Jumat, 02 September 2022

Modul 1 PGP Angkatan 4 Karangasem

MODUL 1.1 REFLEKSI FILOSOFI KI HAJAR DEWANTARA


1. MULAI DARI DIRI 

Tulisan Refleksi Kritis 

Sepanjang pengetahuan dan pemahaman saya tentang pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan dan pengajaran bahwa pendidikan adalah upaya pemanusiaan manusia secara manusiawi secara utuh dan penuh ke arah kemerdekaan lahiriah dan batiniah. Menurut Ki Hadjar Dewantara pengajaran merupakan upaya memerdekakan aspek badaniah manusia (hidup lahirnya). Ini berarti bahwa pengajaran merupakan daya upaya untuk memberi pengetahuan/ilmu, kepandaian atau keterampilan kepada anak yang nantinya bisa bermanfaat untuk kelangsungan hidupnya. Pengajaran berhubungan erat dengan ‘olah pikiran’ supaya cerdas/pintar dan ‘olah raga’ supaya badan sehat, kuat dan terampil mengerjakan sesuatu. Sementara, pendidikan adalah upaya memerdekakan aspek batiniahnya. Hal ini dimaknai sebagai upaya ‘olah rasa’ dan ‘olah hati’ yang berarti penyadaran akan nilai-nilai moral (budi pekerti) kepada peserta didik. Berpadunya Pendidikan dan pengajaran akan membuat peserta didik menjadi insan yang berbudi pekerti yang mencerminkan perkemanusiaan dalam hidunya.

Menurut pandangan saya sebagai pendidik, pemikiran Ki Hajar Dewantara masih tetap relevan dengan konteks pendidikan Indonesia yang saat ini menerapkan kurikulum 2013. Salah satu contoh nyata terhadap relevansi pemikiran Ki Hajar Dewantara dengan Pendidikan Indonesia saat ini yaitu kriteria penilaian dalam praktek kurikulum pendidikan 2013, yang meliputi aspek pengetahuan, aspek keterampilan, aspek sikap/perilaku. Secara tidak langsung penerapan penilaian tersebut yang ada dalam muatan kurikulum  2013 memiliki kesamaan dengan upaya penerapan nilai-nilai yang serupa dalam konsep pendidikan yang memerdekakan yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara. Penilaian tersebut bertujuan untuk menilai seluruh aspek kehidupan anak didk sebagai manusia pembelajar. Perkembangan kepribadian berkarakter dan pengetahuan anak didik dibina secara menyeluruh agar keduanya dapat bertumbuh dan berkembang secara optimal menuju pribadi mandiri dan dewasa. Dengan demikian, pendidikan saat ini ditujukan untuk melahirkan insan-insan generasi bangsa yang cerdas berkarakter. Gagasan dan pemikiran Ki Hajar Dewantara dijadikan dasar dalam visi Presiden Joko Widodo di bidang Pendidikan yang diantaranya dinyatakan bahwa masa depan Indonesia sangat ditentukan oleh generasi peserta didik masa kini yang memiliki karakter atau budi pekerti yang kuat serta menguasai berbagai bidang ilmu,  keterampilan hidup, vokasi dan profesi abad 21.

Sementara itu,  konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara secara khusus di sekolah saya juga cukup relevan. Misalnya, saya sebagai pendidik di masa pandemi ini berusaha untuk menyuguhkan pembelajaran yang bermakna, kontekstual , menyenangkan dan tidak monoton. Semenjak digaungkannya istilah ‘Merdeka Belajar’ oleh Mas Menteri Nadiem Makarim, saya mulai mencoba untuk memahami dan mengkaji konsepnya yang nantinya saya terapkan pada peserta didik saya. Selama pandemi dan peserta didik belajar secara daring, saya merancang pembelajaran berbasis pengalaaman dan proyek untuk menumbuh-kembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, mampu memecahkan permasalahan, kolaboratif, mandiri dan komunikatif. Dan tentunya semuanya itu dirancang dengan prinsip Merdeka Belajar dimana siswa memiliki hak dan tanggung jawab untuk mengelola kegiatan pembelajarannya dan berusaha mandiri.

Sepanjang karir saya menjadi seorang pendidik, saya merasa saya sudah menerapkan prinsip/pemikiran Ki Hajar Dewantara meskipun belum sepenuhnya. Dalam artian, saya belum sepenuhnya menerapkan konsep hanya sebatas dalam kriteria penilaian yang meliputi 3 ranah yakni pengetahuan, keterampilan dan sikap. Tetapi, semenjak pandemi melanda negeri ini, saya berusaha menerapkan konsep merdeka belajar yang menjadi intisari dalam pemikiran Ki Hajar Dewantara. Salah satu contohnya yaitu saya mendesain pembelajaran berbasis proyek dan melakukan evaluasi melalui game pembelajaran digital. Semua hal tersebut saya lakukan hanya untuk memberikan layanan pembelajaran yang berpihak pada siswa dan memberikan mereka kenyamanan dan kenikmatan dalam belajar.

 

Harapan dan Ekspektasi 

Sebagai seorang pendidik, yang saya harapkan dari modul ini yaitu saya ingin memiliki pengetahuan dan pemahaman yang utuh tentang konsep/pemikiran Ki Hajar Dewantara yang penuh dengan filosofi yang menjadi dasar kebijakan Pendidikan nasional. Saya berharap saya mampu menerapkan pemikiran demi pemikiran dari bapak Pendidikan Nasional terutama dalam konsep Merdeka Belajar. Dari sudut pandang saya sebagai guru/pendidik, saya berharap memiliki kebebasan dalam menentukan/merancang pembelajaran yang berpusat pada siswa yang nantinya bisa menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, tidak monoton dan bermakna bagi peseta didik.

Melalui modul ini, saya juga mengharapkan para peserta didik untuk mengembangkan potensinya sesuai minat dan bakatnya untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Saya juga mengharapkan mereka belajar dengan nyaman tanpa tertekan/terkungkung dengan nilai/skor, tetapi mereka lebih ditekankan pada kreativitas dan inovasinya dalam pembelajaran.

Kegiatan, materi dan manfaat yang saya harapkan dari modul ini yaitu ketika nantinya saya mampu mengimplementasikan prinsip/pemikiran Ki Hajar Dewantara yang pada akhirnya bisa menumbuhkan konsep Merdeka Belajar baik merdeka untuk saya sebagai guru maupun untuk peserta didik saya. Melalui konsep tersebut, besar harapan saya untuk memenuhi visi Pendidikan nasional yaitu terlahirnya profil pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, bergotong royong, dan berkebinekaan global.

Klik Refleksi Kritis KHD.


2. EKSPLORASI KONSEP





Pertanyaan: 

  1. Bagian mana yang paling menarik? Mengapa?
  2. Apa tujuan pendidikan yang dapat dilihat dari video ini pada zaman Kolonial?
  3. Apa persamaan dan perbedaan antara situasi Pendidikan jaman Kolonial dan situasi Pendidikan Indonesia saat ini? 
Tanggapan: 

  1. Hal yang paling menarik menurut saya adalah ketika pemerintah Belanda memberikan sedikit kesempatan bagi Indonesia untuk mengenyam pendidikan. Walaupun pendidikan yang diberikan terbatas pada golongan masyarakat tertentu, hal ini menjadi celah bagi tokoh pergerakan nasional Ki Hadjar Dewantara untuk mendirikan sekolah. Akhirnya, pada tahun 1922 dia berhasil mendirikan sekolah yang dikenal dengan "Taman Siswa". Taman Siswa terlahir sebagai jiwa rakyat yang merdeka, bebas dan tidak diskriminatif. Taman Siswa ini sebagai peletak dasar prinsip pendidikan dan pengajaran yang memerdekakan anak didik.
  2. Tujuan pendidikan pada jaman kolonial adalah hanya untuk mendidik orang-orang pembantu yang mendukung usaha dagang mereka.
  3. Sementara itu, persamaan pendidikan jaman kolonial dengan pendidikan sekarang yaitu tedapat jenjang pendidikan dari sekolah dasar hingga menengah dan perguruan tinggi. Perbedaanya yaitu jaman kolonial pendidikan berdasarkan kelas/kasta sedangkan saat ini semua orang bisa mendapatkan pendidikan.

