi saya terus bertanya kepada diri sendiri, apakah saya benar-benar tahu arti di baliknya?

Persepsi awal saya tentang Mindfulness mengitari asumsi bahwa hal tersebut hanyalah sebatas keadaan tenang saat mempraktikkan sebuah aktivitas seperti meditasi. Oleh karena itu, saya selalu memiliki pola pikir bahwa hal tersebut hanya dilakukan oleh penganut ajaran Buddha.

Namun, setelah mengetahui bahwa konsep Mindfulness mencakup jauh lebih dari itu, saya menyadari bahwa saya telah mempraktikkannya jauh sebelum Mindfulness diperkenalkan kepada saya. Mindfulness bukanlah sesuatu yang menjadi milik satu kelompok tertentu. Hal tersebut pun tidak hanya dipraktikkan melalui diam. Hal tersebut bukanlah sebuah kegiatan tersendiri melainkan metode tentang cara melakukan sebuah aktivitas. Mindfulness cenderung menjawab pertanyaan Bagaimana daripada Apa.

Mindfulness mengajarkan saya untuk hadir sepenuhnya dan menyadari keadaan terkini saya serta memberikan respons yang paling tepat dalam keadaan apapun, saya telah belajar untuk mengurangi kebiasaan menuntut dan untuk lebih bersyukur akan segala sesuatu. Saya juga menyadari bahwa Mindfulness adalah sesuatu yang kita semua miliki secara alami, namun hal tersebut akan tersedia bagi kita ketika kita melatihnya setiap hari.

Tetapi, setelah mengetahui berbagai manfaat dari mempraktikkan Mindfulness, masih cukup menantang bagi saya untuk menerapkannya di dalam setiap kegiatan. Beberapa hari mungkin mengharuskan saya untuk menyelesaikan masalah secepat mungkin dan untuk itu saya selalu mencoba sebaik mungkin untuk mengalokasikan 5 hingga 15 menit dalam sehari untuk melakukan aktivitas favorit saya dimana saya dapat menerapkan Mindfulness sepenuhnya.

Beberapa kegiatan yang saya suka lakukan adalah, membaca, shalat dan juga berjalan secara mindful. Kegiatan-kegiatan ini tidak hanya menenangkan diri saya dari hari yang penuh tekanan tetapi juga mendidik saya melalui cara-caranya tersendiri. Dengan membaca, saya dapat melihat dunia melalui perspektif orang lain. Melalui melakukan salat, saya dapat memperkuat hubungan saya dengan Yang Mahakuasa. Dan melalui melakukan jalan-jalan saya dapat mengamati lingkungan saya dan mengingatkan kepada diri sendiri betapa diberkatinya saya.

Mindfulness terbuka untuk semua orang tanpa terkecuali. Terlebih dengan adanya fakta bahwa kita hidup di lingkungan yang sangat sesak, dimana segala sesuatunya bergerak lebih cepat daripada kecepatan kita mencerna informasi. Mindfulness menyediakan cara bagi setiap orang untuk menikmati setiap momen dan memberikan rasa ketenangan, terlepas dari kenyataan bahwa kita hidup di lingkungan yang begitu padat. Apa yang lebih baik daripada itu?

Kesadaran Penuh (Mindfulness)

Kesadaran penuh (mindfulness) menurut Kabat - Zinn (dalam Hawkins, 2017, hal. 15) dapat diartikan sebagai kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat sekarang dilandasi rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan (The awareness that arises when we pay attention, on purpose, in the present moment, with curiosity and kindness). Ada beberapa kata kunci, yaitu: kesadaran (awareness), perhatian yang disengaja (on purpose), saat ini (present moment), rasa ingin tahu (curiosity) dan kebaikan hati (compassion). Artinya ada keterkaitan antara unsur pikiran (perhatian), kemauan (yang bertujuan), dan rasa (rasa ingin tahu dan kebaikan) pada kegiatan (fisik) yang sedang dilakukan. 

Kesadaran penuh (mindfulness) muncul saat seorang sadar sepenuhnya pada apa yang sedang dikerjakan dengan pikiran terbuka, atau dalam situasi yang menghendaki perhatian yang penuh. Misalnya, seorang anak yang terlihat asyik bermain peran dengan menggunakan boneka tanpa terganggu oleh suara sekitarnya, murid yang sedang memainkan musik, menulis jurnal,  menikmati alur cerita dalam bacaan, menikmati segelas teh hangat, atau menikmati pemandangan matahari terbenam, atau guru yang sedang mendengarkan murid dengan penuh perhatian.  Intinya adalah adanya perhatian yang dilakukan secara sadar dengan dilandasi rasa ingin tahu dan kebaikan.

Latihan berkesadaran penuh (mindfulness) menjadi sangat relevan dan penting bagi siapapun untuk dapat menjalankan peran dan tanggung jawabnya dengan bahagia dan optimal. Ini termasuk bagi pendidik, murid bahkan juga untuk orangtua. Latihan tersebut sebenarnya sudah banyak diterapkan dalam pendidikan kita sejak lama. Misalnya, mengajak murid untuk hening dan berdoa sebelum memulai pelajaran, mendengarkan cerita, menghayati keindahan alam, berolah-seni maupun berolahraga, dan lain sebagainya.

Pada tahun 2011, The Hawn Foundation bekerjasama dengan Columbia University mengembangkan sebuah kurikulum yang disebut ‘the MindUp Curriculum’. Sebuah kurikulum yang ditujukan untuk tingkat Pra Sekolah sampai kelas 8. The Mindup Curriculum adalah kurikulum pembelajaran yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran sosial dan emosional (social and emotional awareness), meningkatkan kesejahteraan psikologis (psychological well-being), dan keberhasilan akademik yang berbasis penelitian dan praktik kelas (www.thehawnfoundation.org).

Sejak tahun 2019, sebanyak 370 sekolah negeri di seluruh Inggris mengadopsi mindfulness dalam kurikulumnya. Di Indonesia, penerapan mindfulness dalam kurikulum juga sudah diterapkan dalam berbagai institusi pendidikan. Salah   satu sekolah di Jakarta secara khusus memasukkan mindfulness dalam kurikulum pendidikan TK hingga Kelas 12. Murid-murid di sekolah tersebut melaporkan bahwa mindfulness  membantu mereka dalam proses pembelajaran (Kompas, 27 Juli 2019). Video yang ditampilkan pada bagian awal penjelasan kesadaran penuh ini adalah hasil karya salah satu murid sekolah tersebut.

Kesadaran Penuh (Mindfulness)  dan Cara Kerja Otak

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa di dalam kondisi berkesadaran penuh, terjadi perubahan fisiologis seperti meluasnya area otak yang terutama berfungsi untuk belajar dan mengingat, berkurangnya stres, dan munculnya perasaan tenang dan stabil (Kabat-Zinn, 2013, hal. 37). Dengan latihan berkesadaran penuh, maka seseorang dapat menumbuhkan perasaan yang lebih tenang dan pikiran yang lebih jernih, yang akan berpengaruh pada keputusan yang lebih responsif dan reflektif.

Transkrip video berikut ini menjelaskan bagaimana cara kerja otak dan mekanisme perubahan yang terjadi pada otak saat melakukan latihan berkesadaran penuh (mindfulness), serta dampak positif dari latihan berkesadaran penuh (Mindfulness and How the Brain Works)

Mindfulness dan Bagaimana Cara Kerja Otak

Otak manusia adalah organ yang sangat kompleks. 90% dari aktivitasnya terjadi di alam bawah sadar. Artinya, walaupun kita berasumsi bahwa kita memiliki beberapa kontrol terhadap bagaimana kita berpikir, merasakan dan berperilaku, sains modern menunjukkan tidak sesederhana itu. Konsep neuroplastisitas adalah bidang ilmu yang baru dan menarik. Konsep tersebut menyoroti bahwa, otak kita terus menerus dibentuk kembali sepanjang hidup kita oleh pengalaman maupun pikiran kita. Dengan demikian, fokus dari kesadaran kita yang menentukan jaringan otak mana yang diperkuat dan mana yang melemah atau hilang. Itu berarti bahwa ketika kita terjebak dalam siklus khawatir atau sifat lekas marah, maka hal itu akan memperkuat jaringan di dalam otak yang berhubungan dengan fungsi tersebut. Semakin kita merasa khawatir maka akan semakin menjadi lebih mengkhawatirkan sesuatu. 

Bagaimanapun juga, dilihat dari sisi lain, jika kita berlatih untuk tenang dan fokus, kita bisa memperkuat jaringan otak, sebagaimana otak manusia berbeda dari hewan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh area depan otak yang disebut frontal lobus yang juga sering disebut otak baru karena merupakan otak terakhir yang berkembang dalam evolusi kita. Ketika bagian otak kita ini berkembang dengan baik, maka dapat membantu mengelola emosi kita yang kuat dan merespons dengan fleksibel, bahkan ketika kita merasa kewalahan. Hal ini juga membantu kita menyelaraskan perasaan terhadap orang lain dengan merasakan empati dan pengertian yang mendalam. Ketika kita merasa khawatir, terganggu atau terjebak pada pencapaian tujuan, fungsi otak kita lebih didominasi oleh bagian otak lama, yang memiliki bagian bernama Amigdala. Amigdala berkaitan dengan respons menghadapi atau lari yang sifatnya kuat mengaktifkan kapan kita merasa stres atau cemas kemudian melepaskan hormon dan bahan kimia seperti kortisol dan adrenalin. Itu sebabnya stres memiliki dampak besar pada kita. 

Kesadaran penuh (Mindfulness) adalah teknik yang dapat membantu kita mengelola proses ini secara lebih efektif dengan membangun keterampilan konsentrasi, perhatian dan kapasitas untuk mengarahkan kesadaran kita dengan cara tertentu. Dengan begitu dapat berarti bahwa, kecil kemungkinan untuk kita dapat dengan mudah mengalami emosi yang kuat yang dikendalikan oleh amigdala. Hal itu juga menunjukkan bahwa kita dapat memilih untuk merasakan emosi dan pikiran kita. Dalam hal ini, kita juga berperan aktif dalam mengubah cara struktur otak kita untuk berkembang dalam banyak hal, sama seperti cara kita dapat mengubah bentuk tubuh dengan melakukan latihan tertentu di gym. Ketika kita berlatih meditasi secara teratur, kita membangun kapasitas untuk menjadi sadar akan pemikiran dan emosi. Ketika pikiran kita menjadi lebih tenang, sistem syaraf kita mampu memperoleh informasi yang lebih akurat dan dapat mengakses kapasitas untuk kreativitas, fleksibilitas dan pemikiran lateral yang memungkinkan kita untuk mengelola diri hadapi situasi yang menantang dengan lebih terampil. Ketika kita membangun keterampilan akan kesadaran penuh (mindfulness), kita masih mengalami perasaan negatif seperti frustasi, kekecewaan atau ketakutan atau sifat lekas marah, tetapi penelitian menunjukkan bahwa kita pulih lebih cepat. 

Sekarang kita telah mengetahui berdasarkan penelitian mengenai perkembangan otak, bahwa meditasi teratur dan latihan kesadaran penuh (mindfulness), dapat mengurangi ukuran amigdala, dapat mengurangi tingkat hormon stres dan memperkuat koneksi ke lobus frontal (otak bagian depan), semua ini berarti kita cenderung hidup dengan lebih sedikit stres dan lebih banyak kebahagiaan. 

Kesadaran penuh (mindfulness) dapat dilatih dan ditumbuhkan. Artinya, kita dapat melatih kemampuan untuk memberikan perhatian yang berkualitas pada apa yang kita lakukan. Kegiatan-kegiatan seperti latihan menyadari napas (mindful breathing); latihan bergerak sadar (mindful movement), yaitu bergerak yang disertai kesadaran tentang intensi dan tujuan gerakan; latihan berjalan sadar (mindful walking) dengan menyadari gerakan tubuh saat berjalan, dan berbagai kegiatan sehari-hari yang mengasah indera (sharpening the senses) dengan melibatkan mata, telinga, hidung, indera perasa, sensori di ujung jari, dan sensori peraba kita.  Kegiatan-kegiatan di atas seperti bernapas dengan sadar, bergerak dengan sadar, berjalan dengan sadar dan menyadari seluruh tubuh dengan sadar juga dapat diawali dengan cara yang paling sederhana yaitu dengan menyadari napas.

Mengapa menyadari napas?  Karena napas adalah jangkar yang dimiliki setiap orang untuk berada di sini dan masa sekarang (here and now). Pikiran kita merupakan bagian diri kita yang seringkali sulit dikendalikan. Seorang ilmuwan dan filsuf bernama Deepak Chopra dalam website pribadinya menyebutkan bahwa manusia memiliki 60.000-80.000 pikiran dalam sehari. Bayangkan betapa sibuknya pikiran kita. Karena sangat cair, pikiran dapat bergerak ke masa depan dan menimbulkan perasaan khawatir. Pikiran juga dapat bergerak ke masa lalu yang seringkali menimbulkan perasaan menyesal. Pikiran berada dalam situasi terbaiknya jika ia fokus situasi saat ini dan masa sekarang,  Cara termudah untuk membuat pikiran dan perasaan Anda berada pada saat ini dan masa sekarang adalah dengan menyadari napas.  Selain itu, kegiatan menyadari napas juga juga paling mudah dilakukan karena dapat dilakukan kapan saja, di mana saja, dan tidak membutuhkan alat bantu apapun kecuali napas Anda. 

 Berikut TUTORIAL STOP!

Tanggapan saya terkait Kesadaran penuh (Mindfulness)

Latihan Mindfulness dapat merangsang kerja bagian otak prefrontal yang berpengaruh terhadap kesehatan mental. Dengan rutin melakukan latihan berkesadaran penuh, kita bisa mengelola ataupun mengendalikan emosi yang akan membawa dampak pada kesehatan mental. 

Dengan konsisten melakukan latihan berkesadaran penuh, saya bisa mengelola suasana hati dan bisa memperkuat sel-sel saraf otak saya yang berhubungan langsung dengan fokus, konsentrasi dan kesadaran.

Sebagai seorang guru, terkadang kita harus mengambil keputusan yang cepat atas sesuatu dan dalam keadaan yang sudah lelah harus menghadapi siswa yang memiliki karakter yang beragam. Dalam kondisi seperti inilah kemampuan menyadarkan diri sepenuhnya (mindfulness) sangat diperlukan agar bisa mengambil keputusan yang jernih dan mengendalikan emosi dengan baik.

PSE berbasis Kesadaran Penuh (Mindfulness) dalam mewujudkan Kesejahteraan Hidup (Well-Being)

Pertama-tama, mari kita bahas mengenai well-being. Menurut kamus Oxford English Dictionary, well-being dapat diartikan sebagai kondisi nyaman, sehat, dan bahagia. Well-being (kesejahteraan hidup)  adalah sebuah kondisi individu yang memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.

Menurut Mcgrath & Noble, 2011, murid yang memiliki tingkat well-being yang optimum memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi, kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, memiliki ketangguhan (daya lenting/resiliensi) dalam menghadapi stress dan terlibat dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab.

Saat modul ini ditulis, seluruh dunia, termasuk Indonesia dilanda pandemi Covid - 19 yang betul-betul menguji kemampuan daya lenting/resiliensi setiap individu tanpa terkecuali. Pembelajaran Sosial Emosional berbasis kesadaran penuh menjadi semakin relevan untuk dapat mewujudkan well-being, khusunya melatih daya lenting/resiliensi guru, murid dan komunitas sekolah.

Berbagai kegiatan berbasis kesadaran penuh (mindfulness) dalam sehari-hari memungkinkan seseorang membangun kesadaran penuh untuk dapat memberikan perhatian secara berkualitas yang didasarkan keterbukaan pikiran, rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan hati (compassion) yang akan membantu seseorang dalam menghadapi situasi-situasi menantang dan sulit.

Menurut Hawkins (2017), latihan berkesadaran penuh (mindfulness) dapat membangun keterhubungan diri sendiri (self-awareness) dengan berbagai kompetensi emosi dan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, sebelum memberikan respon dalam sebuah situasi sosial yang menantang, kita berhenti, bernapas dengan sadar, mengamati pikiran, perasaan diri sendiri maupun orang lain, mengelola emosi yang muncul, hingga dapat membuat pilihan/mengambil keputusan yang lebih responsif, bukan reaktif. 

Pada saat menghadapi kondisi menantang, misalnya pada saat seorang guru berhadapan dengan perilaku murid yang dinilai tidak disiplin, mekanisme kerja otak akan mengarahkan diri untuk berhenti, menarik napas panjang, memberikan waktu untuk memahami apa yang dirasakan diri sendiri, apa nilai-nilai diri yang diyakini,  memunculkan empati untuk memahami situasi yang terjadi, mencari tahu apa yang dirasakan oleh murid dengan hadir secara penuh.  Guru akan memilih untuk bertanya pada murid tersebut untuk memahami apa yang terjadi. Respon guru yang berkesadaran penuh akan dapat membangun koneksi dan rasa percaya murid pada guru. Koneksi, rasa aman dan rasa percaya di antara guru dan murid akan memperkuat relasi murid dan guru sehingga dapat menciptakan lingkungan dan suasana belajar yang kondusif bagi pembelajaran. Relasi yang terbangun antara guru dan murid akan mendorong guru untuk membuat keputusan yang lebih responsif.Di sisi lain, lingkungan belajar dan suasana belajar yang kondusif akan membantu tumbuhnya kesadaran diri murid tentang perasaan, kekuatan, kelemahan, nilai-nilai yang dimiliki dengan lebih baik. Tumbuhnya kesadaran sosial yang lebih baik yang didasarkan pada perhatian yang bertujuan juga akan membantu murid dalam memproses informasi secara lebih baik.  Jika murid dapat mengikuti proses pembelajaran secara lebih baik, maka secara perlahan tumbuh optimisme dan tingkat efikasi dalam dirinya. 

 Eksplorasi Konsep - Kasus 1

Pengantar:

Bapak Eling telah menjadi guru selama lebih dari 5 tahun. Suatu pagi, Bapak Eling merasakan tubuhnya seakan berat untuk bangun dari tidurnya. Dia juga merasa berat untuk berdiri dan bergerak berangkat menuju sekolah. Akhir–akhir ini pun selama berada di dalam kelas, Bapak Eling sering tiba-tiba merasakan jantungnya berdetak cepat. Pikirannya bercabang-cabang, dan ia sering merasakan dirinya mengalami kecemasan. Saat ini memang selain sibuk mengajar, Bapak Eling juga harus menjadi ketua panitia perayaan 17 Agustus yang akan dilaksanakan di sekolahnya 1 bulan lagi.  Berikut 5 kasus yang terjadi pada Bapak Eling yang pada akhir-akhir ini. Bacalah secara berurutan dan lakukan refleksi setelah membaca. 

Berikut kasus yang terjadi pada Bapak Eling yang pada akhir-akhir ini. Bacalah dan lakukan refleksi setelah membaca.

Saat itu jam pelajaran terakhir. Sebelum rapat panitia besar 17 Agustus untuk memfinalisasi acara, Bapak Eling masuk ke kelas 9 untuk mengajar mata pelajaran geografi. Sejak pagi, Bapak Eling sudah mengajar 3 kelas yang berbeda secara berurutan. Pada pelajaran ini, anak-anak diizinkan menggunakan gawai mereka untuk mengerjakan proyek kelompok. Setelah beberapa saat Bapak Eling melakukan pengecekan apakah setiap murid bekerja sesuai tugas dan tanggung jawab mereka. Saat mendekati meja salah satu siswa, Diana, 
Pak Eling mendapati muridnya itu sedang menggunakan gawainya untuk mengerjakan tugas pelajaran lain. Bapak Eling spontan mengeluarkan kata-kata dengan nada tinggi. “Jadi ini yang dari tadi kamu lakukan?”  Seisi ruang kelas terkejut.  Wajah Diana memerah.  Ia tampak malu dan tidak menyangka Bapak Eling merespon sekeras itu.


Jawablah pertanyaan berikut.

  1. Apakah situasi yang dihadapi Bapak Eling? Mohon uraikan dengan singkat dan jelas.
  2. Apa kompetensi sosial dan emosional yang dibutuhkan  Bapak Eling dalam menghadapi masalah tersebut? Jelaskan jawaban Anda. (Hubungkan dengan artikel-artikel yang telah dibaca sebelumnya)
  3. Seandainya Anda adalah Bapak Eling, apa yang akan Anda lakukan?
Tanggapan: 

1. Permasalahan yang sebenarnya dihadapi oleh Bapak Eling adalah tekanan psikologis atau kelelahan psikis yang menyebabkan Bapak Eling mudah lelah. Dalam hal ini, Bapak Eling memiliki tanggung jawab sebagai ketua 17 Agustusan dan tanggung jawab lain sebagai guru. Nah, stress dan kelelahan psikis ini akhirnya berdampak pada emosional beliau. Beliau menjadi kelihatan cepat marah, kesal dan responsif baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain (dalam kasus tersebut adalah muridnya). Rasa lelah dengan aktivitas yang cukup padat dan tuntutan pekerjaan membuatnya payah dan berdampak pada labilnya emosi dan menjadi sensitif. Beliau tidak mampu mengendalikan emosi ketika dalam situasi yang menantang. 