Asas Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara (KHD) membedakan kata Pendidikan dan Pengajaran dalam memahami arti dan tujuan Pendidikan. Menurut KHD, pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi menurut KHD (2009),  pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya”.

Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. KHD memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan.

Dasar-Dasar Pendidikan

Ki Hadjar menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: "menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat  menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan  tumbuhnya kekuatan kodrat anak”

Dalam menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, KHD mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan. Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan yang baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang kurang baik (kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan perawatan dari pak tani.  Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung itu disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta ‘tangan dingin’ pak tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal.

Dalam proses ‘menuntun’ anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar.

KHD juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka namun tetap waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, “waspadalah, carilah barang-barang yang bermanfaat untuk kita, yang dapat menambah kekayaan kita dalam hal kultur lahir atau batin. Jangan hanya meniru. Hendaknya barang baru tersebut dilaraskan lebih dahulu”. KHD menggunakan ‘barang-barang’ sebagai simbol dari tersedianya hal-hal yang dapat kita tiru, namun selalu menjadi pertimbangan bahwa Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar.

Kodrat Alam dan Kodrat Zaman

KHD menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”

KHD mengelaborasi Pendidikan terkait kodrat alam dan kodrat zaman sebagai berikut

Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu, segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan” (Ki Hadjar Dewantara, 2009, hal. 21)

KHD hendak mengingatkan pendidik bahwa pendidikan anak sejatinya melihat kodrat diri anak dengan selalu berhubungan dengan kodrat zaman. Bila melihat dari kodrat zaman saat ini, pendidikan global menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki Keterampilan Abad 21 dengan melihat kodrat anak Indonesia sesungguhnya. KHD mengingatkan juga bahwa pengaruh dari luar tetap harus disaring dengan tetap mengutamakan kearifan lokal budaya Indonesia. Oleh sebab itu, isi dan irama yang dimaksudkan oleh KHD adalah muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi sejatinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. KHD menegaskan juga bahwa didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri.

Budi Pekerti

Menurut KHD, budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi pekerti juga dapat diartikan sebagai perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa (afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor). Sedih merupakan perpaduan harmonis antara cipta dan karsa demikian pula Bahagia.

Lebih lanjut KHD menjelaskan, keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Keluarga juga menjadi ruang untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding dengan pusat pendidikan lainnya.

Alam keluarga menjadi ruang bagi anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua. Keluarga juga dapat menjadi tempat untuk berinteraksi sosial antara kakak dan adik sehingga kemandirian dapat tercipta karena anak-anak saling belajar antar satu dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Oleh sebab itu, Peran orang tua sebagai guru, penuntun dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak.

Klik Dasar-Dasar Pendidikan KHD 

        Metode Montesari 

Kerangka Pemikiran KHD 

Dalam video berikut, Bapak Iwan Syahril menyampaikan intisari dan interpretasi beliau atas filosofi pendidikan nasional gagasan KHD.



Berikut refleksi kritis saya tentang Filosofi Pendidikan KHD. 




3. RUANG KOLABORASI 



4. REFLEKSI TERBIMBING 



5. DEMONSTRASI KONTEKSTUAL 



6. ELABORASI PEMAHAMAN 



7. KONEKSI ANTAR MATERI 




8. AKSI NYATA 

 



MODUL 1.2 NILAI & PERAN GURU PENGGERAK


1. MULAI DARI DIRI 



2. EKSPLORASI KONSEP


Umpkin (2008), menyatakan bahwa guru dengan karakter baik mengajarkan murid mereka tentang bagaimana keputusan dibuat melalui proses pertimbangan moral. Guru ini membantu muridnya memahami nilai-nilai kebaikan dalam diri mereka sendiri, kemudian mereka mempercayainya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari siapa mereka, hingga kemudian mereka terus menghidupinya. Guru dengan karakter yang baik melestarikan nilai-nilai kebaikan di tengah masyarakat melalui murid-murid mereka. Guru adalah tukang kebun, yang merawat tumbuhnya nilai-nilai kebaikan di dalam diri murid-muridnya. Guru memiliki kesempatan untuk mengembangkan lingkungan di mana murid berproses menumbuhkan nilai-nilai dirinya tersebut. Dengan demikian, guru patut mengembangkan lingkungan yang sifatnya fisik (ekstrinsik) dan yang sifatnya psikis (intrinsik).

Emosi adalah bagian utama dari lingkungan yang sifatnya psikis dan intrinsik yang dapat dipengaruhi dan harus dipertimbangkan pengembangannya oleh guru. Dalam rangkaian modul Pendidikan Guru Penggerak ini aspek emosi akan dibahas tersendiri dengan lebih detail dalam modul Pembelajaran Sosial Emosional.

Perhatikan video Diagram Gunung Es berikut. 



Selenjutnya, lewat video berikut, Anda diajak mengeksplorasi dua sistem kerja otak “3-in-1” manusia secara singkat untuk memelajari bagaimana manusia tergerak, bergerak, dan menggerakkan. Guru adalah manusia yang senantiasa berusaha untuk menggerakkan manusia lainnya. Oleh karena itu, guru harus lebih dulu sadar bagaimana dirinya tergerak, kemudian memilih untuk bergerak dan akhirnya menggerakkan manusia yang lain.


Pemikiran filosofis Ki Hadjar Dewantara dinilai masih relevan untuk diterapkan pada dunia pendidikan saat ini. Ki Hadjar Dewantara menegaskan bahwa tujuan dari pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Ki Hadjar Dewantara juga mengemukakan bahwa dalam proses menuntun, anak perlu diberikan kebebasan dalam belajar serta berpikir, dituntun oleh para pendidik agar anak tidak kehilangan arah serta membahayakan dirinya. Semangat agar anak bisa bebas belajar, berpikir, agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan berdasarkan kesusilaan manusia ini yang akhirnya menjadi tema besar kebijakan pendidikan Indonesia saat ini, Merdeka Belajar.

Semangat Merdeka Belajar yang sedang dicanangkan ini juga memperkuat tujuan pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, dimana Pendidikan diselenggarakan agar setiap individu dapat menjadi manusia yang “beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Kedua semangat ini yang kemudian memunculkan sebuah pedoman, sebuah penunjuk arah yang konsisten, dalam pendidikan di Indonesia. Pedoman tersebut adalah Profil Pelajar Pancasila (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020).

Setelah mempelajari dan memahami konsep tentang Profil Pelajar Pancasila, berdasarkan pandangan dan pemahaman saya dapat saya jelaskan bahwa Profil pelajar pancasila merupakan aktualisasi tujuan pendidikan yang diprogramkan oleh Kemendikbud yang menargetkan terbentuknya pelajar Indonesia yang mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Melalui implementasi merdeka belajar, diharapkan pelajar Indonesia mampu mencapai profil pelajar pancasila yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mandiri, kreatif, gotong royong, berkebinekaan global dan bernalar kritis.

Klik Profil Pelajar Pancasila. 