2. Kompetensi sosial emosional yang dibutuhkan Bapak Eling adalah kompetensi kesadaran diri. Bapak Eling belum sepenuhnya menerapkan kompetensi kesadaran diri. Sehingga, dampaknya terlihat dalam sikap dan tutur kata yang agak emosional. Beliau hendaknya mempraktikan kesadaran penuh, mengenali dan merasakan dengan lebih jelas emosinya. Dengan memahami emosinya maka akan membantu beliau untuk dapat merespon terhadap kondisinya secara tepat. Beliau akan dapat merespon secara lebih baik. Hal ini tidak hanya akan berdampak pada wellbeing diri Bapak Eling tetapi bisa juga menjadi role model  bagi murid-muridnya.

Salah satu teknik Latihan Mindfulness yang dapat dilakukan oleh Bapak Eling adalah dengan STOP.

  1. Stop/hentikan apapun yang sedang dilakukan. Bapak Eling hendaknya berhenti sejenak dan mengambil momen penting untuk mengentikan sebentar apa yang tengah ia lakukan.
  2. Take a depp/Tarik napas dalam-dalam. Bapak Eling harus menyadari napas masuk dan napas keluar. Merasakan udara segar yang masuk melalui hidung.
  3. Observasi/amati. Bapak Eling perlu mengamati apa yang dirasakan oleh tubuhnya. Beliau dapat mengamati pilihan-pilihan yang dapat dilakukan.
  4. Proceed/ Lanjutkan. Latihan selesai. Setelah jeda sejenak, bisa lanjutkan kembali aktivitas  dengan perasaan yang lebih tenang, pikiran yang lebih jernih, dan sikap yang lebih positif.

Dengan demikian, Bapak Eling bisa menghasilkan pikiran yang lebih rileks dan memiliki kesadaran penuh atas emosi atau kelelahan psikis yang dialaminya. 

3. Jika saya adalah Bapak Eling, saya akan berusaha mengendalikan emosi jika berhadapan dengan siswa-siswa seperti itu. Saya harus bisa melatih kesadaran penuh melalui metode STOP agar jiwa dan raga saya kembali rileks dan pikiran kembali fokus sehingga bisa menjalani hari dengan baik dan bersemangat. 

 Eksplorasi Konsep - Kasus 2

Pengantar:

Bapak Eling telah menjadi guru selama lebih dari 5 tahun. Suatu pagi, Bapak Eling merasakan tubuhnya seakan berat untuk bangun dari tidurnya. Dia juga merasa berat untuk berdiri dan bergerak berangkat menuju sekolah. Akhir–akhir ini pun selama berada di dalam kelas, Bapak Eling sering tiba-tiba merasakan jantungnya berdetak cepat. Pikirannya bercabang-cabang, dan ia sering merasakan dirinya mengalami kecemasan. Saat ini memang selain sibuk mengajar, Bapak Eling juga harus menjadi ketua panitia perayaan 17 Agustus yang akan dilaksanakan di sekolahnya 1 bulan lagi.  Berikut 5 kasus yang terjadi pada Bapak Eling yang pada akhir-akhir ini. Bacalah secara berurutan dan lakukan refleksi setelah membaca. 

Berikut kasus yang terjadi pada Bapak Eling yang pada akhir-akhir ini. Bacalah dan lakukan refleksi setelah membaca.

Selesai kegiatan belajar-mengajar berakhir, Bapak Eling memimpin rapat panitia besar yang akan memutuskan revisi akhir acara. Rapat yang berlangsung selama kurang lebih 1 jam menghasilkan tugas baru bagi Pak Eling untuk mempelajari perubahan proposal acara.  Pak Eling perlu memastikan semua perencanaan, pengaturan personil, dan pengaturan anggaran sudah tepat. Sesuai rencana, panitia acara sudah harus mulai bekerja setelah proposal disetujui oleh kepala sekolah.  Oleh karena itu, Bapak Eling diminta untuk mengirimkan proposal ini kepada kepala sekolah selambat-lambatnya lusa. Karena mendahulukan proposal ini, Bapak Eling pun lupa menyiapkan rubrik untuk pembelajaran geografi keesokan harinya. Keesokan paginya, Bapak Eling, masuk kelas dan lupa mengunduh rubrik proyek geografi sehingga proses pembelajaran sempat tersendat. 

Jawablah pertanyaan berikut.

  1. Apakah situasi yang dihadapi  Bapak Eling? Mohon uraikan dengan singkat, padat, dan jelas.
  2. Apa kompetensi sosial dan emosional yang diperlukan  Bapak Eling dalam menghadapi masalah tersebut? Jelaskan jawaban Anda. (Hubungkan dengan kerangka atau panduan yang ada di artikel-artikel yang telah dibaca sebelumnya)
  3. Seandainya Anda adalah Bapak Eling, apa yang akan Anda lakukan?
Tanggapan: 

1. Situasi yang dihadapi oleh Bapak Eling adalah ketidakmampuannya dalam mengelola waktu, sehingga tugas utamanya sebagai guru terbengkalai akibat banyak tugas yang dibebankan kepadanya.

2. Kompetensi sosial dan emosional yang Bapak Eling perlukan dalam menghadapi masalah tersebut adalah kompetensi pengelolaan diri. Bapak Eling hendaknya mampu mengelola diri dalam hal mengatur waktu pelaksanaan tugas. Beliau hendaknya memprioritaskan tugas utamanya sebagai guru yang harus memberikan layanan pembelajaran kepada siswa.

3. Jika saya menjadi Bapak Eling, yang akan saya lakukan yakni membuat daftar tugas-tugas yang harus diselesaikan dengan lebih memberikan prioritas kepada tugas yang lebih utama/penting. Saya juga perlu melatih keterampilan kesadaran penuh (mindfulness) dan pengelolaan diri agar bisa menyelesaikan tugas-tugas dengan baik sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. 

  Eksplorasi Konsep - Kasus 3

Pengantar:

Bapak Eling telah menjadi guru selama lebih dari 5 tahun. Suatu pagi, Bapak Eling merasakan tubuhnya seakan berat untuk bangun dari tidurnya. Dia juga merasa berat untuk berdiri dan bergerak berangkat menuju sekolah. Akhir–akhir ini pun selama berada di dalam kelas, Bapak Eling sering tiba-tiba merasakan jantungnya berdetak cepat. Pikirannya bercabang-cabang, dan ia sering merasakan dirinya mengalami kecemasan. Saat ini memang selain sibuk mengajar, Bapak Eling juga harus menjadi ketua panitia perayaan 17 Agustus yang akan dilaksanakan di sekolahnya 1 bulan lagi.  Berikut 5 kasus yang terjadi pada Bapak Eling yang pada akhir-akhir ini. Bacalah secara berurutan dan lakukan refleksi setelah membaca. 

Berikut kasus yang terjadi pada Bapak Eling yang pada akhir-akhir ini. Bacalah dan lakukan refleksi setelah membaca.

Saat mempelajari proposal acara 17 Agustus di antara jam mengajar dan mengoreksi pekerjaan murid-murid, Bapak Eling menyadari salah seorang murid kelas 10 yang berprestasi dalam kejuaraan renang tidak mengumpulkan tugasnya. Pak Eling memanggil murid tersebut. Murid tersebut mengungkapkan pada Bapak Eling bahwa dia sebenarnya merasakan lelah dan mengantuk saat berada di dalam kelas maupun di rumah karena latihan keras menjelang kejuaraan bulan depan. Bapak Eling menilai, seharusnya murid tersebut bekerja lebih keras sebagai konsekuensi dari pilihannya menjadi murid atlet.


Jawablah pertanyaan berikut.

  1. Apakah situasi  yang dihadapi Bapak Eling? Mohon uraikan dengan singkat,  padat, dan jelas.
  2. Apa kompetensi sosial dan emosional yang diperlukan  Bapak Eling dalam menghadapi masalah tersebut? Jelaskan jawaban Anda. (Hubungkan dengan kerangka atau panduan yang ada di artikel-artikel yang telah dibaca sebelumnya)
  3. Seandainya Anda adalah Bapak Eling, apa yang akan Anda lakukan?
Tanggapan: 

1. Situasi yang dihadapi Bapak Eling adalah beliau kurang objektif menilai orang lain, kurang menunjukkan sikap empati dan hanya menilai dari sudut pandang dirinya sendiri, dengan kata lain membandingkan posisi orang lain dengan dirinya sendiri. 

2. Kompetensi sosial emosional yang diperlukan Bapak Eling dalam menghadapi masalah tersebut adalah kompetensi penerapan Kesadaran Sosial (Empati) . Bapak Eling sebaiknya belajar menumbuhkan dan mengembangkan empati karena empati mengarahkan kita untuk mengurangi fokus hanya ke diri sendiri, melainkan juga belajar merespon orang lain dengan cara yang lebih informatif dan penuh afeksi. 

3. Jika saya adalah Bapak Eling, saya akan menerapkan teknik STOP yang membawa saya berada dalam kondisi rileks sehingga membantu saya untuk lebih mudah mencerna dan tetap tenang menanggapi tanpa penghakiman. Si murid atlet mungkin akan tetap menghadapi jadwal latihannya yang padat ditambah tuntutan akademik yang tidak ringan, tetapi dia akan merasa jauh lebih baik menyadari ada Bapak Eling yang mau betul-betul mendengarkan. Nah, di sini saya akan cenderung mendengarkan dan memahami permasalahan siswa sehingga siswa merasa nyaman dan tenang dan solusi bisa ditemukan. 

 Eksplorasi Konsep - Kasus 4

Pengantar:

Bapak Eling telah menjadi guru selama lebih dari 5 tahun. Suatu pagi, Bapak Eling merasakan tubuhnya seakan berat untuk bangun dari tidurnya. Dia juga merasa berat untuk berdiri dan bergerak berangkat menuju sekolah. Akhir–akhir ini pun selama berada di dalam kelas, Bapak Eling sering tiba-tiba merasakan jantungnya berdetak cepat. Pikirannya bercabang-cabang, dan ia sering merasakan dirinya mengalami kecemasan. Saat ini memang selain sibuk mengajar, Bapak Eling juga harus menjadi ketua panitia perayaan 17 Agustus yang akan dilaksanakan di sekolahnya 1 bulan lagi.  Berikut 5 kasus yang terjadi pada Bapak Eling yang pada akhir-akhir ini. Bacalah secara berurutan dan lakukan refleksi setelah membaca. 

Berikut kasus yang terjadi pada Bapak Eling yang pada akhir-akhir ini. Bacalah dan lakukan refleksi setelah membaca.

Setelah selesai memeriksa proposal acara 17 Agustus, Bapak Eling mengirimkan proposal tersebut kepada kepala sekolah. Ternyata proposal yang dikirimkan oleh Bapak Eling dinilai tidak sesuai oleh kepala sekolah. Kepala Sekolah meminta agar isinya sesuai dengan pengarahan awal yaitu agar acara lebih banyak melibatkan orang tua murid. Bapak Eling tidak menyangka jika dia harus melakukan koreksi dan koordinasi ulang dengan tim acara. Revisi proposal tentu akan memakan waktu lagi dan Bapak Eling sudah membayangkan ini akan menghambat tugas-tugasnya yang lain. Bapak Eling mengungkapkan hal ini kepada wakil ketua panitia. Bapak Eling mengungkapkan bahwa dia tidak mau mengubah proposal dan meminta Wakil  Ketua Panitia tersebut yang merevisi proposal.


Jawablah pertanyaan berikut.

  1. Apakah situasi yang dihadapi Bapak Eling? Mohon uraikan dengan singkat, padat,  dan jelas.
  2. Apa kompetensi sosial dan emosional yang diperlukan  Bapak Eling dalam menghadapi masalah tersebut? Jelaskan jawaban Anda. (Hubungkan dengan kerangka atau panduan yang ada di artikel-artikel yang telah dibaca sebelumnya)
  3. Seandainya Anda adalah Bapak Eling, apa yang akan Anda lakukan?
Tanggapan: 

1.Bapak Eling menolak bahwa Kepala Sekolah memintanya untuk mengoreksi dan berkoordinasi kembali dengan tim acara. Bapak Eling tidak mengungkapkan perasaan dan pikirannya tentang permintaan tersebut kepada Kepala Sekolah dan meminta begitu saja wakil ketua panitia yang melakukan revisi proposal.

2. Kompetensi sosial dan emosional yang diperlukan Bapak Eling dalam menghadapi permasalah tersebut adalah Keterampilan Berelasi (Kerjasama dan resolusi konflik).  Dalam berorganisasi semua orang harus mengerjakan tanggung jawab sesuai peran masing-masing. Jika ini berjalan dengan baik maka Pak Eling tidak perlu menyelesaikan tugas semuanya termasuk harus membuat dan menyiapkan proposal sendiri. Bapak Eling perlu menyadari bahwa beliau bekerja dalam tim bukan individu. Maka dari itu, beliau harus mengedepankan diskusi bersama rekan dan diskusi juga dengan kepala sekolah. Kemudian barulah menyusun proposal, dan jika ada revisi bapak Eling harus lebih siap mental dan berkomitmen menyelesaikan tugas.

3. JIka saya bapak Eling, yang akan saya lakukan adalah saya akan berdiskusi dengan tim lagi dan berkoordinasi dalam tim jika memang harus proposal tersebut harus direvisi. Tetapi sebelumnya, Bapak Eling perlu menyampaikan perasaan dan pertimbangannya jika proposal harus direvisi. Bapak Eling harus membangun komunikasi positif dan relasinya dengan mengutarakan perasaan, pemikiran dan pertimbangannya kepada Bapak Kepala Sekolah. Dengan demikian, akan dicapai sebuah keputusan bersama yang dapat memberikan jalan keluar terbaik untuk keberhasilan acara 17 Agustus. 

 Eksplorasi Konsep - Kasus 5

Pengantar:

Bapak Eling telah menjadi guru selama lebih dari 5 tahun. Suatu pagi, Bapak Eling merasakan tubuhnya seakan berat untuk bangun dari tidurnya. Dia juga merasa berat untuk berdiri dan bergerak berangkat menuju sekolah. Akhir–akhir ini pun selama berada di dalam kelas, Bapak Eling sering tiba-tiba merasakan jantungnya berdetak cepat. Pikirannya bercabang-cabang, dan ia sering merasakan dirinya mengalami kecemasan. Saat ini memang selain sibuk mengajar, Bapak Eling juga harus menjadi ketua panitia perayaan 17 Agustus yang akan dilaksanakan di sekolahnya 1 bulan lagi.  Berikut 5 kasus yang terjadi pada Bapak Eling yang pada akhir-akhir ini. Bacalah secara berurutan dan lakukan refleksi setelah membaca. 

Berikut kasus yang terjadi pada Bapak Eling yang pada akhir-akhir ini. Bacalah dan lakukan refleksi setelah membaca.

Setelah bekerja selama 5 tahun di sekolah yang sama, Bapak Eling merasa mulai kewalahan dengan berbagai tanggung jawab tambahan yang harus dijalankan. Bapak Eling mendapatkan tanggung jawab ekstra karena dipercaya oleh kepala sekolah. Kepala sekolah melihat pengalaman Bapak Eling sudah jauh lebih banyak dibandingkan guru-guru yang lain. Itu sebabnya, Bapak Eling diminta untuk menjadi penanggung jawab beberapa  acara penting di sekolah, menjadi wakil sekolah di forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Awalnya Bapak Eling merasa tugas tambahan tersebut sangat menantang. Namun saat ini, dia tidak merasa tertantang lagi. Ditambah dirinya merasa bahwa akhir-akhir ini, kinerjanya sebagai guru juga semakin menurun. Karena itu, Bapak Eling terpikir untuk menulis surat pengunduran diri. 


Jawablah pertanyaan berikut.

  1. Apakah situasi yang dihadapi  Bapak Eling? Mohon uraikan dengan singkat, padat, dan jelas.
  2. Apa kompetensi sosial dan emosional yang diperlukan  Bapak Eling dalam menghadapi masalah tersebut? Jelaskan jawaban Anda. (Hubungkan dengan kerangka atau panduan yang ada di artikel-artikel yang telah dibaca sebelumnya)
  3. Seandainya Anda adalah Bapak Eling, apa yang akan Anda lakukan?

 Tanggapan: 

1. Situasi yang dihadapi Bapak Eling yaitu beliau merasa kinerjanya menurun. Beliau merasakan kejenuhan dan kewalahan yang membuat membuat emosinya kurang terkendali hingga akhirnya berada pada area yang tidak menyadari bahwa keputusan yang diambil bisa saja keliru yakni mengundurkan diri.

2. Kompetensi sosial dan emosional yang diperlukan Bapak Eling dalam menghadapi permasalah tersebut adalah keterampilan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Beliau harus memiliki kemampuan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, sehingga akan dapat menyikapi konsekuensi atas keputusan tersebut dengan baik, termasuk jika hasilnya tidak sesuai yang diharapkan.

3. JIka saya adalah Bapak Eling, saya akan mencoba menganalisis permasalahan ini dengan menggunakan kerangka POOCH yaitu Problem (Masalah), Options (Alternatif pilihan), Outcomes (Hasil atau konsekuensi), Choices (Keputusan yang diambil). Saya harus dapat mengerti apa permasalahn saya, kemudian opsi-opsi apa saja yang dapat saya lakukan, lalu kemungkinan apa saya yang dapat terjadi jika saya mengambil keputusan. Pada intinya, saya juga perlu menguatkan kesadaran penuh agar merasa tenang dan rileks dalam menganalisis sebuah permasalahan.


3. RUANG KOLABORASI 




4. REFLEKSI TERBIMBING 

  • Sebutkan 3 hal menarik yang telah Anda pelajari! Kemukakan dengan alasan atau contoh berupa gambar/foto untuk memperjelas jawaban Anda!

Tanggapan:

3 hal menarik yang saya pelajari yaitu:

1). Pembelajaran sosial dan emosional melalui latihan berkesadaran penuh (mindfulness). Pemahaman mengenali emosi seperti ini dapat membantu baik guru maupun murid untuk dapat merespon terhadap kondisinya sendiri secara lebih tepat.Dengan latihan mengenali emosi dalam kesadaran penuh sebelum merespon, kita dapat meningkatkan kemampuan kita merespon secara lebih baik. Latihan berkesadaran penuh (mindfulness) dapat bermanfaat dapat mengurangi ukuran amigdala dan mengurangi kadar hormon stres dan memperkuat koneksi ke otak depan (lobus frontal). Ini memungkinkan kita untuk hidup dengan sedikit stres dan lebih bnyak kebahagiaan.

2).  Belajar adalah anugerah. Anak belajar saat hati mereka terbuka, terhubung dengan lingkungan sekitar serta adanya tujuan. Melalui pembelajaran sosial-emosional, kita menciptakan kondisi yang mengizinkan semua anak mengakses anugerah tersebut. Ini berarti kita sebagai pendidik tentunya perlu menumbuhkan dan merawat semangat belajar anak demi tercapainya cita-cita yang diimpikan.

3). Pembelajaran sosial dan emosional memiliki 5 kompetensi sosial emosional yang harus dimiliki oleh seseorang baik guru maupun peserta didik yaitu kesadaran diri, manajemen diri, pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, keterampilan hubungan, kesadaran sosial. Pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang berkarakter baik.

  • Sebutkan 2 hal penting yang Anda pelajari! Kemukakan dengan alasan atau contoh berupa gambar/foto untuk memperjelas jawaban Anda.

Tanggapan: 

 2 hal penting yang saya pelajari yaitu: 

1). Untuk mencapai pemahaman kesadaran diri dan mampu mengenali emosinya, kita perlu mempraktikkan kesadaran penuh (mindfulness) melalui Teknik STOP yaitu: Stop/ Berhenti. Hentikan apapun yang sedang Anda lakukan.

Take a deep Breath/ Tarik nafas dalam. Sadari napas masuk, sadari napas keluar. Rasakan udara segar yang masuk melalui hidung. Rasakan udara hangat yang keluar dari lubang hidung. Lakukan 2-3 kali. Napas masuk, napas keluar.

Observe/ Amati. Amati apa yang Anda rasakan pada tubuh Anda? Amati perut yang mengembang sebelum membuang napas. Amati perut yang mengempes saat Anda membuang napas. Amati pilihan-pilihan yang dapat Anda lakukan.

Proceed/ Lanjutkan. Latihan selesai. Silahkan lanjutkan kembali aktivitas Anda dengan perasaan yang lebih tenang, pikiran yang lebih jernih, dan sikap yang lebih positif.

2). Satu strategi sederhana yang dapat digunakan untuk menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan yang bertanggung jawab adalah dengan menggunakan kerangka yang disebut POOCH - Problem (Masalah), Options (Alternatif pilihan), Outcomes (Hasil atau konsekuensi), Choices (Keputusan yang diambil), dan How (Bagaimana hasilnya). Kerangka sederhana ini akan membantu seseorang memikirkan dengan baik berbagai aspek sebelum memutuskan sesuatu. Selain mampu membuat pilihan keputusan, seseorang yang memiliki kemampuan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab akan dapat menyikapi konsekuensi atas keputusan tersebut dengan baik, termasuk jika hasilnya tidak sesuai yang diharapkan.