Klik Peran Guru Penggerak

Pertanyaan: 

  1. Berdasarkan pengalaman Anda, peran apa yang sejauh ini Anda sering lakukan? Berikan contoh untuk memperjelas peran tersebut!
  2. Berdasarkan pengalaman Anda, peran apa yang sejauh ini Anda jarang lakukan? jelaskan.
  3. Ceritakan pengalaman yang paling Anda ingat terkait dengan Peran ini! Anda dapat memilih salah satu saja untuk diceritakan?
Tanggapan: 

  1. Berdasarkan pengalaman saya, dari sekian peran guru penggerak yang telah saya cerna hampir sebagian besar pernah saya lakukan. Tentunya, peran yang sering saya lakukan sebagai guru bahasa Inggris SMA adalah memimpin pembelajaran. Contohnya, dalam hal merencanakan, melaksanakan, memberikan evaluasi dan tindak lanjut pembelajaran serta melibatkan orang tua dalam mendiskusikan perkembangan proses pembelajaran anak di sekolah. Selain itu, saya juga berperan dalam menggerakkan komunitas dan menjadi coach untuk rekan guru lain. Di sekolah saya ada tim PKB (Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan) yang saya sendiri sebagai ketuanya. Setiap awal tahun ajaran baru, saya merancang program peningkatan kompetensi guru seperti workshop. Dalam workshop tersebut, saya menjadi salah satu pemateri/mentor yang memberikan pelatihan terkait pemanfaatan IT dalam pembelajaran daring. Selanjutnya, saya juga berperan dalam mewujudkan kepemimpinan murid seperti memberikan materi dalam LDK untuk OSIS dan pramuka.
  2. Semetara itu, peran yang jarang saya lakukan yakni memimpin manajemen sekolah. Saya pernah berdiskusi dengan kepala sekolah dan tim manajemen sekolah untuk merusmuskan visi dan misi sekolah. Selain itu, saya juga pernah diundang rapat dengan tim manajemen sekolah dalam hal pengelolaan program sekolah.
  3. Cerita pengalaman terkait peran ini yakni dalam hal menggerakkan rekan guru dan menjadi coach dalam workshop ketika pembelajaran daring. Ketika pandemi melanda negeri ini, seketika pembelajaran beralih dari tatap muka ke daring (virtual).Banyak rekan guru di sekolah saya masih gaptek memanfaatkan IT dalam pembelajaran daring. Nah, kondisi ini membuat kepala sekolah untuk memerintahkan saya selaku ketua PKB untuk merancang dan melaksanakan workshop tentang pemanfaatan IT untuk mendukung pembelajaran daring.

1.      Nilai-nilai guru penggerak 

Pada bagian ini, kita akan mulai mengenali dan memaknai nilai-nilai dari seorang Guru Penggerak. Nilai-nilai ini yang diharapkan bisa muncul dari Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak sekalian. Nilai ini yang nantinya akan mendukung Bapak/Ibu Calon Penggerak dalam melaksanakan peran-peran Guru Penggerak, serta mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.

Nilai itu sendiri, menurut Rokeach (dalam Hari, Abdul H. 2015), merupakan keyakinan sebagai standar yang mengarahkan perbuatan dan standar pengambilan keputusan terhadap objek atau situasi yang sifatnya sangat spesifik. Kehadiran nilai dalam diri seseorang dapat berfungsi sebagai standar bagi seseorang dalam mengambil posisi khusus dalam suatu masalah, sebagai bahan evaluasi dalam membuat keputusan, bahkan hingga berfungsi sebagai motivasi dalam mengarahkan tingkah laku individu dalam kehidupan sehari-hari. Melihat peranan nilai sangat penting dalam kehidupan tingkah laku sehari-hari, maka rasanya penting bagi seorang Guru Penggerak untuk bisa memahami dan menjiwai nilai-nilai dari seorang Guru Penggerak.

Kelima nilai dari Guru Penggerak adalah: Mandiri, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif, serta Berpihak pada Murid.

Nilai ini sendiri berkaitan erat dengan peran yang sudah kita pelajari di bagian sebelumnya. Nilai ini yang diharapkan terus tumbuh dan dilestarikan dalam diri seorang Guru Penggerak. Kelima ini saling mendukung satu dengan lainnya, dan tentunya diharapkan menjadi pedoman berperilaku untuk seorang Guru Penggerak.

 1. Mandiri

Mandiri berarti seorang Guru Penggerak  mampu senantiasa mendorong dirinya sendiri untuk melakukan aksi serta mengambil tanggung jawab atas segala hal yang terjadi pada dirinya. Segala perubahan yang terjadi di sekitar kita maupun pada diri kita, muncul dari diri kita sendiri. Ketika kita hanya menunggu sesuatu untuk terjadi, seringkali hal tersebut tidak pernah terjadi. Karena itu seorang Guru Penggerak diharapkan mampu mendorong dirinya sendiri untuk melakukan perubahan, untuk memulai sesuatu, untuk mengerjakan sesuatu terkait dengan perubahan apa yang diinginkan untuk terjadi.

Guru Penggerak yang mandiri, berarti guru tersebut mampu memunculkan motivasi dalam dirinya sendiri untuk membuat perubahan baik untuk lingkungan sekitarnya ataupun pada dirinya sendiri. Hal ini terutama perlu muncul dalam aspek pengembangan dirinya. Seorang Guru Penggerak termotivasi untuk mengembangkan dirinya tanpa harus menunggu adanya pelatihan yang ditugaskan oleh sekolah ataupun dinas. Guru Penggerak mendorong dirinya untuk meningkatkan kapabilitas dirinya tanpa perlu dorongan dari pihak lain.

Beberapa poin untuk menguatkan nilai Mandiri pada nilai Guru Penggerak adalah sebagai berikut:

1.    Tentukan tujuan perubahan yang ingin dicapai dan dampak dari pencapaian tujuan tersebut. Apabila ada suatu perubahan yang ingin Anda lihat (baik pada diri Anda, maupun hal di sekitar Anda) mulailah dengan tujuannya terlebih dahulu. Setelah Anda tahu tujuannya, lalu susun rutenya dalam bentuk tujuan yang lebih kecil. contoh: Tujuannya, ingin meningkatkan kemampuan penggunaan perhitungan numerikal di microsoft excel, untuk membantu pekerjaan administrasi menjadi lebih mudah. Dari sini susunlah rute cara belajar Anda, sesuai dengan kapabilitas Anda. Contoh rute: dalam seminggu ini, sudah harus bisa perhitungan dengan menggunakan fungsi numerikal tambah dan kurang. Cara belajar dengan menggunakan youtube misalnya. Dengan penggambaran tujuan dan rute yang jelas kita akan semakin tahu apa yang harus kita lakukan dan bagaimana mencapai tujuan tersebut. Hal ini yang akan mendorong kita untuk lebih mandiri. 

2.   Rayakan keberhasilan dalam setiap pencapaian. Pencapaian tujuan tidak mudah, bahkan tujuan yang dirasa kecil sekalipun membutuhkan daya, waktu, dll. Apabila kita sudah mencapai tujuan tertentu, rayakan keberhasilan dengan sesuatu yang kita suka. Dengan begitu kita bisa memotivasi diri kita untuk mencapai tujuan selanjutnya.

Pertanyaan: 

  1. Berdasarkan pemahaman Anda, apa saja kata kunci dari dari nilai Mandiri? Anda dapat menemukan kata kunci berdasarkan bacaan ataupun kata-kata lainnya yang mempunyai makna sesuai dengan nilai tersebut
  2. Apa contoh perilaku yang bisa dilakukan oleh seorang Guru Penggerak terkait nilai mandiri?
  3. Silakan Anda ceritakan secara singkat pengalaman Anda yang terkait dengan nilai Mandiri ini!
Tanggapan: 

Menurut pemahaman saya, kata kunci mandiri yaitu percaya diri, inisiatif, kreatif, merdeka dan bertanggung jawab. Percaya diri artinya percaya akan kemampuan/potensi yang dimiliki tanpa merasa rendah diri. Inisiatif bermakna memprakarsai/menghasilkan gagasan dalam hal pemecahan masalah. Kreatif artinya sebagai guru harus mampu berkreasi, misalnya dalam menghasilkan media pembelajaran dan juga menemukan dan memodifikasi strategi pembelajaran. Merdeka berarti bebas tanpa ada pengaruh luar dan tentunya harus bisa bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang diambil. Contoh perilaku nilai mandiri yakni semenjak awal pandemi sekitar awal tahun 2020, saya berusaha keluar dari zona nyaman dengan mengembangkan dan meng-up date kompetensi saya melalui beragam pelatihan daring dan webinar. Hasilnya saya mampu menerapkan apa yang saya peroleh dari pelatihan/webinar kepada peserta didik saya. Dengan demikian tercipta suasana pembelajaran yang tidak monoton, menarik dan menyenangkan.