  •  Sebutkan 1 hal yang Anda ingin coba dan terapkan dalam kelas! Jelaskan alasan Anda!

Tanggapan: 

Satu hal yang ingin saya coba terapkan yakni mengajak siswa untuk latihan berkesadaran penuh (mindfulness) melalui teknik STOP. Dengan latihan ini saya mengharapkan murid menjadi lebih fokus pada pembelajaran, mengurangi tingkat stres dan kepenatan atas materi yang didapat, dan lebih menyenangkan. 


5. DEMONSTRASI KONTEKSTUAL 



6. ELABORASI PEMAHAMAN 




7. KONEKSI ANTAR MATERI 




8. AKSI NYATA 










MODUL 2.3 COACHING 


1. MULAI DARI DIRI 

1.    Lama Mengajar

Tanggapan:

13 tahun

2. Anda menemui seorang murid berprestasi yang mengeluhkan tentang susah konsentrasi dan penurunan motivasi belajar yang mengakibatkan ketidakpuasan orangtuanya. Apa yang menjadi respon Anda terhadap situasi yang disampaikan?

Tanggapan:

Pertama-tama, saya harus melakukan pendekatan komunikatif  dengan mengajak murid tersebut duduk bersama dan meminta pendapat/pernyataan/argumen tentang keluhannya yang susah konsentrasi dan mengalami penurunan motivasi belajar. Saya perlu menggali informasi mengapa murid tersebut menjadi demikian. Setelah mendapatkan jawabannya, saya akan mencoba mengajak murid tersebut untuk fokus pada tujuan yang ingin dicapai. Jika murid tersebut sudah bisa fokus pada gairah besar yang ingin dia wujudkan, dia akan berusaha untuk meraihnya. Saya yakin jika murid tersebut sudah memiliki passion yang kuat, sesuatu yang jauh lebih maksimal akan bisa dihasilkan dari upaya-upaya yang dilakukannya. 

3.  Seorang murid bertemu dengan Anda di taman sekolah dan menceritakan bahwa ia diminta oleh teman-temannya untuk menjadi ketua panitia acara pertandingan olahraga di SMP Penggerak. Terlihat murid tersebut ragu dan tidak berminat. Bagaimana Anda memberikan respon sebagai seorang guru yang mengetahui bahwa murid tersebut memiliki potensi sebagai seorang pemimpin?

Tanggapan:

Tentunya saya sebagai guru akan memberikan dukungan, semangat dan motivasi. Saya akan berupaya meyakinkan murid tersebut bahwa ini merupakan kesempatan yang baik untuk meningkatkan kualitas/pengembangan diri. Teman-temanya sudah memutuskan murid tersebut untuk menjadi ketua panitia, itu artinya murid tersebut memiliki kemampuan yang lebih yakni memiliki potensi sebagai seorang pemimpin. Saya harus mendukung dan memotivasi murid tersebut untuk mengambil peluang yang baik ini untuk dijadikan sebagai bahan dalam proses pembelajaran dan pemerolehan pengalaman. Tidak lupa saya mengingatkan bahwa jika dalam proses menjalankan tugasnya sebagi ketua menemui kesulitan, murid tersebut bisa bertanya dan konsultasi dengan siapa pun termasuk saya sebagai gurunya. 

4.  Apa saja harapan yang ingin Anda lihat pada diri Anda sebagai seorang pendidik setelah mempelajari modul ini?

Tanggapan:

Harapan saya sebagai seorang pendidik setelah mempelajari modul ini yakni memiliki pemahaman, pengetahuan dan keterampilan tentang coaching beserta teknik/strategi penerapannya dalam proses pembelajaran. Di samping itu, saya ingin menjadi pendidik yang mencerminkan trilogi pendidikan Ki Hajar Dewantara yakni sebagai pemberi contoh/teladan/panutan, pemberi motivasi/semangat dan pemberi dorongan. 

5.    Apa saja harapan yang ingin Anda lihat pada murid-murid Anda setelah mempelajari modul ini?

Tanggapan:

Setelah mempelajari modul ini, Saya berharap murid-murid saya bisa mengoptimalkan dan memberdayakan kemampuan dan potensinya dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran bisa dicapai dan sekaligus terwujudnya Profil Pelajar Pancasila yaitu pelajar yang belajar sepanjang hayat yang kompeten dan memiliki karakter sesuai nilai-nilai Pancasila yang terbangun secara utuh. Di samping itu, saya berharap murid-murid saya memiliki keterampilan abad ke-21 (keterampilan 4C) yaitu mampu menjadi murid yang berpikir kritis, kolaboratif, komunikatif dan kreatif. Itu semua bisa diwujudkan jika saya sebagai pendidik mampu membangun dan melejitkan potensi dan bakat individu masing-masing siswa. 

6.    Apa saja kegiatan, materi, manfaat yang Anda harapkan ada dalam modul ini?

Tanggapan:

Kegiatan dan materi yang saya harapkan nantinya bisa bermanfaat bagi saya dan murid-murid saya dalam menumbuhkan minat, bakat dan potensi murid serta bisa dioptimalkan agar tercapai tujuan pendidikan. 


2. EKSPLORASI KONSEP

A. Konsep Coaching dalam Konteks Pendidikan

Pengertian Coaching

Untuk mengawali proses memahami konsep coaching ini, mari kita simak ilustrasi berikut:

Pak Amir adalah seorang pengemudi kendaraan di Kota Tangerang. Saat ini, ia mengantarkan Pak Handoko ke tempat tujuannya. Ternyata jalanan macet dan Pak Handoko tampak panik mengingat acaranya yang akan segera dimulai. Pak Amir mengajak Pak Handoko berdiskusi dan berdialog untuk menentukan alternatif jalan yang pernah ditempuh sebelumnya. Pak Amir bertanya mengenai pengalaman yang dimiliki Pak Handoko terhadap pilihan2 jalan alternatif tersebut.  Kemudian Pak Amir membantu Pak Handoko untuk melakukan analisis dari setiap jalan alternatif  yang memungkinkan diambil  agar bisa lebih cepat sampai ke tujuan. Dengan berbagai pertimbangan, Pak Handoko akhirnya memutuskan untuk memilih satu jalan yang ia yakini lebih cepat dan lancar. Ternyata keputusan yang diambil Pak Handoko tepat. Jalanan lancar, dan Pak Handoko sampai di tempat tujuan tepat waktu..

Ilustrasi tersebut memperlihatkan bahwa untuk sampai ke tujuan dibutuhkan tindakan (action), dan terjadi perubahan (change) tempat. Ketika dikaitkan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari, jika Pak Amir adalah seorang coach dan Pak Handoko adalah coachee, maka Pak Amir menolong dengan cara-cara tertentu, supaya Pak Handoko sampai ke sasaran yang dia inginkan. Dalam konteks ini, coaching adalah salah satu alat untuk menolong Pak Handoko. Pak Amir yang memerankan diri sebagai coach tidak serta merta mengajukan satu solusi yang harus diikuti coachee,  melainkan menawarkan beberapa alternatif dan kemudian pak Handoko memutuskan sendiri sesuai dengan kondisinya. Selanjutnya, Pak Handoko lah yang membuat keputusan dengan cara yang diyakini dapat mencapai tujuannya.

Berangkat dari ilustrasi di atas, mari kita simak beberapa pengertian mengenai coaching. Para ahli mendefinisikan coaching sebagai:

  • sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999) 
  • kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya (Whitmore, 2003)

  1. Tuliskan prinsip-prinsip coaching yang dapat Anda ambil dari beberapa pengertian coaching yang telah disajikan!

Tanggapan:

1). Kolaborasi antara coach dan coachee yang fokus pada solusi. 

2). Solusi ditentukan oleh coachee setelah beberapa alternatif solusi ditawarkan oleh coach. 

3). Keputusan yang sudah diambil coachee diyakini dapat mencapai tujuan. 

4). Coach menggali potensi coachee untuk bisa memaksimalkan kinerjanya.   

2. Sebagai guru, pernahkah Anda menerapkan prinsip-prinsip coaching tersebut di sekolah Anda? Jika jawaban Anda "ya", berilah contoh dan penjelasannya!

Tanggapan:

Ya, ketika menghadapi siswa-siswa yang bermasalah saat pembelajaran daring. Siswa-siswa tersebut tidak pernah hadir dan tidak pernah membuat tugas saat pembelajaran daring. Beberapa guru mata pelajaran juga mengeluhkan hal yag sama bahwa mereka juga tidah pernah membuat tugas saat pembelajaran daring. Nah, dari kasus tersebut, saya mencoba menghubungi langsung lewat WA maupun berbincang saat sekolah berupaya menghadirkan siswa-siswa secara bergantian per kelas ke sekolah. Lewat WA kadang chatnya terbatas karena siswa-siswa tersebut terkendala kuota dan pada saat mereka dihadirkan secara tatap muka ke sekolah barulah saya bisa berbincang langsung dengan mereka. Adapun alasan-alasan yang mereka kemukakan yakni: 

1. Ada siswa yang tidak punya orang tua dan hanya diasuh oleh kakek neneknya. Siswa tersebut tidak mampu memberli kuota untuk pembelajaran daring. Dia harus bekerja terlebih dahulu agar bisa menghasilkan uang untuk membeli kuota internet.

2. Siswa yang satunya juga tidak punya orang tua dan rumahnya cukup jauh sehingga akses internet ke rumah anak tersebut juga terbatas. Anak ini juga punya saudara sakit yang harus dirawat dan perlu dicarikan biaya untuk perawatannya. Anak ini giat bekerja dengan mencari rumput sebagai pakan sapi. Itulah alasannya anak ini tidak bisa ikut pembelajaran daring karena harus bekerja terlebih dahulu agar bisa menghasilkan uang untuk membeli kuota internet. 

Dari alasan-alasan yang diutarakan oleh siswa-siswa tersebut, saya termasuk pihak sekolah mencoba menawarkan beberapa solusi seperti mereka harus datang ke sekolah untuk belajar langsung dan sekaligus mengambil tugas-tugas dari guru. Selain itu, mereka bisa bekerja di lab komputer yang telah disediakan khusus untuk siswa-siswa yang tidak bisa mengikuti pembelajaran daring. Yang terakhir, salah satu tim manajemen sekolah menawarkan dan mengusulkan mereka untuk memperoleh beasiswa. Dari solusi-solusi tersebut, mereka bisa menentukan pilihannya sendiri agar mereka bisa mengikuti pembelajaran di sekolah saat pandemi. 

Selain definisi-definisi yang diungkapkan oleh para ahli yang telah disebutkan di atas, International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai:

“…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”

Dari definisi ini, Pramudianto (2020) menyampaikan tiga makna yaitu:

a. Kemitraan. Hubungan coach dan coachee adalah hubungan kemitraan yang setara. Untuk membantu coachee mencapai tujuannya, seorang coach mendukung secara maksimal tanpa memperlihatkan otoritas yang lebih tinggi dari coachee.

b.   Memberdayakan. Proses inilah yang membedakan coaching dengan proses lainnya. Dalam hal ini, dengan sesi coaching yang ditekankan pada bertanya reflektif dan mendalam, seorang coach dapat menggali, memetakan situasinya sehingga menghasilkan pemikiran atau ide-ide baru.

c.   Optimalisasi. Selain menemukan jawaban sendiri, seorang coach akan berupaya memastikan jawaban yang didapat oleh coachee diterapkan dalam aksi nyata sehingga potensi coachee berkembang.

d.    Menyelami makna-makna yang terkandung dalam definisi coaching membawa kita pada pertanyaan, “Apakah dengan demikian coaching ini bisa diterapkan di dunia pendidikan sehingga bisa mengoptimalkan sumber daya yang ada, baik guru maupun murid?” Apakah guru dapat berperan sebagai coach? Mari kita sama-sama membahas bagaimana coaching ini diterapkan dalam konteks sekolah dan bagaimanakah peran guru guru dalam menerapkan keterampilan coaching sebagai coach.

B. Coaching dalam Konteks Sekolah

Klik Coaching dalam Konteks Sekolah. 

  1. 3.Keterampilan berkomunikasi yang bagaimanakah yang sudah Anda kuasai?

Tanggapan:

Keterampilan berkomunikasi yang saya kuasai yaitu kemampuan membangun hubungan yang baik dengan siswa dan orang tua. Selain itu, saya juga mampu menstimulasi dan mengekslorasi diri siswa dengan pertanyaan-pertanyaan reflektif. 

  1. 4.Keterampilan manakah yang perlu Anda asah agar dapat menjalankan coaching dengan baik?

Tanggapan:

Keterampilan yang perlu saya asah yakni keterampilan menawarkan/memberikan alternatif solusi yang bisa dijadikan bahan pertimbahan atau inspirasi dalam menentukan keputusan. Siswa perlu disajikan beberapa pilihan ide/masukan yang kemudian bisa dicerna dan selanjutnya bisa mengambil keputusan yang bertanggung jawab. 

Simaklah video animasi mengenai konsep coaching berikut dan jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:



1.    Bagaimana cara burung hantu membantu sang kancil menyeberang sungai?

Tanggapan:

Burung hantu hanya menanyakan apa yang sedang terjadi pada kancil dan apa akar permasalahnya. Kemudian burung hantu menanyakan lagi tentang usaha-usaha apa yang pernah dicoba untuk menyelesaikan masalahnya dalam hal ini menyebrangi sungai. Dari jawaban si kancil, burung hantu mengajak kancil untuk merefleksikan apakah usaha-usahanya tersebut sudah sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Burung hantu mengajukan beberapa pertanyaan reflektif untuk menyadarkan diri si kancil untuk memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya tidak perlu meniru cara makhluk yang lain. Pada intinya burung hantu sebagai coach mengajak si kancil sebagai coachee berkomunikasi dengan mengajukan pertanyaan reflektif yang bisa menumbuhkan kesadaran akan jati diri dan potensi apa yang dimilikinya. 

2.    Bagaimana cara burung hantu menanggapi pernyataan sang kancil tentang ketidak mampuannya?

Tanggapan:

Dengan meyakinkan dulu apakah benar kancil ingin melewati sungai. Selan itu, burung hantu juga bertanya menanyakan usaha-usaha apa saja yang telah dilakukan dan Menemukan pesan atau kata kunci yang akan di untuk menggali informasi dan menyadarkan kancil terhadap usahanya yang telah dilakukan dan apakah usahanya itu cocok dengan dirinya ataukah tidak. 

3.  Pertanyaan-pertanyaan seperti apakah yang diajukan oleh burung hantu untuk membantu sang kancil?

Tanggapan:

Pertanyaan-pertanyaan tersebut yaitu:

1. bagaimana aku bisa membantumu'

2. Apakah kamu pingin menyebrangi sungai yang kecil ini

3. usaha apa yang pernah kamu dilakukan

4. Usaha lain apa lagi yang pernah dilakukan

5. Apakah usaha-usaha yang telah kamu lakukan tersebut sudah benar atau belum.

4.    Jika Anda menjadi sang kancil, apa yang Anda rasakan ketika dibantu dengan cara demikian?

Tanggapan:

Sangat senang, bersyukur dan berterima kasih atas bantuan yang diberikan walaupun tidak secara langsung tetapi menjadikan saya sadar dan dan berpikir solutif dalam menghadapi masalah. Bantuan tersebut juga bisa membuat  saya berpikir kritis untuk menggali segala kemampuan yang saya miliki sendiri untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. 

5.  Jika Anda adalah sang burung hantu dan kancil adalah murid Anda, apakah Anda cukup sabar? Mengapa?

Tanggapan:

Ya, sabar dalam artian mengikuti alur pikir murid untuk menggali dan mengembangkan segala potensi yang dimiliki murid. Hal tersebut sangat diperlukan oleh seorang guru agar tujuan pembelajaran bisa tercapai dengan mudah dan lancar. Jika satu murid sadar akan jati diri dan potensinya itu, maka akan terjadi perubahan sebagai hasil dari proses kesabaran guru untuk menjadi coach. 

Klik Paradigma Pendampingan Coaching. 

C. Coaching, Konseling, dan Mentoring 

Sebagai guru, Anda diharapkan menjadi pemimpin pembelajaran. Sebagai pemimpin pembelajaran, Anda tentunya harus memainkan banyak peran. Terkadang, untuk menghadapi murid, Anda harus menjadi seorang konselor. Suatu saat Anda juga diharapkan menjadi mentor. Selain itu, terkadang Anda juga harus menjadi seorang coach.

Tentunya, sebagai guru, Anda selalu menjadi mentor bagi murid Anda dengan menyampaikan pengalaman yang Anda miliki. Anda juga melakukan konseling dengan murid Anda ketika mereka datang dengan permasalahan mereka. Nah, ketika Anda harus menghadapi murid dengan berbagai potensinya dan Anda berupaya untuk memaksimalkan potensi tersebut, Anda seyogyanya berperan sebagai seorang coach. Mengapa Anda harus berperan sebagai coach? Mari kita lihat ketiga metode pengembangan diri tersebut?

Untuk memahami perbedaan peran antara konselor, mentor, dan coach tersebut, mari kita simak video berikut ini, dan jawablah pertanyaan-pertanyaan mengenai video tersebut.



  1. Apa yang seorang konselor lakukan untuk membantu seseorang yang bermasalah dalam mengemudi mobil?

Tanggapan:

Konselor tersebut menggali masalah-masalah yang seseorang alami di masa lalu, dalam hal ini masalah-masalah yang sesorang alami dalam mengemudi mobil. Konselor mengajarkan kliennya cara-cara menyelesaikan masalah dalam hal mengemudi.

     2. Apa yang seorang mentor lakukan untuk membantu seseorang yang bermasalah dalam                             mengemudi mobil?

Tanggapan:

Konselor berbagi tips dan pengalaman terkait hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengemudikan mobil. 

    3. Apa yang seorang coach lakukan untuk membantu seseorang yang bermasalah dalam mengemudi           mobil?

Tanggapan:

Konselor membimbing dan mengarahkan coachee untuk menggali kemampuan yang dimilikinya dan mengoptimalkan kemampuannya tersebut untuk menyelesaikan sendiri permasalahan yang dihadapinya dalam hal mengemudi.

 Klik Perbedaan Coaching, Mentoring, dan Konseling 

A. Komunikasi Asertif

Dalam proses berkomunikasi dengan orang lain, tidak selalu apa yang kita harapkan akan berjalan dengan lancar. Ada saja hambatan yang datang dan seringkali hasil komunikasi tersebut tidak dapat memuaskan semua orang. Hal ini dapat terjadi karena sikap berkomunikasi yang berbeda satu sama lain, dan tidak semua orang dapat secara mudah mengungkapkan apa yang ada di benaknya dengan tepat. Kita perlu memahami tipe umum manusia berkomunikasi agar kita dapat memberikan respon yang tepat.

  • Apakah gaya komunikasi Anda? Mengapa Anda berpikir demikian?

Tanggapan:

Saya cenderung menggunakan gaya komunikasi asertif. Saya biasanya memadukan gaya komunikasi agresif dan pasif dengan tepat. Ada saatnya saya mendengarkan rekan bicara dan ada kalanya juga saya menyuarakan aspirasi atau mengungkapka pendapat/ide. Saya memiliki kepercayaan diri bahwa semua orang berkesempatan dan berhak untuk menyampaikan pendapat untuk mencapai pemecahan masalah . Saya juga belajar mendengarkan pendapat orang lain dan memberikan tanggapan dengan mempertimbangkan rasa hormat dan perasaan lawan bicara. 

  • Langkah-langkah yang perlu dipelajari untuk menjadi komunikator yang asertif.

Tanggapan:

1. Memahami gaya komunikasi lawan bicara. 

2. Berkomunikasi dengan menyampaikan data yang benar. 

3. Menggunakan bahasa tubuh dan nada bicara yang tepat. 

4. Mendengarkan lawan bicara dan meresponnya dengan cara mengajukan pertanyaan. 

5. Bersikap bijaksana dalam menemukan solusi. 

  • Apakah yang menjadi tantangan Anda dan apa yang perlu diusahakan dari diri Anda agar dapat melakukan komunikasi asertif?

Tanggapan:

Adapun yang menjadi tantangan saya dalam melakukan komunikasi asertif yaitu: 

1. Merasa risau jika gaya komunikasi saya bisa menyinggung perasaan lawan bicara. Saya khawatir perbedaan pendapat dan argumen bisa memicu terjadinya konflik. 

2. Cenderung bersikap pasif jika pemikiran/pendapat saya tidak sejalan dengan pemikiran lawan bicara demi menjaga perasaan. 

3. Merasa bahwa pendapat/pemikiran saya yang paling benar jika terbukti apa yang saya sampaikan sesuai fakta. Dengan kata lain ada perasaan egois dan cenderung mendominasi komunikasi. 