2. Reflektif

Reflektif berarti seorang Guru Penggerak mampu senantiasa merefleksikan dan memaknai pengalaman yang terjadi di sekelilingnya, baik yang terjadi pada diri sendiri serta pihak lain. Proses perwujudan Profil Pelajar Pancasila, juga perjalanan menjadi Guru Penggerak pastinya akan penuh dengan pengalaman-pengalaman yang bervariasi. Pengalaman-pengalaman ini bisa menimbulkan kesan positif maupun negatif. Dengan mengamalkan nilai reflektif, Guru Penggerak diajak untuk mengevaluasi kembali pengalaman-pengalaman tersebut, hingga bisa menjadi pembelajaran dan panduan untuk menjalankan perannya di masa mendatang. 

Guru Penggerak yang memiliki nilai reflektif mau membuka diri terhadap pengalaman yang baru dilaluinya, lalu melakukan evaluasi terhadap apa saja hal yang sudah baik, serta apa yang perlu dikembangkan. Apa yang dievaluasi tentu saja beragam, bisa terhadap kekuatan dan keterbatasan diri sendiri, pendapat yang dimiliki oleh diri sendiri, proses, dll. Guru Penggerak yang reflektif tidak hanya berhenti sampai berefleksi namun juga sampai melakukan aksi perbaikan yang bisa dilakukan. Mereka juga senantiasa terbuka untuk meminta dan menerima umpan balik dari orang-orang di sekelilingnya.

     Pertanyaan: 

  1. Berdasarkan pemahaman Anda, apa saja kata kunci dari dari nilai Reflektif? Anda dapat menemukan kata kunci berdasarkan bacaan ataupun kata-kata lainnya yang mempunyai makna sesuai dengan nilai tersebut
  2. Apa contoh perilaku yang bisa dilakukan oleh seorang Guru Penggerak terkait nilai Reflektif?
  3. Silahkan Anda ceritakan secara singkat pengalaman Anda yang terkait dengan nilai Reflektif ini!
     Tanggapan: 

Sepanjang pemahaman saya, kata kunci dari nilai reflektif adalah mengevaluasi, merenungkan dan mengintrospeksi diri terhadap apa yang telah kita lakukan, kemudian mempertimbangkan dan menganalisis perilaku tersebut dan akhirnya menarik kesimpulan yang nantinya diperlukan perbaikan. Contoh perilaku yang bisa saya lakukan seperti rutin bertanya kepada siswa di setiap akhir pembelajaran tentang apa yang telah mereka pelajari, bagaimana perasaannya, adakah materi yang belum dipahami, apa kendala yang ditemui dan tindak lanjut apa yang harus saya lakukan agar mereka dapat mencerna materi yang saya ajarkan. Pengalaman yang bisa saya ceritakan terkait dengan nilai reflektif ini yakni ketika PTMT mulai berlangsung dan pembelajaran daring mulai berakhir, saya meminta siswa melakukan proses refleksi melalui tulisan di atas kertas tentang bagaimana pembelajaran daring selama ini (apakah prestasi anak-anak meningkat/menurun), apa kendala yang ditemui dan selanjutnya kegiatan pembelajaran apa yang mereka inginkan.

3. Kolaboratif

Kolaboratif berarti seorang Guru Penggerak mampu senantiasa membangun hubungan kerja yang positif terhadap seluruh pihak pemangku kepentingan yang berada di lingkungan sekolah ataupun di luar sekolah (contoh: orang tua murid dan komunitas terkait) dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam mewujudkan Profil Pelajar Pancasila, seorang Guru Penggerak akan bertemu banyak sekali pihak yang mampu mendukung pencapaian Profil Pelajar Pancasila. Guru Penggerak diharapkan mampu merangkul semua pihak itu.

Guru Penggerak yang menjiwai nilai kolaboratif mampu membangun rasa kepercayaan dan rasa hormat antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya, serta mengakui dan mengelola perbedaan peran yang diemban oleh masing-masing tiap pemangku kepentingan sekolah dalam mencapai tujuan bersama.  

Perlu diperhatikan, kolaboratif mampu muncul dalam perilaku seperti kerjasama, berkomunikasi, memahami peran masing-masing pihak dalam suatu situasi tertentu, termasuk memberikan feedback juga merupakan bagian dari kolaborasi.

Pertanyaan: 

  1. Berdasarkan pemahaman Anda, apa saja kata kunci dari dari nilai Kolaboratif? Anda dapat menemukan kata kunci berdasarkan bacaan ataupun kata-kata lainnya yang mempunyai makna sesuai dengan nilai tersebut
  2. Apa contoh perilaku yang bisa dilakukan oleh seorang Guru Penggerak terkait nilai Kolaboratif?
  3. Silahkan Anda ceritakan secara singkat pengalaman Anda yang terkait dengan nilai Kolaboratif ini!

Tanggapan: 

Menurut pemahaman saya, kata kunci kolaboratif adalah kerjasama, komunikasi dan saling ketergantungan positif. Contoh perilaku yang bisa saya lakukan sebagai seorang guru penggerak terkait nilai kolaboratif adalah ketika menangani siswa-siswa bermasalah saat pembelajaran daring. Di sekolah saya, ada SOP yang harus dilaksanakan demi kelancaran pelaksanaan pembelajaran daring. Jika ada siswa yang tidak mengikuti pembelajaran pada mata pelajaran tertentu berturut-turut 2 kali, itu akan langsung ditangani oleh guru mata pelajaran itu sendiri. Jika masih tidak ada tindakan dari siswa tersebut, maka permasalahan tersebut akan disampaikan kepada wali kelasnya. Wali kelas melakukan pembinaan terhadap anak perwaliannya, jika terbukti lagi anak tersebut tidak ada respon, maka siswa tersebut diserahkan ke BK untuk selanjutnya diadakan homevisit untuk mencari penyebab siswa tersebut tidak mengikuti pembelajarn secara daring. Nah, di sini kolaborasi antara guru mapel, wali kelas, BK dan waka kesiswaan terjalin apik.

 4. Inovatif

Inovatif berarti seorang Guru Penggerak mampu senantiasa memunculkan gagasan-gagasan baru dan tepat guna terkait situasi tertentu ataupun permasalahan tertentu. Di tengah perkembangan zaman yang semakin maju, masalah yang muncul pun juga semakin bervariasi. Untuk bisa mengatasi beragam masalah tersebut, diperlukan lah jiwa inovatif dari seorang Guru Penggerak, agar bisa datang dengan penyelesaian masalah yang mungkin tidak biasa namun tepat guna. Seorang Guru Penggerak yang mempunyai nilai inovatif ini, mampu menggunakan nilai reflektifnya dalam mengevaluasi sebuah proses ataupun masalah, dan mencari gagasan-gagasan lainnya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dibutuhkan kejelian dari seorang Guru Penggerak untuk melihat peluang/potensi yang ada di sekitarnya (baik dari guru lain, murid, kepala sekolah, orang tua murid, komunitas lainnya) untuk mendukung ide orisinal demi menguatkan pembelajaran murid.

Nilai inovatif ini juga mendukung keterbukaan para Guru Penggerak terhadap gagasan serta ide lain yang muncul dari luar dirinya untuk memecahkan masalah, mencari informasi lain yang bisa mendukung prosesnya, sudut pandang orang lain yang bisa membantu dirinya dalam menemukan inspirasi pemecahan masalah ataupun mengambil keputusan, hingga pada akhirnya melakukan solusi/aksi nyata untuk mengatasi permasalahan.