Kemudian, adapun usaha yang saya lakukan untuk dapat berkomunikasi asertif yaitu: 

1. Menunjukkan kejujuran dalam berkomunikasi. Kejujuran yang saya tampilkan bertujuan untuk memunculkan rasa hormat kepada orang lain dan empati terhadap lawan bicara.

2. Memunculkan kesadaran diri. Dengan mengenali diri saya sendiri, saya bisa mengendalikan dan mengelola segala tindakan, ucapan dan bahasa tubuh agar komunikasi berjalan efektif. 

3. Memiliki kepercayaan diri untuk bisa meyakinkan dan mempengaruhi orang lain bahwa setiap keputusan bisa dijadikan sebuah kesepakatan. 

Berkomunikasi secara asertif akan membangun kualitas hubungan kita dengan orang lain menjadi lebih positif karena ada pencapaian bersama dan kesepakatan dalam pemahaman dari kedua belah pihak. Kualitas hubungan yang diharapkan dibangun atas rasa hormat pada pemikiran dan perasaan orang lain.

Ketika melakukan kegiatan coaching, sebagai seorang coach kita biasanya menghendaki adanya hasil yang dicapai, namun ada kalanya coachee kita (murid) merasa tidak suka atau merasa ragu serta tertekan dengan komunikasi yang hendak dibangun. Karenanya, sebuah pemahaman komunikasi asertif perlu dibangun agar timbul rasa percaya dan aman. Ketika rasa aman itu hadir dalam sebuah hubungan coach and coachee, maka coachee akan lebih terbuka dan menerima ajakan kita untuk berkomunikasi. Keselarasan pada tujuan mulai terbangun.

Dalam usaha membangun keselarasan berkomunikasi, coach juga perlu belajar menyamakan posisi diri pada saat coaching berlangsung. Beberapa tips singkat yang dapat seorang coach lakukan:

1.   Menyamakan kata kunci

Memperhatikan kata kunci dalam pembicaraan memberikan kesan penerimaan hubungan coach dan coachee. Disini awal keberhasilan coaching sebab coach dan coachee mampu menyesuaikan diri dan membangun relasi.

Kata-kata kunci biasanya merupakan kata-kata yang diulang-ulang atau ditekankan oleh coachee dan ini biasanya terkait dengan nilai kehidupan. Coach dapat menggunakan kata-kata kunci ini untuk membimbing coachee untuk mencapai tujuannya.

Sebagai contoh, jika murid menggunakan bahasa dan istilah kekinian dalam bercerita, kita dapat juga menggunakan istilah yang dipakai ketika kita bertanya untuk mengklarifikasi pernyataannya.

Percakapan 1

Murid  : “Bu, aku tuh kalau uda masuk kelas Pak Mato, pikiran tuh langsung ambyar..byar byar Bu.”

Guru    : “Oh demikian? Bisa kamu ceritakan ambyar yang bagaimana sehingga kamu sulit konsentrasi belajar di kelas?”

Percakapan 2

Murid  : “Pak, Timun selalu gitu deh. Lebay banget kalau uda ngomong. Saya makin lama uda gak nyaman mau main sama dia.”

Guru    : “Seberapa kecewanya kamu dengan lebaynya teman yang kamu ceritakan barusan?

2.  Menyamakan bahasa tubuh

Bahasa tubuh memainkan peran penting dalam komunikasi sebab hal ini dalam menentukan bagaimana rekan bicara kita akan menanggapi dan berhubungan selanjutnya dengan kita. Bahasa tubuh disini meliputi mimik wajah, suara, postur tubuh, ataupun gerakan tubuh lainnya.

Coach dapat memberikan tanda setuju secara tidak langsung pada apa yang disampaikan coachee dengan senyum atau dengan anggukan. Jika coachee kita sedang bersandar ke lengan kursi misalnya, coach juga dapat mengikuti gerakannya. Ketika coachee sedang bersemangat bercerita dan mencondongkan tubuhnya ke depan, kita juga usahakan  mengikutinya. Kegiatan penyamaan ini perlu dilakukan dengan halus dan tidak kentara agar coachee tidak merasa ditiru.

3. Menyelaraskan emosi

Setelah kata dan bahasa tubuh yang kita selaraskan, emosi pun perlu kita usahakan untuk diselaraskan, terutama ketika coachee mengucapkan hal-hal yang emosional. Hal ini akan membuat coachee merasa coach-nya ada pada pihaknya dan mengerti perasaannya.

Contoh:

Murid : “Saya sudah gak bisa kerja sama Toni lagi Bu. Dia tidak pernah menerima ide yang saya berikan.”

Guru  : “Ya, Ibu dapat memahami perasaan kamu. Tidak semua orang dapat dengan mudah menerima pendapat orang lain.”

Komunikasi asertif membangun relasi. Relasi baik dan positif yang terbentuk akan menjadi modal utama dalam process coaching.

  • Setelah mempelajari bagian ini apa pemahaman Anda mengenai makna dari membangun sebuah komunikasi asertif dengan murid?

Tanggapan:

Membangun sebuah komunikasi asertif dengan murid berarti saya sebagai pendidik telah membangun keselarasan berkomunikasi dengan cara menyamakan kata kunci, menyamakan bahasa tubuh dan menyelaraskan emosi. Itu semua dalam upaya untuk membangun kualitas hubungan kita dengan orang lain agar menjadi lebih positif. 

  • Apa dampak yang bisa Anda rasakan?

Tanggapan:

Damapak yang bisa saya rasakan yaitu: 

1. Terhindar dari konflik/perselisihan saat berkomunikasi. 

2. Meningkatnya kepercayaan diri dalam menyampaikan segala ide/pendapat ketika berkomunikasi. 

3. Menjadi hal yang biasa bagi komunikator asertif untuk menyuarakan aspirasinya yang berupa pemikiran/pendapat secara gamblang. 

 B. Pendengar aktif

Bacalah kutipan berikut ini. Tuliskan pemahaman Anda

I know that you believe you understand what you think I said but I am not sure you realise that what you think you heard and it is not what I meant

~ Alan Greenspan

(Saya tahu bahwa anda percaya diri bahwa anda memahami apa yang anda pikir saya katakan, namun saya tidak yakin bahwa anda menyadari bahwa apa yang anda pikir sudah didengar, dan ini bukanlah yang saya maksudkan)

  •  Apa yang Anda tangkap dari kutipan ini? Ceritakan pemahaman Anda dengan bahasa Anda sendiri.

Tanggapan: 

Komunikasi yang jelas menjadi indikator kesuksesan dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini adanya komunikasi yang jelas dari murid ke guru atau sebalikknya dari guru ke murid. Keberhasilan proses pembelajaran berangkat dari komunikasi yang jelas yang bisa dimengerti oleh murid. Sebaliknya, murid akan mengalami miskonsepsi jika ada ketidakjelassan guru dalam berkomunikasi. Oleh karena itu, penting untuk mengkomunikasikan apapun permasalahan/kesulitan yang dihadapi. Jika perlu, kita sebagai guru bisa meminta masukan/pendapat dari murid seberapa jauh mereka bisa menangkap apa yang kita sampaikan. 

Salah satu keterampilan utama dalam coaching adalah keterampilan mendengar. Seorang coach yang baik akan mendengar lebih banyak dan kurang berbicara. Dalam sesi coaching kita perlu fokus bahwa pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni murid kita. Dalam hal ini, seorang coach harus dapat mengesampingkan agenda pribadi atau apa yang ada dipikirannya termasuk penilaian terhadap coachee.

 5 Teknik mendengarkan aktif

1. Memberikan perhatian penuh pada lawan bicara kita dalam menyampaikan pesan. 

Pesan yang disampaikan bisa terkomunikasikan secara verbal maupun non-verbal. Karenanya, sebagai coach kita perlu fokus dan komitmen diri pada awal sesi untuk hadir sepenuhnya selama coaching berlangsung.

2. Tunjukkan bahwa kita mendengarkan.

Bahasa tubuh dan respon kita dapat secara efektif menyampaikan pesan kepada lawan bicara kita bahwa kita memperhatikan setiap pesan yang disampaikan.

Contoh bahasa tubuh dan respon kecil yang menunjukkan bahwa seseorang mendengarkan secara aktif:


  ·        Respon singkat – ‘oh’ , ‘iya’, ‘hm…”

  • Anggukan kecil – tanda mengerti apa yang disampaikan
  • Raut wajah positif – senyum
  • Kontak mata – jaga kontak mata
  • Postur tubuh – condong ke arah rekan bicara kita dan hindari melipat tangan di depan dada
  • Gerakan tubuh – hindari menggoyangkan jari atau kaki

3. Menanggapi perasaan dengan tepat
Nada positif dan berikan afirmasi kepada apa yang disampaikan oleh rekan bicara kita. Fokus kepada masalah atau topik yang disampaikan.
Contoh: “Saya merasakan apa yang kamu alami saat ini.”, “Sepertinya kamu telah menangani masalahmu dengan cukup baik.”, “Saya kagum dengan usahamu.”

4. Parafrase 
Ini digunakan ketika kita hendak menegaskan kembali makna pesan yang disampaikan dengan menggunakan kalimat kita sendiri.
Contoh:
Murid: “Saya kecewa orang tua saya tidak pernah mau mengurusi sekolah saya.”
Anda: “Jadi kamu merasa kecewa sama Bapak Ibumu karena mereka tidak acuh dan tidak mengurusi sekolah mu ya?”

5. Bertanya
Pendengar aktif akan mengajukan pertanyaan untuk mendorong lawan bicaranya menguraikan lebih lagi keyakinan atau perasaannya. Pada saat inilah diperlukan keterampilan bertanya sehingga mampu menggali lebih dalam potensi yang dimiliki oleh rekan bicara kita. Bagian ini akan kita bahas pada aspek komunikasi yang memberdayakan berikutnya.

 

TIRTA

TIRTA dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat luas dan telah banyak diaplikasikan, yaitu GROW modelGROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will. Pada tahapan 1) Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini, 2) Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee, 3) Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi. 4) Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.

Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching.  Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan pendampingan kepada murid melalui pendekatan coaching di komunitas sekolah dengan lebih mudah dan mengalir.

TIRTA kepanjangan dari

T: Tujuan
I: Identifikasi
R: Rencana aksi
TA: Tanggung jawab

Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan.

Tugas Anda adalah menuntun atau membantu murid (coachee) menyadari bahwa mereka mampu menyingkirkan sumbatan-sumbatan yang mungkin menghambat perkembangan potensi dalam dirinya.

Dengan demikian, bagaimana cara Anda menjaga agar dapat menyingkirkan sumbatan yang ada? Jawabannya adalah keterampilan coaching.