Pertanyaan: 

  1. Berdasarkan pemahaman Anda, apa saja kata kunci dari dari nilai Inovatif? Anda dapat menemukan kata kunci berdasarkan bacaan ataupun kata-kata lainnya yang mempunyai makna sesuai dengan nilai tersebut?
  2. Apa contoh perilaku yang bisa dilakukan oleh seorang Guru Penggerak terkait nilai Inovatif?
  3. Silahkan Anda ceritakan secara singkat pengalaman Anda yang terkait dengan nilai Inovatif ini!
Tanggapan: 

Kata kunci inovatif yaitu kreatif, gagasan baru dan memodifikasi. Inovatif sebagai guru bermakna memunculkan ide yang kreatif dan memodifikasinya sesuai kebutuhan guna memudahkan kita dalam menyelesaikan permasalahan pembelajaran. Contoh perilaku yang dapat saya lakukan yaitu mengimplementasikan pembelajaran yang bermakna dan kontekstual dengan mengaplikasikan beragam metode/strategi pembelajaran yang menyenangkan dan menarik untuk siswa serta sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik mereka. Pengalaman saya terkait nilai inovatif yaitu berawal dari dimulainya pembelajaran daring. Selama pembelajaran daring dari rumah saya menerapkan aneka inovasi agar pembelajaran tidak monoton dan bisa membangkitkan semangat dan motivasi belajar siswa. Diantaranya, membuat video animasi dalam memberikan materi, melaksanakan evaluasi melalui game interkatif digital seperti wardwall, quizizz, kahoot, dll, menyajikan konten materi yang menarik lewat blog/web dan kemudian menggugah hasil karya siswa ke medsos seperti IG/padlet.

5. Berpihak pada Murid

Berpihak pada murid disini berarti seorang Guru Penggerak selalu bergerak dengan mengutamakan kepentingan perkembangan murid sebagai acuan utama. Segala keputusan yang diambil oleh seorang Guru Penggerak didasari pembelajaran murid terlebih dahulu, bukan dirinya sendiri. Segala hal yang kita lakukan, harus tertuju pada perkembangan murid, bukan pada pemuasan diri kita sendiri, maupun orang lain yang berkepentingan. Sebagai Guru Penggerak yang memiliki nilai ini, kita selalu harus mulai berpikir dari pertanyaan “apa yang murid butuhkan?”, “apa yang bisa saya lakukan untuk membuat proses belajar ini lebih baik?” dll.

          Pertanyaan: 

  1. Berdasarkan pemahaman Anda, apa saja kata kunci dari dari nilai Inovatif? Anda dapat menemukan kata kunci berdasarkan bacaan ataupun kata-kata lainnya yang mempunyai makna sesuai dengan nilai tersebut
  2. Apa contoh perilaku yang bisa dilakukan oleh seorang Guru Penggerak terkait nilai Berpihak pada Murid?
  3. Silahkan Anda ceritakan secara singkat pengalaman Anda yang terkait dengan nilai Berpihak pada Murid ini!

Tanggapan: 

Berpihak pada murid senada dengan istilah mengutamakan kebutuhan siswa, mempertimbangkan potensi, minat dan bakatnya. Guru hanya berperan sebagai fasilitator, pembimbing dan penasihat dalam tumbuh kembang siswa. Contoh perilaku yang berpihak pada murid yakni melaksanakan proses pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan sesuai karakteristik, kebutuhan, potensi, minat dan bakat siswa serta mengembangkan minat dan bakatnya agar tumbuh optimal. Pengalaman terkait dengan nilai berpihak pada murid yaitu dalam mengerjakan tugas proyek, saya terlebih dahulu membuat kesepakan seperti apa dan bagaimana tugas yang akan mereka kerjakan dari alokasi waktu pengerjaan, metode yang digunakan sampai dengan cara menyajikan/presentasi setelah proyek selesai.

 Eksplorasi Konsep - Forum Diskusi Tertulis. Pertanyaan untuk dijawab:

  1. Menurut Anda, Apa hubungan antara Profil Pelajar Pancasila, dengan Peran serta Nilai Guru Penggerak yang sudah Anda pelajari? 
  2. Jika ada rekan Guru ataupun Kepala Sekolah yang kurang mendukung Anda dalam menjalankan peran sebagai Guru Penggerak, Apa yang bisa Anda lakukan? Gunakan pengetahuan Anda terkait nilai dan peran seorang Guru Penggerak!
Tanggapan dalam video berikut: 





3. RUANG KOLABORASI 



4. REFLEKSI TERBIMBING 



5. DEMONSTRASI KONTEKSTUAL 



6. ELABORASI PEMAHAMAN 



7. KONEKSI ANTAR MATERI 



8. AKSI NYATA 








MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK


1. MULAI DARI DIRI 



2. EKSPLORASI KONSEP

Visi: Mengelola Perubahan yang Positif

Menjadikan sekolah sebagai rumah yang aman, nyaman dan bermakna bagi murid sepertinya sudah menjadi hal yang umum diinginkan semua pihak. Mungkin saja, sebagian dari Bapak/Ibu juga menuliskan mimpi itu pada gambaran visinya. Namun, dalam prakteknya, kalimat tersebut bukan kalimat yang mudah untuk diwujudkan. Perlu perubahan yang mendasar dan upaya yang konsisten. Inilah salah satu tujuan visi, yaitu untuk mencapai perubahan yang lebih baik dari kondisi saat ini. Visi membantu kita untuk melihat kondisi saat ini sebagai garis “start” dan membayangkan garis “finish” seperti apa yang ingin dicapai. Ini bagaikan seorang pelari yang perlu mengetahui garis “start” dan garis “finish” bahkan sebelum ia benar-benar berlari melintasi jalur lari tersebut.

Menurut Evans (2001), untuk memastikan bahwa perubahan terjadi secara mendasar dalam operasional sekolah, maka para pemimpin sekolah hendaknya mulai dengan memahami dan mendorong perubahan budaya sekolah. Budaya sekolah berarti merujuk pada kebiasaan-kebiasaan yang selama ini dilakukan di sekolah. Kebiasaan ini dapat berupa sikap, perbuatan, dan segala bentuk kegiatan yang dilakukan warga sekolah. Walaupun sulit, reformasi budaya sekolah bukanlah hal yang tidak mungkin. Untuk melakukannya diperlukan orang-orang yang bersedia melawan arus naif tentang inovasi dan terbuka terhadap kenyataan yang bersifat manusiawi. Hal ini berarti butuh partisipasi dari semua warga sekolah. 

Perubahan yang positif dan konstruktif di sekolah biasanya membutuhkan waktu dan bersifat bertahap. Oleh karena itu, sebagai pemimpin, Bapak/Ibu CGP hendaknya terus berlatih mengelola diri sendiri sambil terus berupaya menggerakkan orang lain yang berada di dalam pengaruh Anda untuk menjalani proses perubahan ini bersama-sama. Hal ini perlu dilakukan dengan niatan belajar yang tulus demi mewujudkan visi sekolah.

Untuk dapat mewujudkan visi sekolah dan melakukan proses perubahan, maka perlu sebuah pendekatan atau paradigma. Pendekatan ini dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan. Jika diibaratkan seperti seorang pelari yang memiliki tujuan mencapai garis “finish”, maka ia butuh peralatan yang mendukung selama berlatih seperti alat olahraga. Dalam pembelajaran kali ini, kita akan mengeksplorasi paradigma yang disebut Inkuiri Apresiatif (IA). IA dikenal sebagai pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. Konsep IA ini pertama kali dikembangkan oleh David Cooperrider (Noble & McGrath, 2016). Kita akan memakai pendekatan IA sebagai ‘alat olahraga’ untuk kita berlari mencapai garis “finish” kita yaitu visi yang kita impikan.

Dalam sebuah video di Youtube, Cooperrider, yang adalah tokoh yang mengembangkan IA, menyatakan bahwa pendekatan IA dapat membantu membebaskan potensi inovatif dan kreativitas, serta menyatukan orang dengan cara yang tidak dapat dilakukan oleh proses manajemen perubahan yang biasa. Manajemen perubahan yang biasa dilakukan lebih menitikberatkan pada masalah apa yang terjadi dan apa yang salah dari proses tersebut untuk diperbaiki. Hal ini berbeda dengan IA yang berusaha fokus pada kekuatan yang dimiliki setiap anggota dan menyatukannya untuk menghasilkan kekuatan tertinggi.

IA menggunakan prinsip-prinsip utama psikologi positif dan pendidikan positif. Pendekatan IA percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan. Inti positif ini merupakan potensi dan aset organisasi. Dengan demikian, dalam implementasinya, IA dimulai dengan menggali hal-hal positif, keberhasilan yang telah dicapai dan kekuatan yang dimiliki organisasi, sebelum organisasi menapak pada tahap selanjutnya dalam melakukan perencanaan perubahan.

Menurut Cooperrider, saat ini kita hidup pada zaman yang membutuhkan mata yang dapat melihat dan mengungkap hal yang benar dan baik. Mata yang mampu membukakan kemungkinan perbaikan dan memberikan penghargaan. Bila organisasi lebih banyak membangun sisi positif yang dimilikinya, maka kekuatan sumber daya manusia dalam organisasi tersebut dipastikan akan meningkat dan kemudian organisasi akan berkembang secara berkelanjutan.

Dalam video di Youtube tersebut, Cooperider juga menceritakan bahwa pendapatnya ini sejalan dengan pendapat Peter Drucker, seorang Begawan dalam dunia kepemimpinan dan manajemen. Menurut Drucker, kepemimpinan dan manajemen adalah keabadian. Oleh sebab itu, seorang pemimpin bertugas menyelaraskan kekuatan yang dimiliki organisasi. Caranya adalah dengan mengupayakan agar kelemahan suatu sistem dalam organisasi menjadi tidak relevan, karena semua aspek dalam organisasi fokus pada penyelarasan kekuatan.

Di sekolah, pendekatan IA dapat dimulai dengan mengidentifikasi hal baik apa yang telah ada di sekolah, mencari cara bagaimana hal tersebut dapat dipertahankan, dan memunculkan strategi untuk mewujudkan perubahan ke arah lebih baik. Nantinya, kelemahan, kekurangan, dan ketiadaan menjadi tidak relevan. Berpijak dari hal positif yang telah ada, sekolah kemudian menyelaraskan kekuatan tersebut dengan visi sekolah dan visi setiap warga sekolah. 

Perubahan yang positif di sekolah tidak akan terjadi jika pertanyaan yang diajukan mengenai kondisi sekolah saat ini diawali dengan permasalahan yang terjadi atau mencari aktor sekolah yang melakukan kesalahan. Pertanyaan yang sering diajukan adalah, “Mengapa capaian hasil belajar siswa rendah?”, “Apa yang membuat rencana kegiatan sekolah tidak berjalan lancar?”, dan lain sebagainya. Motivasi untuk melakukan perubahan tentu akan berangsur menurun jika diskusi diarahkan pada permasalahan. Suasana psikologis yang terbangun tentu akan berbeda jika pertanyaan diawali dengan pertanyaan positif seperti ini :

  • Hal-hal baik apa yang pernah dicapai murid di kelas?
  • Apa hal menarik yang dapat dipetik pelajarannya dari setiap guru di kelas?
  • Bagaimana mengembangkan praktik baik setiap guru untuk dipertahankan sebagai budaya sekolah?

Dalam modul 1.3 ini, kita mempelajari IA lebih dalam sebagai salah satu model manajemen perubahan di sekolah dan mencoba menerapkannya melalui tahapan dalam IA yang di dalam bahasa Indonesia disebut dengan BAGJA (Buat Pertanyaan, Ambil Pelajaran, Gali Mimpi, Jabarkan Rencana, Atur Eksekusi). Silakan simak dan pelajari videonya terlebih dahulu melalui tautan berikut ini.






Inilah langkah-langkah yang perlu Anda ikuti dalam menerapkan perubahan sesuai dengan visi yang Anda telah impikan berdasarkan tahapan BAGJA. Tahap pertama, Buat Pertanyaan Utama. Di tahap ini, Anda merumuskan pertanyaan sebagai penentu arah penelusuran terkait perubahan apa yang diinginkan atau diimpikan. Tahap kedua, Ambil Pelajaran. Pada tahapan ini, Anda mengumpulkan berbagai pengalaman positif yang telah dicapai di sekolah dan pelajaran apa yang dapat diambil dari hal-hal positif tersebut. Tahap ketiga, Gali Mimpi. Pada tahapan ini, Anda dapat menyusun narasi tentang kondisi ideal apa yang diimpikan dan diharapkan terjadi di sekolah. Disinilah visi benar-benar dirumuskan dengan jelas. Tahap ketiga, Jabarkan Rencana. Di tahapan ini, Anda dapat merumuskan rencana tindakan tentang hal-hal penting apa yang perlu dilakukan untuk mewujudkan visi. Tahapan terakhir, Atur Eksekusi. Di bagian ini, Anda memutuskan langkah-langkah yang akan diambil, siapa yang akan terlibat, bagaimana strateginya, dan aksi lainnya demi mewujudkan visi perlahan-lahan.

Klik Contoh Tahapan BAGJA



3. RUANG KOLABORASI 



4. REFLEKSI TERBIMBING 

  • Peristiwa-peristiwa apa saja yang terjadi dalam diskusi?

Tanggapan: 

Saya menentukan visi yang pada intinya berisi prinsip Merdeka Belajar menuju Profil Pelajar Pancasila. Setelah diskusi dalam ruang kolaborasi bersama CGP lainnnya, saya menemukan intisari visi guru penggerak dari CGP lain mirip dengan visi yang saya tentukan sebelumnya. Nah, maka dari itu, kami memadukan intisari tersebut menjadi satu kesatuan visi yang mewakili keseluruhan ide kami. Selanjutnya, berdasarkan visi tersebut, kami memetakan aset beserta kekuatan dan perannya. Selama kami berdiskusi, begitu banyak gagasan yang muncul terkait aset-aset utama dan pendukung yang akan menjadi jalan mewujudkan visi guru penggerak. Hal ini memperkaya pengetahuan saya untuk merancang visi guru penggerak yang utuh.

  •  Perasaan apa yang muncul saat proses pembelajaran?

Tanggapan: 

Saya merasa senang dan bersyukur bisa saling bertukar ide dan berbagi pengetahuan/pengalaman saat sesi diskusi pada ruang kolaborasi. Saya juga merasa begitu antusias mempelajari setiap aset yang memiliki kekuatan dan perannya masing-masing. Merasa terbuka juga terhadap gagasan-gasasan kelompok lain yang sekaligus menambah wawasan tentang kekuaatan dan peran masing-masing aset.

  • Pembelajaran apa saja yang diperoleh melalui peta kekuatan?

Tanggapan: 

Ketika memetakan kekuatan, saya mencatat aset-aset yang dimiliki untuk menuangkan visi, mulai dari diri sendiri sebagai CGP, murid, kepala sekolah, guru, tendik, pengawas dan juga benda sarpras, ekosistem sekolah, serta lembaga MGMP, KKG, PGRI, desa, swasta, dinas terkait. Setelah mengtahui aset yang dilimiki, saya mulai mendalami kekuatan-kekuatan positif yang dimiliki oleh tiap aset, beserta peran tiap kekuatan tersebut dalam mewujudkan visi. Dengan mempelajari pemetaan aset, kekuatan, dan perannya dalam mewujudkan visi, saya mendapatkan pembelajaran seberapa besar kekuatan utama dan pendukung serta cara mengelola aset dalam mewujudkan visi.

  •  Jika saya ingin membuat perubahan dengan konsep inkuiri apresiatif; 
    • Apa saja yang perlu saya pelajari lebih lanjut? 
    • Apa saja strategi yang dilakukan untuk melaksanakan perubahan?
Tanggapan: 

Jika saya ingin membuat perubahan dengan konsep inkuiri apresiatif, hal pertama yang perlu saya pelajarai yakni menguatkan aset yang dimiliki yang menjadi pendukung pencapaian visi dan selanjutnya mengelola kekuatan aset tersebut. Setelah itu saya belajar mengaplikasikan tahapan BAGJA dalam melakukan perubahan. Adapun strategi yang bisa saya tempuh untuk melakukan perubahan yakni berkolaborasi dengan kepala sekolah dan pihak-pihak terkait, melakukan refleksi dan umpan balik pada setiap kegiatan, membangun komunikasi yang baik dengan semua pemangku kepentingan, dan mengevaluasi kegiatan yang dilakukan.

 

5. DEMONSTRASI KONTEKSTUAL 






6. ELABORASI PEMAHAMAN 



7. KONEKSI ANTAR MATERI 





8. AKSI NYATA 









MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF


1. MULAI DARI DIRI 

  • Apa urgensi dari menciptakan suasana positif di lingkungan sekolah Anda?