Tujuan Umum

TIRTA dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tujuan Umum (Tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee)

Dalam tujuan umum, beberapa hal yang dapat coach rancang (dalam pikiran coach) dan yang dapat ditanyakan kepada coachee adalah:

a. Apa rencana pertemuan ini?
b. Apa tujuannya?
c. Apa tujuan dari pertemuan ini?
d. Apa definisi tujuan akhir yang diketahui?
e. Apakah ukuran keberhasilan pertemuan ini?

Seorang coach menanyakan kepada coachee tentang sebenarnya tujuan yang ingin diraih coachee.

Identifikasi

Identifikasi (Coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi)

Beberapa hal yang dapat ditanyakan dalam tahap identifikasi ini adalah:

a. Kesempatan apa yang kamu miliki sekarang?
b. Dari skala 1 hingga 10, dimana kamu sekarang dalam pencapaian tujuan kamu?
c. Apa kekuatan kamu dalam mencapai tujuan
d. Peluang/kemungkinan apa yang bisa kamu ambil?
e. Apa hambatan atau gangguan yang dapat menghalangi kamu dalam meraih tujuan?
f. Apa solusinya?

Rencana Aksi

Rencana Aksi (Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat)

a. Apa rencana kamu dalam mencapai tujuan?
b. Adakah prioritas?
c. Apa strategi untuk itu?
d. Bagaimana jangka waktunya?
e. Apa ukuran keberhasilan rencana aksi kamu?
f. Bagaimana cara kamu mengantisipasi gangguan?

TAnggungjawab

TAnggungjawab (Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya)

a. Apa komitmen kamu terhadap rencana aksi?
b. Siapa dan apa yang dapat membantu kamu dalam menjaga komitmen?
c. Bagaimana dengan tindak lanjut dari sesi coaching ini?

 


  • Dari semua langkah dalam model TIRTA, langkah manakah yang menurut Anda paling menantang? Mengapa?

Tanggapan:

Langkah yang paling menantang dalam model TIRTA menurut saya adalah Rencana Aksi karena pada Aksi nyata kita benar-benar memerlukan dan mengoptimalkan segala strategi dan pendekatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.  Di sinilah lah peran dan kemampuan kita sebagai coach dalam mengimplementasikan proses coaching sangat diperlukan. Potensi dan keterampilan seorang coach benar-benar diasah untuk mengeksplorasi potensi dan komitmen coachee dalam memecahkan masalahnya sendiri bukan coach yang memberikan solusi atau berbagi pengalaman.

  • Kendala apakah yang mungkin akan Anda hadapi ketika Anda menggunakan langkah-langkah dalam model TIRTA ketika berupaya melakukan sesi coaching dengan murid Anda di sekolah?

Tanggapan:

Kendala yang mungkin akan saya hadapi dalam mempraktikkan coaching model TIRTA adalah kemampuan komunikasi dalam hal proses identifikasi permasalahan murid. Terkadang, dalam proses komunikasi murid terkesan tidak dengan leluasa dan gamblang dalam mengungkapkan permasalahnnya. Murid cenderung sedikit pasif  dalam membangun komunikasi. Akan tetapi, saya sebagai guru sekaligus coach berupaya menjadi pendengar aktif dan dan penanya efektif untuk menemukan pemahaman, rencana, tindakan dan tanggung jawab yang bisa dilakukan murid. 

 1. Apa yang dilakukan coach dalam membantu coachee mengenali situasi (permasalahan atau tantangan) yang dihadapi coachee? 

Tanggapan:

Pertama-tama, coach menciptakan keadaan yang nyaman bagi coachee untuk mencoba mengungkapkan permasalahan/kesulitannya. Selanjutnya, coach memutuskan tujuan coaching dengan cara melontarkan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk menggali permasalahan yang terjadi pada diri coachee, aktif mendengarkan tanggapan coachee dan menjalin komunikasi asertif dengan coachee. Coach memberikan pendapat dan tanggapan dan membantu coachee mengambil tindakan-tindakan serta menstimulasi coachee mengeksplorasi ide dan pilihan solusi dan mengambil keputusan. Setelah itu, coach memotivasi coachee menentukan rencana untuk menyelesaikan masalah dengan hasil yang mampu dilakukan sesuai kebutuhan. Lalu, coach mendorong coachee agar menjadi murid yang  bertanggung jawab atas tindakan nyata yang coachee akan laksanakan terkait hasil yang ingin dicapai. 

2. Bagaimana cara coach memberi respons terhadap situasi yang dihadapi coachee? (perhatikan secara cermat sikap dan perilaku coach)

Tanggapan:

Coach menempatkan diri sebagai pendengar aktif yang mencurahkan fokus dan perhatiaannya, menghormati apa yang dirasakan coachee dan mendorong coachee mengembangkan potensi dan kemampuannya dalam menentukan keputusan yang bertanggung jawab, menerima umpan balik, dan juga membantu memberikan evaluasi/refleksi.

3.   Apakah praktek coaching model TIRTA dapat dipraktekkan dalam situasi dan konteks lokal kelas dan sekolah Anda? apa tantangan utama Anda dalam melakukan praktek coaching model TIRTA?

Tanggapan:

Ya, dalam situasi dan konteks lokal kelas dan sekolah saya, praktek coaching model TIRTA bisa diimplementasikan untuk membantu mencapai solusi dari permasalahan yang dihadapi murid, guru dan sekolah. Tantangan utama saya dalam mempraktikkan coaching model TIRTA adalah kemampuan komunikasi dalam hal proses identifikasi permasalahan murid. Terkadang, dalam proses komunikasi murid terkesan tidak dengan leluasa dan gamblang dalam mengungkapkan permasalahnnya. Murid cenderung sedikit pasif  dalam membangun komunikasi. Akan tetapi, saya sebagai guru sekaligus coach berupaya menjadi pendengar aktif dan dan penanya efektif untuk menemukan pemahaman, rencana, tindakan dan tanggung jawab yang bisa dilakukan murid. 

4.Siapakah yang dapat membantu Anda melatih praktek coaching model TIRTA di kelas dan sekolah Anda? Bagaimana Anda melibatkan mereka?

Tanggapan:

Saya yakin semua warga sekolah seperti murid, guru, tenaga kependidikan dan kepala sekolah bisa dilibatkan dalam melakukan praktek coaching model TIRTA terutama permasalahan yang dihadapi murid. Praktik coaching yang dipraktekkan kepada murid selanjutnya bisa dikomunikasikan kepada seluruh warga sekolah untuk dijadikan pertimbangan melakukan rencana perbaikan demi terciptanya ekosistem pendidikan yang positif. Seluruh warga sekolah bisa berdiskusi dan berkoordinasi menentukan tindakan nyata untuk menjadikan data hasil coaching sebagai suatu kebijakan atau pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. 


3. RUANG KOLABORASI 





4. REFLEKSI TERBIMBING 

1.      Sebelum mempelajari modul ini

Tanggapan:

Sebelum mempelajari modul ini, saya pikir bahwa coaching adalah proses komunikasi yang melibatkan guru dan siswa yang membahas tentang kesulitan/permasalahan yang dihadapi siswa kemudian guru memberikan bimbingan dan pengarahan serta tuntunan untuk mencapai solusi dari permasalahan yang dihadapi siswa. Sebelum mempelajari modul ini, saya merasa bahwa coaching merupakan proses pembinaan siswa yang mengalami permasalahan dan berada pada ranah penanganan guru BK. Guru mapel bisa saja beperan sebagai coach tapi bukan merupakan tugas utamanya karena guru mapel berperan utama sebagai pemberi materi. Tetapi, jika mendapat tugas sebagai wali kelas, seorang guru wajib melakukan proses pembinaan siswa yang mengalami permasalahan dan membantu memberikan solusi atas permasalahannya. 

2.      Setelah mempelajari modul ini,

Tanggapan:

Setelah mempelajari modul ini, saya pikir bahwa coaching merupakan suatu proses komunikasi dan kolaborasi antara guru (sebagai coach) dan murid (sebagai coachee). Dalam prakteknya, coach mendorong/menstimulasi dan menggali segala kemampuan dan potensi coachee untuk menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi. Guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan mengoptimalkan segala sumber daya yang ada pada coachee itu sendiri. Saya merasa bahwa coaching merupakan gaya komunikasi yang paling sesuai dalam menangani permasalahan yang dihadapi murid. Melalui coaching,  murid  dilatih untuk mengeksplorasi potensinya dalam hal menemukan sendiri solusi dari permasalahan yang dihadapinya. Dengan kata lain, melalui coaching ini dapat membantu coachee dalam memaksimalkan sumber daya yang dimilikinya untuk menyelesaiakan masalahnya sendiri. 

3.      Dari teknik keterampilan coaching yang saya pelajari, teknik yang perlu saya kembangkan dan latih adalah

Tanggapan:

Teknik yang perlu saya kembangkan dan latih adalah keterampilan dalam membangun komunikasi dengan murid dalam hal menumbuhkan jawaban-jawaban terbuka dari murid dan juga keterampilan memfasilitasi pembelajaran. Karena kompetensi tersebut merupakan hal yang paling  mendasar dalam menghadirkan kenyamanan coachee untuk mengeksplorasi dirinya sendiri dalam menemukan segala potensi yang ada pada diri coachee untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Coach membantu mengarahkan dan menuntun coachee untuk menemukan keputusannya sendiri dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.  

4.      Kendala yang saya hadapi ketika melakukan pendampingan dengan pendekatan coaching dalam Komunitas Praktisi adalah

Tanggapan:

Kendala yan saya hadapi yakni: 

a.      Sikap tertutup murid ketika coach melakukan proses identifikasi masalah

b.      Murid merasa tidak percaya diri untuk menceritakan persoalan yang dihadapi. 

c.      Murid tidak memiliki kemampuan untuk memberikan jawaban-jawaban yang bersifat terbuka

d.      Meluangkan waktu untuk proses coaching 

5.      Upaya yang saya lakukan dalam menghadapi kendala tersebut adalah

Tanggapan:

Upaya apa yang saya lakukan dalam menghadapi kendala tersebut :

a.      Berupaya untuk menciptakan kenyamanan untuk murid sehingga mereka tidak merasa canggung untuk menceritakan permasalahan yang dihadapi dalam proses coaching

b.      Aktif menjadi pendengar yang baik dan memberikan tanggapan-tanggapan yang positif dalam menanggapi permasalahan yang diceritakan oleh murid

c.      Meluangkan waktu yang cukup di luar jam pembelajaran untuk melakukan coaching agar lebih maksimal. 



5. DEMONSTRASI KONTEKSTUAL 






6. ELABORASI PEMAHAMAN 



7. KONEKSI ANTAR MATERI 



8. AKSI NYATA 









Tidak ada komentar:

Posting Komentar