Tanggapan: 

Urgensi menghadirkan suasana positif di lingkungan sekolah yakni untuk memberikan keamanan dan kenyamanan kepada peserta didik dalam mengikuti segala proses pembelajaran di sekolah. Dengan demikian, peserta didik dapat tumbuh dan berkembang sesuai kodratnya yang tetap berada dalam tuntunan guru.

  • Bagaimana Anda sendiri sebagai seorang pendidik dapat menciptakan suasana positif di lingkungan sekolah Anda selama ini?

Tanggapan: 

Demi menciptakan suasana positif di lingkungan sekolah, saya perlu menjalin hubungan yang erat dengan semua warga sekolah baik terhadap rekan guru, staf pegawai maupun murid. Terutama untuk murid, karena mereka adalah subjek pembelajaran, saya sebagai guru harus menjalin komunikasi yang lebih terbuka dengan murid,saling menghargai, memahami, dan mendukung satu sama lain. Murid perlu dihargai dan dihormati. Setiap murid diperlakukan dengan adil tanpa diskriminasi. Murid harus bebas dari tekanan, sehingga dapat mengekspresikan diri tanpa takut dinilai salah.

  • Apa hubungan antara menciptakan suasana yang positif dengan proses pembelajaran yang berpihak pada murid?

Tanggapan: 

Hubungan antara menciptakan suasana yang positif dengan proses pembelajaran yang berpihak pada murid sangat erat. Pembelajaran yang berpihak pada murid bisa tercipta jika berada dalam suasana positif. Jika guru berhasil menghadirkan suasana positif dalam pembelajaran, siswa akan mampu berekspresi, menyalurkan minat dan bakat, mengembangkan kreativitas dan produktivitas, dan berkomunikasi dengan baik. Suasana positif juga mampu membuat siswa merasa aman dan nyaman mengikuti pembelajaran sehingga pada akhirnya mereka bisa tumbuh dan berkembang sesuai kodratnya.

  • Bagaimana penerapan disiplin saat ini di sekolah Anda, apakah sudah diterapkan dengan efektif, bila belum, apa yang menurut Anda masih perlu dikembangkan?

     Tanggapan: 

Penerapan disiplin di sekolah saya saat ini sudah efektif. Sekolah telah memiliki norma dan prosedur tertentu untuk bisa dipatuhi oleh semua warga sekolah baik guru, pegawai dan siswa. Peraturan-peraturan tersebut ditetapkan agar siswa menjadi bertanggung jawab, sopan dan saling menghargai.

  • Refleksi  

Untuk mewujudkan kelas yang aman dan nyaman bagi semua warga kelas, guru harus mampu menciptakan suasana positif, yaitu saling menghormati dan menghargai, saling dukung, bebas dari tekanan, dan tidak diskriminatif. Karena menjadi panutan, guru hendaknya bertutur kata dengan sopan, lembut, dan bertingkah laku yang baik. Guru hendaknya memandang siswa sebagai pribadi yang unik yang memiliki potensi dan bisa dikembangkan sepanjang guru terus memberikan tuntunan, arahan dan bimbingan.

  •  Apa saja harapan-harapan yang ingin Anda lihat berkembang pada diri Anda, sebagai seorang pendidik setelah mempelajari modul ini?

Tanggapan: 

Setelah mempelajari modul ini, sebagai pendidik saya berharap saya mampu menghadirkan budaya positif di lingkungan sekolah terutama di kelas tempat berlangsungnya proses pembelajaran. Saya berharap saya mampu melibatkan murid dalam membuat kesepakatan kelas yang pada intinya bisa memberikan pembelajaran yang berpihak pada murid dan mampu menumbuhkembangkan karakter mereka.

  •  Apa saja harapan-harapan yang ingin Anda lihat berkembang pada murid-murid Anda setelah mempelajari modul ini?

Tanggapan: 

Saya mengharapkan siswa saya bertingkah laku sesuai dengan norma/aturan yang ditetapkan agar merasa aman dan nyaman mengikuti proses pembelajaran di lingkungan sekolah.

  •  Apa saja kegiatan, materi, manfaat yang Anda harapkan ada dalam modul ini?

Tanggapan: 

Kegiatan yang saya harapkan dari modul ini yakni saling berbagi antar CGP terkait penerapan budaya positif di sekolahnya masing-masing sehingga memiliki pemahaman yang utuh dan bisa diterapkan jika sesuai dengan kondisi sekolah saya. Materi yang saya harapkan ada di modul ini yakni tentang contoh-contoh penerapan budaya positif di lingkungan sekolah maupun di kelas. Jika hal tersebut ada dalam modul ini, maka saya akan mendapat banyak pengetahuan dan pengalaman baru terkait penerapan budaya positif di sekolah.



2. EKSPLORASI KONSEP

Perubahan Paradigma - Stimulus Respon lawan Teori Kontrol

Untuk membangun budaya yang positif, sekolah perlu menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar murid-murid mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab. Salah satu strategi yang perlu ditinjau ulang adalah bentuk disiplin yang dijalankan selama ini di sekolah-sekolah kita. Pembahasan disiplin kali ini akan meninjau teori yang dikemukakan oleh Diane Gossen. Sebelum kita gali lebih lanjut tentang teori Disiplin Restitusi dari Diane Gossen, mari menyamakan model berpikir kita tentang disiplin itu sendiri. Lazimnya disiplin dikaitkan dengan kontrol. Dalam hal ini kontrol guru dalam menghadapi murid.

Di bawah ini adalah paparan Dr. William Glasser dalam Control Theory, untuk meluruskan berapa miskonsepsi tentang kontrol:

Ilusi guru mengontrol murid. 

Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau murid tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun tampaknya kita sedang mengontrol perilaku murid tersebut, hal ini karena murid tersebut sedang mengizinkan dirinya dikontrol. Saat itu bentuk kontrol guru menjadi kebutuhan dasar yang dipilih murid tersebut. Teori Kontrol menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan, bahkan terhadap perilaku yang tidak disukai

Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.

Penguatan positif atau bujukan adalah bentuk-bentuk kontrol. Segala usaha untuk mempengaruhi murid agar mengulangi suatu perilaku tertentu, adalah suatu usaha untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka waktu tertentu, kemungkinan murid tersebut akan menyadarinya dan mencoba untuk menolak bujukan kita, atau bisa jadi murid tersebut menjadi tergantung pada pendapat sang guru untuk berusaha. 

Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter.

Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol murid menuju pada identitas gagal. Mereka belajar untuk merasa buruk tentang diri mereka. Mereka mengembangkan dialog diri yang negatif. Kadang kala sulit bagi guru untuk mengidentifikasi bahwa mereka melakukan perilaku ini, karena seringkali guru cukup menggunakan suara halus untuk menyampaikan pesan negatif.

Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa.

Banyak orang dewasa yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk membuat murid-murid berbuat hal-hal tertentu. Apapun yang dilakukan dapat diterima, selama ada sebuah kemajuan berdasarkan sebuah pengukuran kinerja. Pada saat itu pula, orang dewasa akan menyadari bahwa perilaku memaksa tidak akan efektif untuk jangka waktu panjang, dan sebuah hubungan permusuhan akan terbentuk.

Bagaimana seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada pendekatan teori Kontrol? Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership, 1991) mengatakan bahwa,

“..bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap atau perilaku Anda. Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka kita perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana Anda melihat dunia, bagaimana Anda berpikir tentang manusia, ubahlah paradigma Anda, skema pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu tentang realitas”. 




  1. Setelah membaca tentang ilusi kontrol dan perubahan paradigma stimulus respon ke teori kontrol, adakah bagian yang masih mengganjal atau belum Anda pahami?
  2. Apakah Anda meyakini bahwa tepat untuk meminta murid menyesuaikan diri dengan keinginan Anda, dan bahwasanya adalah tanggung jawab Anda untuk memaksa murid demi suatu kebaikan, adakah cara lain?  
Tanggapan: 

Guru tidak bisa memaksakan kehendaknya terhadap murid karena sejatinya tidak ada seorang pun yang mampu mengontrol orang lain selain dirinya sendiri. Yang ada hanya mengajak dan memberikan teladan/contoh yang baik dalam bertingkah laku agar mereka bisa mengimitasi tindakan yang kita lakukan. Dan tentu merupakan tindakan yang tidak bijak sebagai seorang guru untuk memaksa murid melakukan keinginan kita. 

 Konsep Disiplin Positif dan Motivasi

Makna Kata Disiplin

Ketika mendengar kata “disiplin”, apa yang terbayang di benak Anda? Apa yang terlintas di pikiran Anda? Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan.  Kata “disiplin” juga sering dihubungkan dengan hukuman, padahal itu sungguh berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman, justru itu adalah salah satu alternatif terakhir dan kalau perlu tidak digunakan sama sekali. 

Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.

Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa 

“dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka. 
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,  Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470)

Disitu Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita sendiri.

Adapun definisi kata ‘merdeka’ menurut Ki Hajar adalah: 

mardika iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga kuwat kuwasa amandiri priyangga (merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas dari perintah; akan tetapi juga cakap buat memerintah diri sendiri)

Pemikiran Ki Hajar ini sejalan dengan pandangan Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid, atau pengikut, seseorang harus paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik. 

Diane juga menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini juga berkonotasi dengan disiplin diri dari murid-murid Socrates dan Plato. Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna.  Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai.  

Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal. Dalam hal ini Ki Hajar menyatakan; 

“...pertanggungjawaban atau verantwoordelijkheld itulah selalu menjadi sisihannya hak atau kewajiban dari seseorang yang pegang kekuasaan atau pimpinan dalam umumnya. Adapun artinya tidak lain ialah orang tadi harus mempertanggungjawabkan dirinya serta tertibnya laku diri dari segala hak dan kewajibannya. 
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,  Cetakan Kelima, 2013, Halaman 469)

Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik. 

3 Motivasi Perilaku Manusia

Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 alasan motivasi perilaku manusia:

1). Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman

Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan bertanya, apa yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya? Sebenarnya mereka sedang menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh pada mereka secara fisik, psikologis, maupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka, bila mereka tidak melakukan tindakan tersebut. 

2). Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. 

Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, apa yang akan saya dapatkan apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sebuah tindakan untuk mendapatkan pujian dari orang lain yang menurut mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia berkualitas mereka. Mereka juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan hadiah, pengakuan, atau imbalan. 

3). Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya

Orang dengan motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apa bila saya melakukannya?. Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal, bukan eksternal. 

Pernahkan Anda berada dalam sebuah situasi dimana anda sengaja melakukan sesuatu yang menyakitkan bagi anda, bahkan bertabrakan dengan penghargaan dari orang lain? Mengapa anda tetap memilih melakukannya padahal anda tahu akibatnya akan menyakitkan, anda mungkin akan dikecam secara sosial, bahkan ada kerugian secara finansial? Apa prinsip-prinsip yang anda perjuangkan dan anda lindungi?  Saat itu, anda sedang menjadi orang yang seperti apa?

Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai. 


  • Sebagai seorang guru, saat Anda hadir mengajar di kelas tepat waktu, motivasi apakah yang mendasari tindakan Anda? Apakah Anda datang tepat waktu karena tidak ingin ditegur oleh atasan Anda  dan kemudian mendapat surat peringatan (menghindari ketidaknyamanan dan hukuman) atau Anda ingin mendapatkan pujian dari atasan Anda dan mendapat penghargaan sebagai karyawan atau guru berprestasi? (mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain), atau Anda ingin menjadi orang yang menghargai waktu, menghargai diri Anda sendiri sebagai teladan bagi murid-murid Anda karena Anda percaya, tindakan Anda sebagai guru akan dicontoh oleh murid-murid Anda (menghargai nilai-nilai diri sendiri). Manakah motivasi yang paling kuat mendasari tindakan Anda? Atau bahkan kombinasi dari dua motivasi, atau bahkan ketiga-tiganya?

Tanggapan: 

Motivasi terkuat yang mendasari tindakan saya yakni ingin menjadi orang yang menghargai waktu, menghargai diri saya sendiri sebagai teladan bagi murid-murid saya karena saya percaya, tindakan saya sebagai guru akan dicontoh oleh murid-murid Anda (menghargai nilai-nilai diri sendiri). Hal itu juga sebagai bentuk penghargaan bagi diri sendiri untuk bisa meneladani siswa, ingin membuat siswa lebih bersemangat dalam pembelajaran dan tidak ingin mengecewakan siswa untuk membuat mereka menunggu kehadiran saya, serta bentuk menghargai waktu dan bentuk aplikasi komitmen dalam diri sendiri.

  •  Bila di sekolah Anda tidak ada peraturan yang mengharuskan guru datang tepat waktu dan tidak ada surat teguran bagi guru yang datang terlambat, dan tidak ada atasan yang memuji Anda, apakah Anda akan tetap datang tepat waktu untuk mengajar murid-murid Anda?  Jelaskan alasan Anda.

Tanggapan: 

Pasti saya akan datang tepat waktu untuk hadir di kelas karena itu merupakan tanggung jawab yang hakiki sebagai guru dan menjadi model untuk para siswa saya untuk selalu menghargai waktu. Sejujurnya saya ungkapkan selama saya menjadi guru belum pernah terlintas hadir di kelas tepat waktu hanya untuk menghindari teguran ataupun mendapatkan penghargaan dari atasan ataupun sesama teman guru.

  •  Menurut Anda, dari ketiga jenis motivasi tadi, motivasi manakah yang saat ini paling banyak mendasari perilaku murid-murid Anda di sekolah? Jelaskan!

Tanggapan: 

Dari ketiga jenis motivasi tadi, motivasi yang saat ini paling banyak mendasari perilaku murid-murid saya di sekolah yakni untuk menghindari ketidaknyaman atau hukuman. Sebagain besar mereka mematuhi aturan sekolah agar terhindar dari hukuman.

  •  Strategi apa yang selama ini Anda terapkan untuk menanamkan disiplin positif pada murid-murid anda, bagaimana hasilnya pada perilaku murid-murid Anda?

Tanggapan: 

Yang pertama kali perlu kita lakukan yakni menjadikan kita sebagai guru contoh/teladan melakukan hal-hal positif untuk anak didik kita. Guru adalah model untuk siswa, maka dari itu setiap perkataan dan tingkah laku harus mencerminkan nilai-nilai positif agar menjadi inspirasi dan panutan untuk para siswa kita.

  •  Nilai-nilai kebajikan apa yang Anda berusaha tanamkan pada murid-murid Anda di kelas dan sekolah Anda?

Tanggapan: 

Nilai-nilai kebajikan yang perlu saya tanamkan yakni nilai religius, nilai moral untuk diri sendiri seperti disiplin, tanggung jawab dan mandiri, nilai moral untuk orag lain seperti sikap sopan, kerjasama, saling menghargai dan menghormati dan nilai moral untuk lingkungan seperti menjaga kebersihan baik lingkungan kelas maupun sekolah.

Keyakinan Kelas

 Mengapa keyakinan kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja? 

Pertanyaan berikut adalah, “Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan helm pada saat mengendarai kendaraan roda dua/motor?” Kemungkinan jawaban Anda adalah untuk ‘keselamatan’. Pertanyaan berikut adalah, “Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan masker dan mencuci tangan setiap saat?” Mungkin jawaban Anda adalah “untuk kesehatan dan/atau keselamatan”.  

Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama secara universal, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Menurut Gossen (1998), suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan, daripada hanya mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau begitu.

Pembentukan Keyakinan Kelas:

  • Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.
  • Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
  • Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
  • Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas.
  • Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut. 
  • Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.
  • Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.

Klik Pemenuhan Kebutuhan Dasar 

Klik Lima Posisi Kontrol. 

Klik Segitiga Restitusi. 

 

3. RUANG KOLABORASI 



4. REFLEKSI TERBIMBING 





5. DEMONSTRASI KONTEKSTUAL 





6. ELABORASI PEMAHAMAN 



7. KONEKSI ANTAR MATERI 





8. AKSI NYATA 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar